Ali tak henti-hentinya mendengus melihat kegilaan sahabatnya. William.
Pria sialan itu yang entah tahu dari mana dia berada di rumah sakit dan sialannya dia ketahuan sedang mengintip pada pria ember seperti William ini."Siapa sih yang kamu intip tadi? Kok Naya nggak mungkin kamu intipin kan? Penasaran gue sama cewek yang ngobrol sama Naya gue."
"Ralat kata-kata lo! Naya bukan milik lo tapi milik keluarga gue."Ali membalas perkataan William dengan emosi memuncak.
William kembali tertawa dia selalu merasa bahagia setelah berhasil memancing kemarahan Ali. Ya mau bagaimana lagi dia terlalu bosan melihat wajah lempeng Ali sesekali wajah itu harus digerakkan agar tidak cepat keriput.
Apaan sih si William ini.
"Jangan galak-galak nolak gue terus nanti ketulah malah lo yang minta gue buat nikahin Naya manis."William semakin gencar mempermainkan emosi sahabatnya itu.
"Brengsek!"Maki Ali sungguh-sungguh.
"Brengsek emang nama tengah gue kalau lo lupa."Sambung William santai.
Ali kembali mendengus kalau tidak kuat jantung berbicara dengan William ini berpotensi menyebabkan meninggal mendadak. William ini benar-benar bajingan sialan yang sangat pandai memancing emosi orang lain terutama Ali.
"Balik ke topik! Gue serius penasaran siapa cewek yang ngobrol sama Naya mana suara tawanya krenyes-krenyes di telinga gue kan jadi suka."
Ali mencibir tanpa berniat menjawab pertanyaan William barusan. Enak saja dia suka pada Prilly! William tidak boleh mengenal Prilly. Nggak boleh!
Eh tapi kenapa?
Ali menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran-pemikiran absurd di otaknya. Dia benar-benar seperti tidak ikhlas jika William sampai berkenalan dengan Prilly.
"Lo kena sawan ya?"
"Bajingan!"Ali melemparkan kotak tisu yang ditangkap William dengan sigap diikuti tawanya yang terdengar menjijikan di telinganya.
"Murahan banget sih lo! Gue puji dikit aja udah merona gitu."Goda William ketika melihat wajah Ali memerah padahal jelas tahu Ali sedang memendam emosi padanya.
Abaikan! Cara terbaik melawan kegilaan William adalah mengabaikan pria sialan itu.
Berkali-kali Ali mengulang kalimat itu menenangkan dirinya agar tidak benar-benar terkena sawan karena terlalu lama berada di dekat William.
"Ali iihh! Sama calon Kakak ipar nggak boleh begitu ya Dek!"William memperingatkan Ali layaknya seorang Kakak.
"Mimpi sono lo!!"
William kembali tertawa antara geli dan juga sedih melihat temannya memaki tapi ekspresi wajahnya tetap datar dan dingin seperti biasa.
'Ini Om Biyan sama Tante Ria kenapa bisa punya anak minim ekspresi begini sih pas ngadon dulu pada nggak mendesah nih kayaknya. Kurang menikmati pergumulan makanya Ali kurang sempurna pas lahirnya.'
William kembali tertawa karena pemikiran absurd-nya barusan. Gila nggak sih dia sebenarnya?
**
Prilly memandang keluar melalui jendela besar di sisi ranjangnya. Kanaya sudah tertidur nyaman di sampingnya. Gadis itu seperti kelelahan bercerita hingga akhirnya tertidur.
Prilly sengaja mengajak Kanaya rebahan di ranjangnya toh ranjang yang ditempati olehnya sangat besar kasihan jika Kanaya harus meringkuk di atas sofa.
Prilly masih betah menatap rintikan hujan yang menempel di jendela karena curah hujannya semakin besar.
Prilly terkadang heran kenapa hujan selalu datang disaat perasaannya sedang kalut atau sedih. Hujan datang untuk menemani atau menertawai kesengsaraannya?
"Hah.."
Terdengar helaan nafas panjang dari mulutnya. Jika orang lain yang sakit mungkin kamar inap ini akan penuh dengan sanak saudara akan ada orang tua yang berada di sampingnya tapi ini seorang Ratu Aprillyana Sandoko yang sakit jadi yang menemaninya hanya kesunyian.
Untung saja ada Kanaya yang setia menemani dirinya. Setidaknya sakitnya kali ini sedikit lebih baik dari pada kemarin-kemarin.
Prilly mengalihkan pandangannya pada sosok cantik yang tertidur pulas di sampingnya. "Terima banyak Kak Kay."Bisiknya sambil mengusap lembut kepala Kanaya.
Kanaya menggeliat lucu dalam tidurnya. Prilly tertawa pelan posisi tidur Kanaya berubah seperti janin dan itu benar-benar menggemaskan.
"Ekhem!"
Prilly menoleh tangannya yang mengusap kepala Kanaya sontak terhenti saat seseorang memasuki kamar inapnya.
"Ali."
Benar seseorang yang memasuki kamarnya barusan Ali. "Gimana keadaan kamu?"Tanyanya pelan plus ekspresi datar khas dirinya.
"Baik."Jawab Prilly agak canggung terlebih mengingat pertemuan mereka terakhir kali tidak begitu baik.
Ali dan Prilly sama-sama terdiam. Keduanya tampak canggung satu sama lain terlebih Ali yang bahasa tubuhnya saja terlihat tidak nyaman hanya saja dia tidak tahu harus memulai dari mana.
"Maaf."
Prilly mendongak menatap Ali dengan sebelah alis menukik. Ali sedikit berdebar dengan tatapan Prilly, entah kenapa jika dengan gadis ini tubuhnya bereaksi di luar kendalinya.
"Terakhir kali aku menuduh kamu tanpa bukti yang jelas."
Prilly menganggukkan kepalanya. "Lain kali jangan bertindak seperti itu. Untung aku orangnya baik hati coba kalau tidak habis kamu aku tuntut atas dugaan pencemaran nama baik."Omel Prilly tanpa segan.
Ali menghela nafasnya. "Iya sekali lagi aku minta maaf."Ucapnya sungguh-sungguh.
"Oke. Hitung-hitung kita impas lo nuduh gue kemarin tapi hari ini lo nolongin gue ya udah impas deh."Ucap Prilly cuek.
Suasana kembali hening sampai tiba-tiba Prilly ingat sesuatu namun belum sempat dia membuka suara Kanaya terlebih dahulu bergerak tanpa sengaja kaki gadis itu bergerak hingga menendang Prilly tanpa bisa dielakkan tubuh mungil Prilly terjengkang ke lantai.
"Aduh!"
Ali yang melihat itu langsung berlari menolong Prilly yang menjerit kesakitan. "Kamu nggak apa-apa?"Tanya Ali panik dan sejenak Prilly terkesima dengan perubahan ekspresi wajah Ali. Wajah yang biasanya datar terlihat cemas dan guratan itu semakin menambah kadar ketampanan Ali.
Ya Tuhan kapan sih makhluk ini terlihat jelek?
"Pril! Are you okay?"
Prilly mengerjap pelan. "Iy..iya aku nggak apa-apa."Saat akan beranjak Prilly meringis pelan sambil memegang bokongnya yang terasa sakit.
"Disini sakit?"Tanpa sadar tangan Ali bergerak menyentuh dan mengusap bokong Prilly berusaha mengurangi rasa sakit wanita itu.
Tubuh Prilly sontak menegang begitu pula dengan Ali yang terkejut dengan perbuatannya. Keduanya sama-sama membeku namun tangan Ali masih bertahan dengan menangkup bongkahan bokong padat milik gadis mungil itu.
Masih dengan posisi yang begitu intim, tiba-tiba pintu kamar Prilly terbuka. "Ya Tuhan Adek! Kalian ngapain?"
Ali dan Prilly membulatkan matanya saat melihat sepasang suami istri yang menatap kaget kearah mereka.
"Mami. Papi."
Ya Tuhan.. Tamatlah riwayat Ali kali ini.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
RomanceTidak ada yang bisa merasakan bagaimana sakitnya seorang gadis kecil yang melihat kematian Ibunya setelah sang Ayah membawa selingkuhannya kerumah lalu setelah semua kesakitan yang dia rasakan sang Ayah tega membuang anaknya bertahun-tahun hanya kar...