Bab 50

3.5K 355 14
                                    

Batas po 13-20 maret.
Pengiriman pdf tgl 23 Maret.
Harga 60k.
Wa : 081321817808
**

Kanaya dan Prilly sibuk bercerita sedangkan William dan Ali memilih berbicara di luar.

"Eh tadi Adek Ali ngapain tengkurep di sini?"Kanaya masih mengingat kejadian absurd tadi rupanya.

Prilly tersenyum lebar seolah tidak terjadi apa-apa padahal otaknya sedang mengarang cerita dan alasan yang cocok supaya Kanaya percaya. Tadi Kanaya langsung berlari memeluknya hingga melupakan jawaban atas pertanyaannya nah sekarang malah Prilly yang harus menjawab.

Ck! Ali kemana sih? Masak iya udah berbuat tapi nggak ikut tanggung jawab enak kali dia.

"Itu tadi apa pas Kak Naya masuk aku tuh kelilipan terus Mas Ali bantuin mau niup mata aku gitu."Prilly cengengesan tak jelas. Dalam hati dia berdoa semoga Kanaya percaya dan tidak bertanya lagi.

"Oh gitu ya. Kirain Adek Ali mau cium kamu gitu. Kata Mami nggak boleh cium-cium dulu sebelum menikah. Berdosa nanti Tuhan marah terus di kutuk eh jadi ular keket. Serem."Kanaya terus bercerita tentang Maminya dan Prilly senantiasa mendengarnya, begini lebih baik.

"Eh haus capek ngomong boleh minum ya Adek ipar Kakak Naya yang cantik."Kanaya menyengir lebar tangannya sudah mengambil botol mineral yang masih utuh di dekat ranjang Prilly.

Prilly ikut tersenyum, "Boleh. Minum aja belum aku buka kok kemasannya."

Kanaya menegak air mineral hampir setengah botol sepertinya wanita ini benar-benar haus. Kanaya meletakkan botol airnya lalu menatap Prilly kali ini mata bulat itu tidak berbinar ceria seperti biasa.

"Kakak kenapa?"Tanya Prilly ketika mendapati wajah ceria Kanaya berubah mendung. Kanaya merengut dengan manja sebelum menceritakan tentang masalahnya dengan William sampai dirinya ingin membatalkan pernikahan mereka.

Prilly mendengar semua cerita Kanaya tanpa berniat menyelanya. Prilly membiarkan Kanaya mengungkapkan perasaannya. Setelah puas, akhirnya Prilly mulai memberikan pendapatnya.

"Menurut aku disini Abang Will nggak salah."Prilly mengusap lembut air mata Kanaya yang terus menetes. "Tapi dia ngomongin si muka tua?"bantah Kanaya berusaha membela dirinya.

Prilly tertawa kecil saat Kanaya terus-terusan memanggil Mila dengan muka tua.

"Oke. Katakanlah Abang William memang salah, nah terus seberapa besar kesalahan Abang sampai Kakak ingin membatalkan pernikahan kalian?"Prilly tidak membentak Kanaya namun cara bicaranya cukup tegas meskipun dalam bahasa yang lembut.

Kanaya menundukkan kepalanya. "Kak, dengerin aku biar bagaimanapun Mila--

"Muka tua."

Prilly terkikik geli sepertinya Kanaya benar-benar anti dengan nama Mila. "Oke muka tua. Nah walau bagaimanapun muka tua ini adalah sahabatnya Mas Ali dan Abang William. Jadi sangat wajar mereka masih membicarakan Mi--muka tua."Prilly buru-buru mengubah panggilannya saat Kanaya menatap tajam padanya. "Rasa khawatir pada seorang sahabat menurutku itu sangat wajar yang tidak lagi wajar ketika mereka mulai membawa-bawa si muka tua ke dalam hubungan kita. Pernah nggak Abang William lagi bersama Mbak eh tiba-tiba ngomongin muka tua atau muji-muji dia gitu, pasti nggak kan?"Kanaya menggelengkan kepalanya dengan lesu.

Prilly tersenyum geli, menghadapi Kanaya hampir sama dengan menghadapi remaja. Harus dengan bahasa lembut jika dikeraskan maka Kanaya akan semakin berontak.

"Begitu juga Mas Ali Kak. Bahkan aku lebih parah lagi, baru aja tadi pagi si muka tua kemari."Cerita Prilly enteng seolah itu bukan berita besar sedangkan Kanaya sudah membulatkan matanya.

"APA?!"Jeritnya heboh. Prilly tertawa ekspresi wajah Kanaya benar-benar lucu saat ini.

"Terus gimana? Dia sakitin kamu nggak? Mukul atau kamu dijambak gitu sama dia iya? Cepet bilang sama Kakak biar Kakak balas nanti si muka tua itu."Ujar Kanaya menggebu-gebu.

Prilly tertawa lalu menggelengkan kepalanya. "Enggak Kak. Malahan dia yang harus pergi dari sini dengan muka merah mungkin karena malu atau marah kali ya."Prilly kembali terkikik mengingat bagaimana merahnya wajah Mila ketika pergi dari sini.

"Terus dia ngapain juga kemari kalau nggak jambak kamu?"

"Jadi Kakak mau aku dijambak gitu?"Prilly memanyunkan bibirnya. "Ya..nggak gitu juga."Balas Kanaya cepat.

Prilly kembali tertawa, "Dia minta aku ninggalin Mas Ali jika aku menolak dia mengancam akan menghancurkan hidupku."Jelas Prilly enteng.

"Kamu nggak takut?"Kanaya memastikan, melihat wajah Prilly yang santai-santai saja Kanaya sedikit bingung.

Prilly menggelengkan kepalanya tanpa ragu. "Ngapain takut sama dia. Aku yakin dia nggak akan seberani itu untuk menyentuhku."jawab Prilly tenang.

Kanaya mengangguk setuju, "Iya kalau kamu kenapa-napa Adek Ali pasti nggak akan tinggal diam."Prilly tersenyum manis ketika mendengar perkataan Kanaya. "Lagian kamu nggak mungkin kenapa-napa lagian kan bentar lagi Adek Ali mau--"

"Kakak.."

Prilly dan Kanaya serempak menoleh menatap Ali dan William yang berdiri di dekat pintu. "Ayok pulang Sayang."Ajak William pada Kanaya.

Ali menghembuskan nafasnya lega, hampir saja Kanaya membocorkan rencananya. Ck! Kanaya ini memang tidak bisa menjaga rahasia.

Kanaya menganggukkan kepalanya. "Oke deh aku pulang dulu. Dek jangan lupa besok bawa Prilly ke butik ya Mami mau ukur baju seragaman kita. Kamu juga belum ukur kan?"

Ali menggeleng malas. "Iya besok kami ke sana."

Sebelum pulang Kanaya memeluk Prilly dengan manja. "Cepat sembuh Adik ipar. Nanti kita cerita-cerita lagi ya."Prilly menganggukkan kepalanya. "Iya yang penting Kakak harus ingat satu hal jangan biarkan orang yang nggak suka sama kita menghancurkan kebahagiaan kita Kak. Bahagianya kita itu kita sendiri yang harus menciptakan dan juga menjaganya. Orang luar mah biarin aja jangan dipikirin. Oke?"

Kanaya menganggukkan kepalanya berkali-kali. "Oke Adik ipar."

Prilly tertawa sambil melambaikan tangan pada Kanaya dan William yang sudah meninggalkan kamarnya.

"Seneng banget dipanggil Adik ipar sama Kak Naya."

Prilly menoleh menatap kekasihnya. "Enggak ah biasa aja."balasnya dengan wajah santai.

Seketika wajah Ali berubah serius, "Jadi kamu nggak senang gitu kalau jadi Adik iparnya Kak Naya?"Tanya Ali gusar bahkan pria itu sudah menghempaskan tubuhnya di samping ranjang Prilly.

"Ya nggak tahu."balas Prilly cuek, mati-matian dia berusaha menahan tawa melihat wajah Ali yang berubah keruh.

"Kok nggak tau sih. Harusnya kamu tau dong."omel Ali tak terima.

"Ya gimana mau tau kan aku belum ngerasa jadi Adik iparnya Kak Naya."

"Jadi kamu beneran mau nih jadi Adik iparnya Kak Naya? Ngarep ya?"Ali sudah mulai mengendurkan otot wajahnya.

Melihat itu Prilly kembali memasang aksi. "Enggak tuh, aku mah orangnya biasa aja. Kalau Tuhan menghendaki aku jadi Adik ipar Kak Naya yaudah hayok kalau nggak yo wes cari lain aku."sahut Prilly santai.

Wajah Ali sontak memerah dengan kesal pria itu beranjak menjauhi Prilly dan bergegas ke kamar mandi. "Eh mau kemana?"Tanya Prilly dengan sudut bibir berkedut menahan tawa.

Ali-nya merajuk.

"Tau. Ah. Kemana aja."sahutnya ketus.

Blam!

Ali membanting pintu kamar mandi cukup keras. Prilly sontak terkikik di atas ranjang. Ah, Ali merajuk kenapa bisa semanis itu sih? Kan jadi gemes pengen cium. Eh?

*****

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang