Prilly sudah terlihat cantik dengan mini dress yang melekat pada tubuhnya. Dia sudah terbiasa hidup liar jadi jangan harap dia akan mengenakan dress rumahan ala-ala gadis baik karena dia bukan gadis baik kalau memang iya lalu kenapa dia buang? Bukankah yang di buang itu adalah sesuatu yang tidak diperlukan? Entah itu karena jelek, busuk jahat atau lainnya.Dan mungkin dia termasuk ke dalam salah satu hal buruk di atas makanya dia di buang.
Prilly memakai kacamata hidup sebagai penunjang kesempurnaan penampilannya hari ini. Dia akan mendatangi salah satu butik ternama di kota ini untuk berbelanja dia tidak terlalu banyak membawa baju dari sana dan kemungkinan dia akan lama di sini jadi ya dia harus sedikit menambah koleksi baju seksinya bukan?
Dengan langkah angkuh seperti biasanya Prilly berjalan keluar dari kamar hotel yang ditempati olehnya. Dia tidak mungkin membawa koper miliknya ke rumah sakit tapi setiap malam dia akan berada di sana menemani Omanya.
Suara sepatu beradu dengan lantai terdengar memenuhi lorong hotel. Heels hitam yang melekat di kakinya setinggi 15cm semakin mengeluarkan aura seksi di tubuh mungil Prilly.
Prilly sengaja menggunakan pakaian serba hitam menandakan kalau hari-harinya di sini penuh dengan duka. Prilly tidak ingin mengeluh dia juga tidak akan menangis karena dia bukan perempuan lemah.
Pintu lift terbuka dengan anggun namun tidak melepaskan kesan angkuhnya Prilly melangkahkan kakinya memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dasar hotel berbintang ini.
Prilly berdiri tegak tanpa memperdulikan beberapa orang pria yang bersiul menggoda dirinya.
"Uh! Montok bener si eneng."Suara cabul pria di belakangnya terdengar menganggu telinga Prilly namun dia memilih tenang.
Prilly masih memasang wajah angkuhnya tanpa menghiraukan ucapan-ucapan cabul pria di belakangnya yang semakin berani saja.
Mengetuk pelan kakinya seolah ucapan cabul pria di belakangnya adalah sebuah nyanyian merdu. Prilly senang menjadi pusat perhatian. Dia merasa bangga ketika orang-orang memuji kecantikan juga kemolekan tubuhnya.
Namun dia tidak akan tingga diam saat tangan-tangan kurang ajar itu mulai berani menggerayangi tubuh belakangnya.
Bugh!
Dengan kekuatan penuh Prilly menghantamkan lututnya pada benda keras yang menggeliat di selangkangan pria cabul itu.
Raungan kesakitan memenuhi kotak besi itu. "Jangan berani-beraninya lo sentuh gue brengsek!"Maki Prilly tanpa membuka kacamatanya.
"Sialan! Dasar murahan!"maki pria yang baru saja terkena serudukan dari lutut Prilly. Prilly berharap benda tumpul kebanggaannya sebagai seorang pria akan pecah dan tidak berfungsi lagi.
"Gue emang murahan tapi laki-laki cabul kayak lo bukan selera gue. Lagian gue nggak yakin dengan kekayaan yang lo punya lo mampu memenuhi kebutuhan gue. Bahkan untuk beli lipstik gue aja gue sangsi lo pada sanggup."Ejek Prilly dengan senyuman angkuhnya.
Tak lama kemudian pintu lift terbuka dengan langkah angkuh seperti biasa Prilly melangkahkan kakinya keluar namun sebelum benar-benar keluar dia berbalik menatap tajam pria-pria cabul itu dari balik kacamatanya.
"Pulang gih! Netek dulu sama ibu lo pada baru lo balik buat gangguin gue tapi gue kasih tahu selera gue tinggi minimal tunggangan lo Ferrari."Kata Prilly lalu berbalik meninggalkan sumpah serapah pria-pria yang mengatai dirinya sombong dan murahan.
Siapa perduli? Tidak ada. Karena hidup seorang Prilly tidak seberharga itu.
**
Ali hanya diam menebalkan telinganya mendengarkan ocehan Kakak semata wayangnya yang terus berbicara bahkan sejak masuk ke dalam mobilnya mulut Kanaya sudah bergerak terus menerus.
"Kak minum dulu takutnya dehidrasi kebanyakan gerak mulutnya."Sindir Ali sambil menyerahkan sebotol air mineral pada Kakaknya.
"Uuhh Adek Kakak sudah bisa bercanda juga ya. Uuhh gemesh deh."Kanaya menjawil dagu Adiknya sebelum menerima botol air mineral yang di sodorkan adiknya.
"Eh Dek kamu tau nggak. Hari ini bakal ada salah satu anak konglomerat yang akan berbelanja di toko Kakak. Katanya orangnya cantik terus udah lama banget dia tinggal diluar negari. Bule gitu nggak sih? Atau bla bla.."
Ali membiarkan Kakaknya terus mengoceh tentang putri konglomerat yang akan mendatangi butiknya yang ditanggapi tanpa minat oleh Ali.
Kanaya terus mencerocos sampai tiba-tiba gadis itu memekik heboh membuat Ali nyaris menyeruduk mobil di depannya.
"Oh my god.. Gue lupa hari ini Salsa artis heboh itu juga mau ke butik. Aduh! Gimana ini."Kanaya berteriak lalu heboh sendiri sedangkan Ali hanya menghela nafas melihat kehebohan Kanaya.
Jika di lihat kepribadian mereka Kanaya lebih cocok menjadi Adik dari pada Ali meskipun jarak usia mereka hanya satu tahun tapi kelakuan Kanaya benar-benar tidak mencerminkan dia seorang Kakak.
Dan Ali sudah kebal akan hal itu maka sejak kecil dia selalu memposisikan dirinya sebagai seorang Kakak untuk Kanaya.
"Tenanglah semua bisa ditangani asal kita bisa berfikir dengan tenang."Ali mulai memberi petuah layaknya seorang Kakak.
Setengah jam kemudian Ali sudah memberhentikan mobilnya di depan butik Kanaya.
"Nanti jemput Dek ya. Kakak nggak berani naik taksi."Ali mengangguk pelan.
"Selamat bekerja Adek kesayangan Kakak."Kanaya melemparkan diri ke dalam pelukan Ali. Dengan senang hati Ali memeluk Kakaknya bahkan tanpa risih dia melabuhkan satu kecupan di pelipis Kanaya.
Jika orang lain melihat mereka lebih terlihat seperti sepasang kekasih dari pada Kakak beradik.
"Masuk gih kerja! Jangan terlalu difikirkan cukup jalani dengan hati tenang."
Kanaya menganggukkan kepalanya. "Terimakasih Adeknya Kakak Naya."
Ali segera melajukan mobilnya meninggalkan butik Kanaya setelah Kanaya masuk ke dalam butiknya. Menjaga Kanaya adalah tugas wajib bagi Ali.
Ali tidak pernah diperintahkan oleh Papi atau Maminya untuk menjaga Kanaya karena rasa ingin melindungi itu timbul sendiri bahkan sejak usia Ali masih belia kala itu dan sikap menjaga itu berlanjut sampai sekarang.
Kanaya layaknya nadi bagi Ali jika Kanaya terluka maka Ali terlebih dahulu merasakan sakit. Kanaya hanya heboh di luar padahal hati gadis itu begitu lembut bahkan cenderung penakut. Makanya Ali benar-benar begitu protektif menjaga Kakaknya.
"Pak siang ini Bapak ada meeting dengan Sandoko Group."
Ali baru akan membuka jasnya saat sekretarisnya masuk memberitahu jadwalnya hari ini.
"Siapa yang datang kali ini?"Tanya datar seperti biasa.
"Pratama putra Bapak Haris Sandoko."
"Tolak!"
"Tapi Pak?"
"Tolak. Aku tidak mau bekerjasama dengan pria bodoh itu!"Kata Ali tanpa perasaan.
Rima sekertaris Ali mengangguk kaku dia benar-benar takut bahkan bulu dikeduknya seketika merinding mendapati pandangan tajam bos nya itu. Jika urusan mengintimidasi Ali ahlinya.
"Ba..baik Pak."Rima segera melesat keluar setelah mendapati anggukan dari Ali.
Ali baru akan membuka map berisi file perjanjian proyek barunya saat tiba-tiba ponselnya berbunyi.
My love Kanaya calling..
"Halo Dek! Gawat tas Kakak ketinggalan di mobil kamu."
Jika bukan Kanaya maka tanpa ragu Ali akan memakinya saat ini juga.
Menghela nafas Ali menjawab tenang. "Tunggu di sana aku akan mengantarnya."
"Sekarang Dek ya. Kakak perlu soalnya."
Jika Ali bukan pria kaku maka akan segera dia menjawab 'Kalau perlu kenapa tidak dijaga? Besok-besok sangkut saja tas itu dileher.'
Namun berhubung Ali pria kaku dengan patuh dia menjawab. "Iya Ali antar sekarang."
Benar-benar Adik yang baik.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta
RomanceTidak ada yang bisa merasakan bagaimana sakitnya seorang gadis kecil yang melihat kematian Ibunya setelah sang Ayah membawa selingkuhannya kerumah lalu setelah semua kesakitan yang dia rasakan sang Ayah tega membuang anaknya bertahun-tahun hanya kar...