Bab 12 - Pencerahan

115 12 7
                                    

Maya menatap V tak percaya.

Dia melangkah, berniat menghampiri V, tetapi pemuda itu segera mundur. V menjaga jarak, entah mengapa justru dia yang nampak takut terhadap Maya. Mengapa? Bukankah dia baru saja mengaku bahwa dirinya adalah monster? Lalu mengapa justru dia yang takut akan Maya?

Akhirnya, Maya menghembuskan napas berat.

"V," katanya. Pemuda itu sedikit tersentak—entah karena Maya memanggil namanya, atau karena dia tidak menyangka Maya akan bersuara sama sekali. "Aku sungguh tidak mengerti jalan pikiranmu."

V hanya menatapnya bingung.

Maya berkata lagi, "Daripada monster, kau lebih menyerupai seorang martir,"

Pemuda itu mengeluarkan tawa terkejut. "Martir? Kau pasti bercanda. Menyandingkan aku dengan orang suci?"

"Sama sekali tidak," Maya menatap V serius. "Tidak ada yang salah dari membunuh untuk makan. Pada hakikatnya, semua makhluk hidup berada dalam suatu rantai makanan, bukan? Ada yang memangsa dan ada yang dimangsa. Meskipun kejam, itu adalah bukti bahwa eksistensi setiap makhluk memiliki peran dalam menjaga keseimbangan alam. Bayangkan apabila tidak ada serigala di dunia ini. Populasi domba akan meningkat drastis. Apa akibatnya? Kebutuhan rumput untuk makanan mereka mungkin tidak akan tercukupi. Saat tidak ada lagi rumput tersisa, justru para dombalah yang akan punah nantinya.

"Kurasa, eksistensi vampir sepertimu pun memiliki maksud, V. Seandainya kau tidak ada di sini, rumor mengenai keangkeran hutan ini pun tidak akan ada. Kemudian bisa jadi hutan ini akan musnah akibat keserakahan para manusia yang hidup di sekitarnya."

V terperangah. "Kau lebih suka...aku membantai orang-orang...untuk melindungi hutan ini?"

Maya menghela napas.

"Bukan begitu. Aku ini juga manusia, mana mungkin aku mendukungmu untuk membunuhi mereka. Meskipun aku telah berkali-kali dikecewakan oleh sesama manusia, hingga pada tahap aku tidak dapat lagi mempercayai mereka, aku tidak ingin melihat mereka menderita, apalagi binasa. Tetapi sekarang kau tidak lagi bergantung pada darah manusia, bukan? Lalu mengapa kau masih melakukan ritual itu?"

"Karena aku masih membunuh, Maya," sahut V lirih. "Meskipun bukan lagi nyawa manusia yang kuambil, melainkan para hewan malang yang tinggal di hutan ini."

Maya berpikir sejenak.

"Apa kau merasa berdosa karena mengambil nyawa para hewan yang kita santap? Lalu bagaimana denganku? Apa itu berarti aku juga harus melakukan ritual penyucian?"

V tampak ketakutan. "Tidak, tidak, tentu saja tidak. Jangan lukai dirimu, Maya."

"Mengapa?" Maya melangkah, lega karena V tidak menjauh darinya kali ini. "Boleh jadi kau meminum darah hewan-hewan itu, tetapi aku yang menyantap daging mereka."

"Tetapi aku yang membunuh—"

"Omong kosong," tukas Maya. "Kau pun bukannya membunuh untuk senang-senang, kan? Kau terpaksa membunuh untuk bertahan hidup. Untuk kita bertahan hidup. Nyawa mereka seharusnya kita tanggung berdua."

V membisu, namun matanya tak lepas dari Maya. Maya menghentikan langkahnya tepat di hadapan V, lalu mendongak menatap pemuda itu.

"Jadi mengapa kau harus melakukan ritual itu, V?" tanya Maya. "Mengapa harus menebus dosa, padahal kau tidak bersalah? Kau berhak untuk hidup, sama seperti semua makhluk yang bernapas di hutan ini—tidak, di muka bumi ini. Lagipula, kau tidak memilih untuk menjadi vampir, bukan?"

Lelaki yang Merindukan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang