Bab 21 - Prasangka

69 9 0
                                    

Ketika Maya terbangun, V sudah tidak ada di sisinya.

Sekelilingnya gelap, namun cahaya lampu-lampu minyak di sudut ruangan membantu penglihatannya. Sepertinya dia berada di lantai dua. Segera dia teringat akan kejadian malam sebelumnya, di mana dia mencari-cari V di seluruh penjuru rumah namun tidak menemukannya. Tunggu. Jangan-jangan memang pemuda itu belum kembali sejak semalam. Adegan V pulang, dia menenangkannya, lalu bagaimana dia mengajak mereka pergi berdua saja—mungkin itu semua hanyalah mimpi. Kedengarannya memang terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Kembali dicekam ketakutan serupa, Maya mencoba memanggil nama pemuda itu perlahan.

"V...?"

Suara jernih pemuda itu menyahut dari salah satu ruangan di lantai tersebut. "Aku di sini, Maya."

Maya segera melangkah menuju ruangan tersebut. V ada di sana, mendongak dan tersenyum saat Maya masuk. Namun, ada satu orang lagi di sana.

"Saeyoung?" tanya Maya.

Pemuda berambut merah itu menyeringai. "Yo, Maya! Apa kabar?"

"Uh, baik... Apa yang kau lakukan di sini?"

Saeyoung melirik V sekilas sebelum menjawab, "Kami sedang menyusun rencana keberangkatan kalian. Ada beberapa hal yang harus kudiskusikan dengan V, dan semakin cepat semua ini selesai, semakin cepat kalian dapat berangkat."

"Kau tidak ikut?"

Saeyoung tampak salah tingkah. "Uhm... Tidak, tidak. Aku tidak mau mengganggu. Ini perjalanan bulan madu kalian, bukan?"

Maya mengerjap beberapa kali. Kemudian, panas merambat naik dari leher ke wajahnya.

"Saeyoung!" hardiknya, sementara pemuda itu sendiri tergelak. V juga kelihatan malu, namun pembawaannya tetap tenang, ditambah lagi wajahnya memang tidak dapat tersipu.

"Maaf," kata Saeyoung seraya mengusap air matanya. "Reaksimu sungguh menarik, Maya. Tapi barusan itu bukan sepenuhnya bercanda. Jika kalian memang ingin menjadikan perjalanan ini sebagai bulan madu, kita dapat menyelenggarakan pesta pernikahan sederhana sebelum kalian berangkat. Aku dapat mencarikan orang untuk memberkati kalian."

"Saeyoung, yang benar saja!" seru Maya sekali lagi. Dia melirik V meminta maaf. Pemuda itu membalasnya dengan senyum manis. "Kami belum memiliki rencana untuk menikah!"

"Belum? Berarti suatu hari nanti kalian akan menikah?" tanya Saeyoung seraya menaik-naikkan alisnya.

Berhubung Maya sudah terlalu dongkol untuk menjawab, V yang bersuara, "Saeyoung, sudahlah. Maya berhak memilih orang yang lebih baik untuk menjadi pendamping hidupnya. Lagipula, apa kau lupa?" V menyeringai jahil. "Aku ini kan terkutuk. Kalau kau membawa pendeta ke sini, bukannya memberkati pernikahan kami, jangan-jangan nanti aku malah dibasmi."

Lagi-lagi Saeyoung tergelak.

"Kau belum akan pulang kan, Saeyoung?" tanya Maya. "Aku akan membuatkan teh untukmu."

***

Maya sengaja menggunakan alasan 'membuat teh' untuk menyingkir sejenak. Dia tidak ingin merusak keceriaan mereka saat ini dengan raut wajahnya yang muram. Mengapa pula dia harus kelewat sensitif seperti ini? Hanya satu kalimat dari V sanggup membuat pikirannya kalut.

Maya berhak memilih orang yang lebih baik untuk menjadi pendamping hidupnya,

Bukankah itu kalimat penolakan secara halus?

Lelaki yang Merindukan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang