"Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Maya sedikit beringsut dalam pelukan V, diam-diam menempelkan lukanya ke kulit dingin pemuda itu, seperti pereda nyeri. Agak aneh rasanya berbaring di pelukan V, seperti didekap patung batu. Telinganya menempel ke dada V tapi tidak ada suara detak jantung di sana. Jemari V menyentuh lengan Maya perlahan, mengusap-usapnya lembut. Sejak Maya tersadar, V memperlakukannya dengan ekstra hati-hati, seolah-olah Maya adalah boneka porselen yang rapuh. Saat ini pun dia nyaris tak berani bernapas karena takut menyakiti Maya.
"Jauh lebih baik," kata Maya. "Seperti kata Vanderwood, lukaku sembuh jauh lebih cepat daripada seharusnya. Tiga atau empat hari ke depan barangkali telah hilang tanpa bekas. Luka ini bahkan tak dijahit! Mengapa kau tidak jual saja darahmu sebagai metode pengobatan alternatif? Aku yakin itu akan laku keras di pasaran."
V mendengus. "Lalu kemungkinan aku akan ditahan karena diduga memulai sekte sesat," sahutnya. "Manusia waras macam mana yang mau meminum darah dengan sukarela, hm?"
"Kau mau."
"Aku bukan manusia." V termenung sesaat. "Dan aku bukannya melakukan ini secara sukarela."
"Kau meremehkan tekad bertahan hidup manusia. Tidakkah kau tahu, seseorang yang terdampar di pulau terpencil sanggup memakan rekannya sendiri untuk bertahan hidup?"
V mengernyit jijik. "Ugh, tidak. Mari kita bahas hal lain saja."
"Baiklah," kata Maya seraya menahan senyum. "Rasanya ada sesuatu yang belum kau ceritakan padaku," Maya melirik pemuda itu, "Kim Jihyun?"
Sudut-sudut bibir V menekuk ke bawah.
"Sejujurnya aku agak kecewa karena kau mendengar itu dari Rika," katanya.
"Salahmu sendiri, mengapa kau tidak pernah memberitahuku sebelumnya?" sahut Maya.
"Uhm, karena aku...lupa?"
Maya sengaja menjauh dari V untuk memberinya tatapan skeptis. "Sungguh? Kau lupa namamu sendiri?"
"Yah, aku kan sudah tidak memakai nama itu selama puluhan tahun. Mendengarnya pun tidak. Lagipula..." V meringis, "nama itu membuatku merasa tua. Tidakkah nama 'V' terdengar lebih...canggih? Kau lihat sendiri mereka yang mengetahui nama itu usianya paling tidak sudah setengah abad. Aku ini sebaya dengan mereka, kau tahu?"
"Itu mengingatkanku...kau juga tidak pernah memberitahuku usiamu."
"Apa itu penting?"
"Mungkin tidak," kata Maya, "tetapi, menurutku kau terlalu senang bermain rahasia, V. Pada satu titik aku jadi merasa kau tidak cukup percaya padaku hingga tidak mau memberitahuku apa-apa."
"Bukan begitu..." kata V, sedih. "Hanya saja, sejak dulu aku terbiasa memendam rapat-rapat semua persoalan yang kuhadapi. Aku tidak ingin membebani orang lain dengan permasalahanku. Mungkin ini terdengar sombong, tapi aku ini cukup cerdas, Maya." Dia menyeringai. "Aku dapat memecahkan masalahku seorang diri. Setelah itu, baru aku menceritakannya, bukan lagi sebagai masalah yang tengah kuhadapi, melainkan sebuah pengalaman mengenai sesuatu yang telah kulalui. Dengan begitu, aku dapat bercerita tanpa membuat mereka khawatir.
"Itu sebabnya, ketika aku menghadapi masalah yang terlalu pelik untuk kuhadapi sendiri, aku tidak tahu harus berbuat apa. Saat menjalin hubungan dengan Rika, dan mendapati bahwa dia memiliki penyakit mental, aku justru menyembunyikan kenyataan itu dari orang-orang dan melindunginya. Saat dia mengubahku menjadi vampir, aku malah melarikan diri dari semua orang dan bersembunyi di mansion dalam hutan—meratap, berusaha menerima kenyataan bahwa hidupku sebagai manusia telah berakhir, lalu berjuang mati-matian agar aku tidak sepenuhnya berubah menjadi monster.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki yang Merindukan Matahari
FanficIni adalah kisah tentang seorang gadis yang terbuang, terkucilkan, tersisih, dan tersingkirkan seumur hidupnya, bahkan setelah itu pun mereka masih meminta kepadanya, satu-satunya yang dimilikinya, nyawanya. Kisah tentang seorang pemuda, yang telah...