Yoosung menandak-nandak sepanjang perjalanan menuju mansion.
Sungguh sebuah kabar yang menggembirakan!
Sudah bukan rahasia di kalangan mereka bahwa Saeyoung memiliki seorang adik kembar yang tengah koma. Itu sebabnya pemuda itu lebih sering menolak berkumpul bersama-sama dengan mereka, jika tidak terlalu penting. Tetapi berhubung dia adalah seorang jenius, tentu dia memiliki cara untuk tetap terhubung tanpa perlu hadir secara fisik. Entah bagaimana, dia justru menjadi yang paling cerewet di antara mereka karena tidak henti-hentinya mengirimkan pesan sepele setiap hari.
Meskipun begitu, ada sesuatu yang mengganjal hatinya.
Zen.
Sebelum berangkat tadi, Zen mengiriminya pesan, nyaris sambil berteriak-teriak, menyuruh Yoosung dan Saeyoung untuk sesegera mungkin pergi ke tempat V. Aneh. Biasanya Zen dapat mengendalikan emosinya dengan baik, tidak seperti Saeyoung atau dirinya yang lebih berapi-api. Wajar, selain karena pekerjaannya sebagai aktor, usianya tahun ini mungkin menginjak kepala empat, jauh lebih tua daripada kelihatannya (namun dia jelas melupakan soal itu setiap kali bertengkar dengan Jumin). Tidak banyak yang dapat membuatnya panik...seperti pagi ini.
"Yoosung!" Zen menjerit melalui komunikator ciptaan Saeyoung, otomatis membuat telinga Yoosung berdenging. "Kau harus pergi ke tempat kak V dan Maya, sekarang juga! Bawa Saeyoung bersamamu. Segera berangkat sekarang! Akan sangat fatal akibatnya jika kalian terlambat sedikit saja."
Yoosung bergidik, lalu mempercepat langkahnya.
Zen memang memiliki suatu bakat untuk mengintip masa depan melalui mimpi. Sekali waktu dia pernah menyuruh Jumin mengambil jalan mengitari gunung ketika pulang dari perjalanan bisnisnya. Jumin jelas tidak mau, menggerutu betapa tidak efektifnya perjalanan itu dan bagaimana ongkos perjalanan mereka akan naik berkali-kali lipat. Namun, entah bagaimana Jaehee, yang waktu itu ikut mendampingi Jumin, dapat membujuk pemuda itu untuk menuruti perintah Zen. Beberapa hari kemudian, setelah Jumin tiba dengan selamat di desa utara, baru mereka mendengar kabar bagaimana jalan setapak di gunung terkena longsor dan menewaskan semua yang melintasinya.
Seandainya dia memberitahu soal ini kepada Saeyoung, mungkin pemuda itu akan segera berangkat bersama dia. Sejujurnya, dia sama sekali lupa. Dia terlalu gembira mendengar bahwa adik kembar Saeyoung sudah siuman dan serta-merta melupakan segala hal lainnya. Ugh, payah sekali. Betapa mudahnya dia teralihkan. Pantas saja semua orang memperlakukannya seperti anak kecil—
Yoosung membeku.
Terdengar suara-suara lain di hutan yang biasanya sepi ini. Apa ada orang lain di sini? Didorong insting, dia merunduk ke balik sebuah batang pohon yang cukup tebal untuk menyembunyikan tubuhnya.
Aneh, hutan ini tidak biasanya dikunjungi orang. Selain dia dan kawan-kawannya yang mengetahui keberadaan V dan Maya, tentunya. Yoosung memutuskan untuk mengamati.
Beberapa saat kemudian, sosok tersebut muncul. Bukan hanya seorang rupanya, melainkan beberapa. Wajah-wajahnya asing, tidak mungkin mereka dari desa utara. Berarti...apakah mereka warga desa selatan? Akibat rumor yang beredar di sana, reputasi hutan ini justru lebih mengerikan di desa selatan. Jangankan masuk kemari, mendekatinya saja mereka tidak mau.
Semakin mereka mendekat, Yoosung melihat bagaimana wajah-wajah itu tampak garang. Hanya beberapa yang masih tampak ketakutan, namun sebisa mungkin berusaha menutupinya. Hampir semuanya laki-laki. Yoosung tidak akan heran jika mereka membawa garu, obor, dan tombak. Gerombolan ini tampak seperti ingin menghabisi binatang buas yang mengobrak-abrik desa mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki yang Merindukan Matahari
FanfictionIni adalah kisah tentang seorang gadis yang terbuang, terkucilkan, tersisih, dan tersingkirkan seumur hidupnya, bahkan setelah itu pun mereka masih meminta kepadanya, satu-satunya yang dimilikinya, nyawanya. Kisah tentang seorang pemuda, yang telah...