Dingin, Seperti Batu Es~

4.4K 414 29
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

💐💐

"Bersikap lemah lembutlah kalian kepada para wanita. Mereka hanya hamba lemah yang butuh dibimbing dan di sayangi. Kebahagiaan seorang wanita itu terletak dari perlakuan orang yang dia sayang, bukan harta berlimpah yang jauh dari Tuhan."
Indahnursf~

💐💐

"Mana coba saya lihat, memangnya apa yang menjadi kesulitan kamu untuk revisi, dan apa yang sudah di keluhkan oleh pembimbingmu, Sya?" tanya Zaid saat mengingat kejadian tadi pagi tentang istrinya yang kena marah dosen pembimbing yang tak lain adalah teman kerjanya.

"Ini, Pak. Lihat nih, kan judul sudah di acc terus bab satu juga udah oke , nah pas bab kedua sama ketiga kok malah di persulit, sih! Kan mempersulit orang lain itu tidak boleh," cerocos Asya meminta pembelaan.

Lelaki itu menyunggingkan senyumnya, dia geli mendengar penuturan sang istri, "Coba saya cek dulu, kamu jangan menyalahkan orang lain, yang harus diperbaiki itu kamu, bukan pembimbingnya, seorang pembimbing itu tugasnya membimbing, seperti saya yang bertugas membimbing kamu," tegur Zaid.

Asya memonyongkan bibirnya kesal, kenapa Zaid semenyebalkan itu?! Asya pikir, setelah status mereka berubah menjadi 'suami istri', maka sikap Zaid yang sok profesional itu bisa berubah, tapi ternyata Asya salah besar. Asya kira Zaid akan membela dirinya dan menegur dosen pembimbing Asya, tapi ternyata lagi-lagi Asya salah.

Ah, sudahlah! Asya semakin kesal jika melihat Zaid.

"Udah, ah. Saya mau tidur aja, ngantuk. Kirain bakal di bantuin revisi dan bakal di belain, tapi ternyata malah diomelin kek ibu-ibu yang suka omelin anaknya," sindir Asya, dia berdiri dari kursi belajar.

"Kalau kamu salah, apakah saya harus tetap membelamu?" tanya Zaid.

"Ya enggaklah. Kan salah harus tetap salah. Tapi kan, Pak Zaid,... Saya enggak salah. Saya sudah menuruti semua yang diarahkan oleh si pembimbing untuk merevisi bagian-bagian yang menurutnya salah. Saya sudah lakukan itu, tetapi, kenapa malah saya dibentak bahkan dibilang saya tidak ada progress. Lah, bisa sampe bab dua otewe bab tiga ini apa kalau bukan progress?! Saya dibilangin males baca, lah saya dengan dia beda. Dia hobi baca buku kek kitab yang bikin pusing, kalau saya hobi baca novel. Harus dimaklumi itu, jangan main hakim sendiri," cerocos Asya semakin jadi.

Zaid tersenyum, Asya benar-benar membuatnya jatuh cinta. Dengan tingkah polos Asya membuat Zaid semakin semangat untuk bisa berjuang membina rumah tangga mereka menjadi rumah tangga yang di ridhoi Allah dan dijaga oleh malaikat-malaikat Allah.

Biarkan saja. Semua butuh proses. Zaid ingin berproses dan menikmati semua skenario Allah.

"Tidak boleh suuzon sama orang lain, apalagi sama orang yang berniat baik sama kamu. Kesal boleh, tetapi harus dikontrol. Jangan sampai setan semakin senang mengganggu dan menggodamu karena sikapmu yang terbujuk rayuan setan. Bijaklah, Sya. Jika kamu mendapati kesalahan atas apa yang sudah kamu perjuangkan, maka salahkan dirimu dulu sebelum menyalahkan orang lain. Berburuk sangka itu temannya setan. Saya tidak ingin istri saya berburuk sangka terhadap orang lain, lagian, Allah menguji kamu saat ini karena kamu mampu. Percaya itu, semua yang kamu rasa berat, pada akhirnya akan kamu lalui juga," penjelasan Zaid membungkam Asya. Namun, karena sifat Asya yang masih kekanakan itu kembali menjawab dan mencari argumen terbaik agar dia tidak disalahkan.

"Yaudah, cari aja istri lain yang kriteria Bapak. Ngapain nikahin saya kalau enggak suka sama sifat saya," protes Asya kesal.

Bisa-bisanya Zaid mengatai dia seperti itu. Kesal Asya dalam hati.

Di Penghujung Doa Cinta {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang