Yaa Albi Nadak~

4.2K 358 6
                                    

-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-

💐💐

"Membangun rumah tangga sakinah itu kuncinya beriman. Jika seseorang beriman, maka dengan mudah cinta kasih itu menyatuh dalam romansa cinta yang diridhoi Illahi."
Indahnursf~

💐💐

Saat kendaraan beroda dua itu berhenti, Asya langsung melompat turun begitu saja. Dia sangat antusias saat diajak keluar oleh Zaid.

"Ini Pak helmnya," Asya menyerahkan helm yang dia pakai pada Zaid, Asya tak berhenti menatap tempat yang ada di depannya, sementara Zaid terus menatap wajah Asya.

"Makasih Neng, mana bayarannya?"

Asya menoleh mendengar ucapan Zaid, "Ih, apaan sih, Pak." protes Asya.

Zaid tertawa mendengar protesan itu, "Lah, kamu nyerahain helm ke saya seraya bilang 'Pak' saya serasa tukang ojek, lho." Kali ini Zaid yang protes.

Asya mengerucutkan bibirnya mendengar protesan Zaid, "Ya kan memang saya panggilnya Bapak, terus mau di panggil apa biar enggak kek tukang ojek? Panggil Mas, Aak, Kakak, Ayang, Beb, Say... Gitu? Ogah ah, geli." Asya bergidik ngeri. Padahal yang barusan mengucapkan itu dirinya sendiri.

Kali ini Zaid berhasil tertawa lepas mendengar protesan dari Asya. Benar-benar lucu. Itulah yang terlintas di pikiran Zaid.

"Panggil mas aja, ya. Jangan bapak, saya serasa tua dan saya jadi minder jalan sama kamu," ucap Zaid jujur.

"Ya kali, Pak, kan memang faktanya sudah tua. Sadar diri aja kali," Asya berkata spontan.

Hening.

Keduanya dalam keheningan di parkiran motor. Asya mengedipkan matanya berulanh kali, apa suaminya saat ini tersinggung dengan perkataannya? Apa Asya terlalu berlebihan? Entah, tiba-tiba Asya merasa bersalah.

"Salah ya? Maaf Mas," ucap Asya tulus. Asya menggigit bibirnya menghilangkan rasa gugup.

"Ayo masuk, kita makan." Zaid berjalan lebih dulu dari Asya, sementara Asya mengikuti langkah Zaid.

Perasaan Asya menjadi tidak enak.

"Nasi ayam bakar satu sama jeruk panas satu," ucap Zaid pada pramuniaga makanan.

"Kamu mau makan apa, Sya?" tanya Zaid datar.

Asya menundukkan kepala, "Samain aja," jawabnya pelan.

Setelah itu, tidak ada lagi percakapan diantara keduanya. Zaid memilih bungkam, sementara Asya bingung harus berkata apa.

"Setelah ini mau main apa?" tanya Zaid menoleh sekilas ke arah Asya.

Asya berpikir sejenak, "Bapak marah sama saya? Maaf, maksudnya Mas," ucap Asya kikuk. Dia salah tingkah sendiri, di satu sisi dia juga merasa bersalah.

"Maaf untuk?" tanya balik Zaid.

Asya kembali menunduk, entah kenapa Asya tidak berani menatap iris mata Zaid, padahal pandangan mereka pun tidak berdosa.

Menurut Asya, iris mata Zaid itu tajam banget. Kek silet. Ralat, mungkin lebih tajam daripada silet.

"Bapak jangan natap saya begitu, saya takut." Asya berkata jujur.

Zaid tertawa, kemudian dia menggenggam tangan Asya, "Kenapa takut? Saya tidak akan pernah menyakiti kamu," Zaid mengelus tangan Asya yang gemetar.

"Maafin Asya ya Pak, Asya suka nyakitin hati Bapak. Dan,... Asya juga belum bisa jadi istri yang berbakti dan istri yang baik untuk suaminya, Asya masih banyak banget kurangnya sedangkan--"

Di Penghujung Doa Cinta {Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang