-Awali dengan Bismillah dan akhiri dengan Alhamdulillah-
💐💐
"Dendam tidak akan menjadi solusi, tidak akan memberi jalan keluar, malah semakin memperkeruh keadaan. Ikhlaskan, yang memang ditakdirkan menjadi milikmu, tidak akan pernah Allah jadikan milik orang lain."
Indahnursf~💐💐
Ketukan jari menari di atas meja berbentuk segi empat, seseorang sedang menatap tajam ke arah perempuan yang kini sedang menangis. Ada kekesalan dalam diri lelaki itu saat melihat sang kakak sudah sakit sejak seminggu yang lalu.
Dia memang tidak pernah akur dengan kakak tirinya itu, namun disisi lain dia sangat mencintai sosok perempuan yang berbeda setahun darinya. Sosok perempuan itu juga menyayanginya walau terkadang sikap cuek yang mereka tampilkan.
"Loh sudah makan?" tanya Rana saat melihat adiknya menatap tajam ke satu arah. Rana tahu, adiknya sedang ada masalah karena Rana melihat sendiri waktu itu Rafli menangis sendirian di kamarnya, karena tidak ingin ikut campur akhirnya Rana tidak bertanya apa pun pada Rafli.
"Kenyang," jawabnya singkat. Rana mengembuskan napasnya gusar. Rasanya Rana ingin bercerita pada Rafli, mengeluarkan semua sesaknya yang berminggu-minggu ini menjadi beban dalam hidupnya.
"Loh kenapa sih Kak? Pake sakit segala, ngerepotin!" tukasnya kesal. Namun jauh dari itu ada rasa iba yang tidak bisa dia tunjukkan.
Rana menarik napas panjang, iya, dia memang selalu merepotkan banyak orang. Menyusahkan! Lihat saja, bahkan orang yang dia cintai pun tidak ada lagi dalam hidupnya, Zaid sudah bahagia bersama istrinya yang menurut Rana lebih baik dirinya daripada perempuan itu.
"Gue bodoh, Fi." Lirih Rana. Alis Rafli bertaut menandakan dia sedang bingung.
"Baru sadar," protesnya kesal.
Rana mengerucutkan bibirnya geram, "Loh bisa enggak sih sehari aja enggak usah bikin urat leher gue kenceng. Gue mau cerita sama loh, kita damai. Kita ini sodaraan, enggak baik begini terus. Gue tahu, gue sering ngerepotin papa," jelas Rana. Akhirnya Rafli hanya bisa mengembuskan napas panjang.
"Sori, gue memang bukan adik yang baik buat loh," ucap Rafli meminta maaf.
"Memang. Makanya nurut sama kakak loh biar enggak kualat," tukasnya geram.
"Loh kenapa? Cerita sama gue?!" Tegasnya.
Rana membuang pandangannya membelakangi Rafli. Mungkin inilah saatnya dia harus bercerita pada Rafli, hanya Rafli teman setia yang Rana punya walau mereka jarang bertegur sapa setiap bertemu. Rana memiliki sifat keras kepala dan egois, begitu juga dengan Rafli. Keduanya terkadang terlihat asing walau sesekali masih saling peduli dengan cara tidak langsung. Rafli tahu, bagaimanapun juga Rana perempuan dan tanggung jawab yang harus dia jaga.
"Gue kehilangan cinta gue, Fi. Hiks," isak tangis Rana berhasil lolos.
Rafli berdecak geram, "Yaelah, lebay loh, Kak. Hanya karena lelaki loh sampe rela hampir mati kek gini? Bego loh, statusnya sekolah sampe S-2 otak tapi kek anak SD," semprot Rafli geram.
Rana memukul Rafli kesal, belum selesai dia cerita sudah di cerca duluan. "Bisa ga dengerin gue dulu? Loh enggak akan pernah ngerti perasaan gue karena loh belum pernah jatuh cinta. Hidup loh itu datar, kek jalan tol." Rana memalingkan pandangannya, kesal sekali rasanya di bilang bodoh oleh adiknya.
"Sok tahu loh, Kak. Kenal gue aja enggak!" tegasnya. "Terus? Loh patah hati di selingkuhin? Alahhh, basi udah ga jaman, bego!" Protes Rafli kesal.
"Gue di tinggal nikah Fi, ditinggal nikah tanpa kepastian, hiks," lirih Rana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Penghujung Doa Cinta {Terbit}
EspiritualKehidupan rumah tangga dalam balutan kebahagiaan adalah idaman semua orang. Namun, apakah semua orang mampu menjalani ujian dalam rumah tangga? Seperti Zaid dan Asya yang kini rumah tangga mereka di goyangkan dengan ujian, yaitu, kehilangan. Apa yan...