Hujan. Suatu fenomena alam yang amat merugikan banyak orang. Tidak terkecuali Ana. Ia merutuki hujan yang kini datang disaat yang tidak tepat. Ia tidak apa jika ada hujan, tapi yg paling ia benci itu kilatan petirnya.
"Sial!"
Tak henti hentinya ia mengumpat kata sial sedari tadi. Dion sudah pulang, katanya diajak ibunya arisan. Mamah nya lagi bisnis. Supirnya pulang kampung.
Terus, dengan siapa ia akan pulang hari ini? Nanda? Sudah pulang kok, dengan Ditri. Ia hanya bisa mengumpat sambil menunggu hujan reda di luar pagar sekolah.
Bajunya sudah basah. Sebenarnya dia bisa memesan ojol. Sayang, handphone nya lowbat. Dan ia kapok dimarahi supir waktu itu.
"Anjing! Gimana gue pulang?! Sial bener sat!"
Apalah daya, ia akhirnya memutuskan berjalan kaki saja seorang diri di tengah gelapnya awan. Padahal baru pukul empat sore, tapi kendaraan sedikit yg berlalu lalang. Mungkin karna hujan.
Ana menghela napasnya lalu lanjut berjalan kaki. Ia sudah tak peduli lagi. Mau basah, ataupun tidak. Ya tetap bakal basah. Kan ia tak bawa payung, bagaimana sih?
Ia hanya bermodal jaket. Di tengah perjalanan, ia melihat seseorang yang tidak asing menurutnya. Begitu orang itu melangkah masuk menuju toko bersama dua perempuan, barulah terlihat wajah orang itu.
Mata Ana perlahan memerah, sekelebat ingatan sembilan tahun yang lalu melintas dipikirannya. Ana meneteskan liquid bening itu.
Ia ingat, dimana seorang itu mengacuhkan, mengabaikan, bahkan memarahinya hanya karna wanita lain dan seorang anak kecil yang seumuran dengannya.
"Ana! Jangan menyentuh Keyla!"
Keyla
Nama anak kecil itu yang membuat semuanya hancur.
"Sudah aku bilang! Aku ingin menceraikan dirimu!"
Ingatan pertengkaran yang ia benci itu datang kembali, memaksa Ana untuk mengingat semuanya.
Ana menghapus air matanya kasar, hendak menghampiri orang yang ia anggap pahlawan nya dulu. Tapi terhenti, ketika melihat orang itu memeluk seorang wanita paruh baya, dan anak yang seumuran dengan dirinya saat keluar dari toko tersebut.
'Itu, keyla?'
FlashbackOn
Dengan lincah, anak itu meliuk liukan badannya. Ia terlihat sudah terlatih. Terbukti dari penampilannya sekarang ini.Semua orang terkagum kagum dengan anak berumur 8 tahun itu. Setelah penampilannya selesai. Dilanjutkan dengan penampilan peserta yang lain.
Anak kecil yang tadi, harus menunggu di belakang panggung. Tidak diperbolehkan untuk keluar dari sana.
Sambil menunggu, anak itu memejamkan matanya 'papah sudah datang tidak, ya?' pikir anak itu.
Kemudian anak itu tersenyum manis ketika MC sudah mengumumkan pengumuman kejuaraan lomba dance ini.
Ia tambah terlihat senang ketika nama nya di panggil untuk menuju ke atas panggung. Suara riuh tepuk tangan mulai memenuhi acara tersebut.
"Selamat untuk Ana! Penampilan kamu tadi sangat keren! Kakak suka! Begitu juga teman teman, betul tidak?" Ucap MC penuh dengan semangat
Semua penonton kompak menepuk tangannya lagi. Ana melihat lihat dimana keberadaan keluarga nya. Oh, itu dia disana!
Lengkap. Ada Mamah Fasya, Bunda Cila, Ibu Varo, Ayah Varo, Varo, Nanda, dan-- "papah?" Lirih Ana ketika menyadari tidak ada keberadaan sang ayah.