7. Petunjuk

1.9K 47 5
                                    

Aku kembali mencerna semua informasi yang baru kudapatkan malam ini. Kecurigaan mereka menyudutkan bahwa ada sesuatu yang lain pada sosok Dani.

Tidak. Tidak mungkin. Dani yang kukenal sejak 2016 tidak seperti itu. Dia lelaki yang baik, penuh ide kreatif, suka solat di masjid walaupun selalu masbuk, tapi... aku tidak pernah mendengarnya mengaji.

***

2 hari yang lalu.

Malam itu, hatiku berdegup cukup kencang tapi kututupi dengan sikap setenang mungkin. Aku seperti di sidang oleh Firman, Opik, Sadewa, Siska, dan Eman. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi aku sudah meminta ijin kepada kedua orangtuaku bahwa aku akan pulang agak malam.

"Jadi apa yang mau kalian ceritakan tentang Dani?"

Eman membenarkan posisi duduknya. Terlihat cukup was-was saat dirinya menggigit bibirnya sambil membereskan posisi kacamatanya yang sudah rapi. 

"Apapun yang aku bilang, aku harap akan jadi pertimbanganmu untuk memilih Dani sebagai pendamping hidupmu ya, Zaf," katanya memastikan.

Aku manggut-manggut menyetujui.

"Kamu ingat, nggak, saat Abang ke Bandung?" tanya Opik. Aku mengangguk ingat. "Di saat itu, Dani-lah yang menjemput Abang di bandara, tanpa sepengetahuan kita."

Aku mengernyit kening, terkejut. Kok bisa?

"Kami kan punya grup kecil juga dimana di sana ada Dani dan Abang, tapi Abang nggak ngasih tahu jam kedatangannya jam berapa. Terus tiba-tiba kami cuma tahu Abang dijemput oleh Dani di bandara dan kita ketemuan di PVJ kan..."

Aku mengangguk mengikuti alur yang dibicarakan Opik. Momen itu masih teringat jelas di benakku.

"Sejujurnya di sana kami sempat bingung dan bertanya-tanya 'kok bisa Dani yang menjemput Abang?'. Karena kalo dilihat ke belakang, Dani dekat dengan Abang kan sejak makrab itu sedangkan dengan kami jauh sebelum itu. Biasanya Abang kalo ke Bandung, pasti menghubungi aku atau Eman yang memang dekat dengan Abang. Tapi ini kok Dani?" tutur Opik menjelaskan.

"Saat di PVJ pun, Dani kan pulang duluan karena katanya rumahnya sedang dibangun jadi dia harus bantu-bantu di sana. Setelahnya kita ke Taman Film, kan? Nah, selama perjalanan ke Taman Film, aku banyak ngobrol sama Abang. Kukira di Bandung dia akan menginap di tempatku atau Opik atau teman KS+I Bandung yang lain, ternyata nggak..." ujar Eman melanjutkan penjelasan Opik.

"Terus dimana?" tanyaku.

Eman melirik kepada yang lain, lalu menatapku. "Nah, ini yang masih jadi pertanyaan sampai sekarang. Waktu itu, Abang bilang akan menginap di temannya di daerah Bandung Utara. Kutawarkan anterin dia sampai tempat dong, tapi dia nggak mau. Katanya drop dia aja di Alfamart Terminal Ledeng, nanti dari sana temannya itu menjemputnya."

"Terus kamu ketemu sama temannya?"

Eman menggelengkan kepala. "Aku, tuh, pengen banget nemenin Abang di Alfamart itu sampai temannya datang. Tapi Abang keukeuh nyuruh aku pulang duluan karena memang udah malam juga. Alasannya karena rumahku jauh dari Alfamart itu, jadi aku nggak dibolehin Abang sampai di rumah terlalu larut. Ya udah deh, aku tinggalin Abang di situ."

"Aku agak khawatir kan Abang gimana di sana sendirian, barangkali temannya lama nggak jemput-jemput. Baru lima menit aku jalan tinggalin Abang, aku balik lagi tuh mau tahu dengan siapa Abang menginap. Pokoknya aku bakal nemenin Abang sampai Abang ketemu sama temannya itu," lanjut Eman.

"Saat aku ke Alfamart itu lagi, Abang udah nggak ada."

Aku mengernyit kening. "Secepat itu?"

"Sebenarnya kita nggak boleh berprasangka atau curiga kan, ya.. Aku tahu itu, tapi feeling-ku kuat banget bahwa Abang menginap di tempat Dani."

Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang