4. Ujian Perasaan

2.7K 62 12
                                    

Satu pekan setelah hari pernikahan, aku dan suamiku membuat kesepakatan untuk bergantian menginap di rumah orangtua kami. Seminggu di rumah mertuaku, seminggu kemudian di kediaman orangtuaku.

Hari pertama aku menginjakkan kaki di rumah mertuaku, seperti di rumah sendiri. Aku sudah menganggap kedua orangtuanya dan kedua adiknya seperti keluargaku sendiri. Mereka sangat hangat menyambutku di sana sebagai anggota keluarga baru. Terutama ayah mertua yang sangat menjamu dengan baik.

Ibu mertuaku? Sungguh baik sekali. Aku sangat bersyukur memiliki ibu mertua yang sangat memahamiku. Beliau sangat pandai memasak, tapi tidak pernah meremehkanku yang kurang pandai dalam bidang itu.

Mamaku adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan Ibu adalah pengajar SD sekaligus ibu rumah tangga. Kata Dani, aku mendapatkan nilai plus dari keluarga besar ibu karena jenjang pendidikanku. Menurut mereka, aku adalah wanita yang paham bahwa pendidikan itu penting dalam kehidupan. Maka dari itu sebelum menikah, peranku sebagai calon istri Dani sangat penting untuk memotivasinya segera meraih gelar sarjana.

Jika orang lain mengalami kesulitan saat beradaptasi dengan mertua mereka, aku bersyukur aku tidak mengalami hal itu. Pernikahanku sangat sempurna. Aku menikah dengan pria pilihanku, keluarga mertua yang sangat menyayangiku, dan teman-teman yang turut bahagia.

Katanya, tahun pertama dalam pernikahan adalah ujian terberat. Aku belum tahu ujianku datangnya darimana. Namun yang kuyakini, setiap ujian pasti bisa dilalui asal kita mau menghadapinya.

***

Setiap pagi, aku berbagi tugas dengan ibu. Mulai dari menyapu, mengepel, hingga menjadi asistennya di dapur. Kami sarapan bersama sebelum semua penghuni rumah mengerjakan aktivitasnya masing-masing. Caca, adik bungsu Dani, masih duduk di bangku SMA kelas satu dan ayah selalu mengantarnya setiap pagi karena sejalan juga menuju perkebunannya. Beliau pemilik perkebunan sayur yang letaknya tak jauh dari sekolah si bungsu.

Karena masih proses adaptasi, aku selalu bertanya kepada Dani pakaian apa yang akan dipakainya agar kusetrika. Setelah rapi dan selesai mandi, kami pun bergegas berangkat ke kantor masing-masing.

Sekitar 15 menit dari rumah mertua, aku dibonceng Dani hingga tiba di kantornya. Setelahnya, aku melanjutkan perjalanan menuju kantorku yang terletak di kawasan Gatot Subroto dengan motor Dani yang kubawa.

Memakan waktu hampir satu jam perjalanan.

***

Sesuai dengan kesepakatan, kami akhirnya menginap di rumahku. Lengkap sudah kebahagiaanku. Di sana ada keluarga, hewan peliharaan, dan juga suamiku.

Namun ada 'ketidakbetahan' yang kulihat pada sikap Dani saat tinggal di sini.

"Assalaamu'alaikum..."

Aku berlari kecil keluar kamar saat mendengar kedua orangtuaku membuka pintu rumah. Menyambut mereka yang baru tiba dari acara keluarga di Kuningan.

"Wa'alaaikumussalaam. Wah, bawa oleh-oleh! Asik!"

"Iya, nih. Sayang banget kalian nggak bisa ikut. Padahal keluarga pengen kenal sama pengantin baru," kata papa sambil menaruh sebuah kardus berisi oleh-oleh di atas meja. "Dan, ini ada oleh-oleh!" seru papa sambil berlalu melewati kamarku menuju kamarnya.

"Dani kemana?" tanya mama yang masih tetap bersamaku.

Aku menunjuk ke kamarku dengan isyarat tatapan. "Sudah tidur, Ma."

Mama manggut-manggut. Aku tahu mama sangat berharap menantunya juga ikut menyambut kedatangan mereka. Terlihat ada sedikit rasa kecewa dari responnya. Namun apa daya, mungkin Dani kelelahan karena belum terbiasa pulang-pergi bekerja dari rumahku ke kantornya.

Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang