13. Our Other Chats (last part)

1.5K 39 13
                                    

Genks, simak dulu di judul 11. Our Other Chats (first part) yaaa sebelum simak ini. Thank you.. Happy reading!

***

Ingatanku kembali kepada hari dimana aku berkunjung ke rumah Kang Alfa. Aku tidak tahu mengapa aku masih bisa bertahan dengan Dani, padahal Kang Alfa telah memutuskan tidak merekomendasikannya padaku. Aku tidak tahu mengapa aku masih bersikeras berargumen dengannya di malam hari ini.

Mungkin aku terlanjur mencintainya. Bucin? Oh no!

Aku hanya mengikuti apa kata hatiku saja, mungkin.

Kulirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku sudah mulai mengantuk, tapi kucoba untuk bertahan demi meluruskan apa yang perlu diketahui oleh Dani.

Aku kembali mengetik pesanku padanya.

[23:13, 8/31/2018] Zafina: Terus ada beberapa orang yang laporan ke aku: 'Dani susah dihubungin ya? Kok chat aku ga dibalas padahal dia online.' Aku jawab aja: 'Tunggu aja, nanti juga dibalas.' Kalo aku pribadi, balas chat itu termasuk fast respond karena aku gamau ketika aku di posisi orang tersebut malah slow respond atau parahnya ga dibalas. Mungkin kitanya lupa atau sibuk, tapi balik lagi ke menempatkan posisi kita di mereka yang 'oh iya mereka mungkin butuh, jadi aku balas deh.' gitu... (aku kadang gemes pengen kunyel-kunyel kamu kalo kamu online tapi ga balas chat aku padahal itu penting menurutku, wkwk). Aku ngeri soalnya kalo misalnya mereka nyeletuk kata-kata yang ga baik dan ternyata jadi doa. Jadi aku usahain fast respond balasnya DAN transparansi ngasih tahu situasi kita gimana.

[23:15, 8/31/2018] Zafina: Sebenarnya ga jelek-jelek amat kok mengikuti apa yang kita mau, itu kan salah satu upaya kita untuk bahagia, ikhtiar kita untuk memaksimalkan sisa usia yang kita punya. Cumaaa keberkahan dari ortu jadi kuncinya. Apalagi kamu mah sebelum dan setelah nikah, keberkahan memang masih di tangan ortu terutama ibu. Cumaaaa keberkahan itu bisa kita raih salah satunya dengan ngomong baik-baik ke ortu. Ortu maunya X, anak maunya Y, kan bisa negosiasi yang akhirnya bisa jadi X atau Y atau bahkan Z. Aku gitu soalnya. Cuma yang aku perhatikan selama aku ke rumah kamu, kamu ngobrol sama ayah, sama Caca, dll, gaya kamu berbicara itu mungkin bisa direndahkan lagi volume suaranya alias jangan terkesan ngotot, apalagi ke ayah. Jadi mungkin lebih dikontrol lagi gimana saat orangtua jadi orangtua kita, ortu jadi teman, dsb. Gitu sih menurutku...

[23:16, 8/31/2018] Zafina: Sekarang semua yang jadi pikiran kamu jadikan pembelajaran aja, dan ada hikmahnya loh yang aku lihat dari kasat mata aku: kamu jadi memiliki orang-orang yang benar-benar peduli sama kamu, yang benar-benar sayang sama kamu. Kalo aku prinsipnya gini: Lebih baik aku punya followers/temen yang sedikit tapi mereka memahami aku, daripada punya banyak followers/temen tapi mereka ga paham aku. Maksimalkan kualitas yang baik dan semampunya kita. Toh kalo kita gitu, nanti kuantitas itu ngikut sendiri. Itu sih kalo menurut aku...

[23:19, 8/31/2018] Zafina: Aku yakin kamu pengen banget bahagia, pengen banget diangkat beban ujian kamu. Tapi pernah mikir ga, Allah ngasih kita kesenangan kebahagiaan tanpa masalah, apakah kita makin kenal Allah? Makin dekat sama Allah? Atau apakah kita bakal 'dikit-dikit mengadu' ke Allah? Selama ini juga aku muhasabah banget soal itu.

Kalo boleh aku jujur, aku bisa aja left dari kamu loh dengan situasi kamu yang kamu bikin rumit sendiri hingga jadi begini. Tapi aku sayang sama kamu, aku juga sayang sama keluargamu. Dan yang terutama adalah aku jadi leeeeeeeebih dekat dengan Allah selama aku mengikhtiarkan kamu dibanding saat aku sama Ihsan. Jujur aku merasa seperti itu. Aku ga mendapatkan itu saat aku sama Ihsan, Damar (mantanku setelah Ihsan), even Opik yang cuma sekilas datangnya.

Hehe.. Itu aja sih dari aku.

[23:22, 8/31/2018] Hamdani: Aku coba respon ya.

Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang