Akhir Juni 2018.
"Assalaamu'alaaikum, calon makmumku!"
Aku terkejut saat menemukan Dani tepat duduk di hadapanku. Perlahan kututup laptopku dan tersenyum kaku padanya.
"Wa'alaaikumussalaam warohmatulloh, calon imamku," jawabku gugup.
Dani sudah tiba di Bandung beberapa hari yang lalu. Kabarnya ia demam karena jetlag dan baru bisa menemuiku seminggu kemudian. Hari ini adalah pertemuan pertama kami secara langsung setelah ia mengungkapkan keinginannya untuk menjadikanku sebagai calon istrinya.
Setelah aku memutuskan untuk melepaskan Opik, pada akhirnya.
***
Akhir Mei 2018
Kegalauanku akan memilih diantara dua pilihan membuatku kurang fokus bekerja di kantor. Jeje, rekan kerja terdekatku, mulai penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan olehku.
"Kamu tuh, kelihatan kalo lagi nggak fokus dalam bekerja, Zaf. Kenapa sih? Coba cerita. Barangkali aku bisa bantu," katanya menawarkan diri.
Setelah aku menceritakan semuanya kepada Jeje, wanita berusia dua tahun di bawahku itu terkejut.
"Serius Dani bilang begitu? Terus kamu galau cuma gara-gara itu?"
Aku mengangguk.
Jeje menghela napas. "Zaf, kamu ingat, kan, kecurigaan teman-temanmu terhadap Dani kalo dia itu 'begitu'?" tanyanya sambil menunjukkan ekspresi wajah yang tidak suka dan mengangkat tangan dengan menekukkan jari berbentuk V dari kedua tangannya.
Sumpah! Aku lupa akan hal itu!
"Aku tahu gosipnya dia begitu, tapi aku belum percaya seratus persen karena aku nggak melihat faktanya secara langsung. Siapa tahu mereka yang salah lihat dan membesar-besarkannya, kan?"
Jeje geleng-geleng kepala sembari menghela napasnya. "Bahaya ini, Zaf, kamu udah bucin sama Dani."
Aku cemberut. "Nggak bucin kali. Aku bakal benar-benar move on kalo memang semua yang mereka gosipin itu ada faktanya. Aku mau husnudzon dulu."
"Iya, sih, benar kita harus husnudzon dulu. Tapi menurutku, ini tuh jawaban istikhorohmu, Zaf. Sudah jelas bahwa Dani itu yang mengganggu hubungan kamu sama Opik yang sebenarnya tinggal dikit lagi menuju pernikahan. Bahkan mungkin akan lebih cepat kalian menikah karena Opik sudah memiliki pekerjaan tetap. Sedangkan Dani? Pengangguran," dumel Jeje.
Jeje memang salah satu teman terbaik yang pernah kukenal. Padahal kami baru kenal sekitar beberapa bulan yang lalu, tapi kami saling menasehati dengan cara yang agak 'menampar' dan bikin melek.
"Tapi aku takut kalo aku memilih Opik, Dani jadi bayang-bayanganku. Apalagi dia pernah bilang ke Opik kalo Opik jadi sama aku, Dani bakal jadi pengganggu diantara kita. Hidupku makin nggak tenang nantinya," tukasku resah.
"Dia memang aneh," ujar Jeje.
"Siapa?" tanyaku.
"Dani-lah. Gini ya, Zaf. Walaupun aku belum bertemu dengan Dani secara langsung dan baru kenal dengan Opik, tapi aku punya feeling Opik lebih baik daripada Dani. Dia mau bertemu dengan teman-temanmu salah satunya aku, sedangkan Dani? Mana ada. Yang ada dia malah masih betah di Medan, entah ngapain di sana padahal kamu menunggunya di sini."
Aku menghela napas. Ucapan wanita penyuka warna ungu ini ada benarnya juga. Dani sudah mengungkapkan bahwa dirinya ingin menjadikanku sebagai calon pendamping hidupnya, tapi alasan dia masih menetap di Medan hingga detik ini masih menjadi pertanyaan besarku. Beberapa kali aku membujuknya untuk pulang lebih cepat tapi ia beralasan yang membuatku bertanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]
Romance"Menikah denganmu adalah hal terindah di dalam hidupku. Namun ternyata.. aku tidak mengenalmu," ucap Zafina. Istri Hamdani itu menutup laptopnya. Air matanya menetes. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia hanya ingin terbangun dari mimpi buruk ini, tapi sa...