"Aku sudah tahu, Yang. Ayang berbohong kepadaku sejak awal. Aku kenal Ayang. Ayang nggak akan pernah mau mengeluarkan pulsa hanya untuk SMS-an dengan iPhone 7 yang Ayang miliki saat ini. Ayang membohongiku sejak tadi. Ayang juga memblokir nomorku supaya aku nggak curiga Ayang menggunakan WA lagi," paparku setelah kami sudah duduk di dalam kabin.
Dani tetap diam tanpa berkata apapun.
"Kenapa sih Ayang berbohong sama aku? Aku nggak akan marah kalo Ayang instal WA. Orang Ayang yang memutuskan untuk menghapus WA, bukan aku. Aku cuma kesal karena setiap kita sedang berdua, Ayang selalu fokus sama handphone. Setiap kutanya, Ayang selalu cemberut. Kenapa sih, nggak pernah terbuka sama aku?" tanyaku agak berbisik dan mencoba menahan rasa kesal.
"Bisa nggak, nggak usah bahas itu lagi? Aku sadar aku salah. Aku minta maaf," ucapnya tanpa menatapku.
Akhirnya, suamiku menyadari kesalahannya.
Aku menghela napas. "Semoga di Mekkah dan Madinah, nggak ada drama kebohongan seperti ini lagi," kataku.
Kemudian kuluruskan posisiku menghadap kursi depan.
Pikirku, mungkin aku seperti menelanjanginya dari kebohongan yang ia tutupi, tapi aku sudah tak tahan terus dibohongi seperti ini.
Kalo ingin berbohong, jangan bohongi istrimu sendiri. Apalagi sama aku. Aku pasti akan mencari cara supaya kamu nggak berbohong lagi. Aku cuma pengen pernikahan ini berkah, Yang. Bukankah banyak yang mendoakan 'Baarakallahu laka wa baaraka 'alaika wa jama'a bainakumaa fi khoir' saat kita melangsungkan pernikahan? Dari arti doa itu, aku hanya ingin mewujudkan di dalam pernikahan kita.
Kupejamkan mata dan kusandarkan punggungku ke kursi.
Aku berharap di tanah haram nanti Dani akan berubah dan menyesali semua perbuatannya.
***
Kami lebih banyak diam selama perjalanan yang akan memakan waktu sekitar 10 jam ini. Aku yang benar-benar tidak tahan dengan egonya mendiamkanku, akhirnya kuputuskan untuk mengalah.
"Kita jangan berantem lagi ya?" pintaku sambil menggenggam tangannya yang terasa dingin.
Matanya masih terpejam, tapi aku tahu ia tidak dalam keadaan tidur karena kakinya spontan bergerak ketika kugenggam kedua tangannya.
"Yang..." panggilku berbisik.
Perlahan ia membuka kedua matanya, lalu membalas genggaman tanganku seraya mengangguk. "Iya..."
"Kita jangan berantem lagi ya?"
"Iyaa..."
Aku tersenyum padanya. "Ayang tangannya dingin. Mau Fresh Care nggak?"
Dani mengangguk kecil. "Boleh deh."
Aku segera mengambil benda itu dari dalam tas kecilku. Kami pun berbaikan di saat itu juga.
***
Rombongan tiba di Madinah tepat di hari Jum'at. Setelah tiba di hotel, jamaah lelaki bersiap-siap untuk menunaikan solat Jum'at di Masjid Nabawi.
Letak hotel kami dengan Masjid Nabawi sekitar 500 meter. Tidak sampai sepuluh menit jika hanya dengan berjalan kaki. Lokasi hotel kami berpatok pada gerbang masjid dengan pintu nomor 26.
Aku sangat bersyukur akhirnya kembali menapaki kota Madinah untuk kali kedua. Terakhir kali aku ke tanah haram ini sekitar tahun 2004 bersama keluargaku. Kali ini, Allah memanggilku kemari bersama dengan suamiku tercinta.
Suatu hari, aku selalu memanjatkan doa ketika ada pesawat melintas di udara setiap pulang kerja. Sambil menyetir motor, kupanjatkan doa semoga aku bisa berpergian keluar negeri dengan kekasih halalku menggunakan pesawat terbang. Aku merasa saat ini adalah wujud dari doa yang kupanjatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]
Romance"Menikah denganmu adalah hal terindah di dalam hidupku. Namun ternyata.. aku tidak mengenalmu," ucap Zafina. Istri Hamdani itu menutup laptopnya. Air matanya menetes. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia hanya ingin terbangun dari mimpi buruk ini, tapi sa...