Perjalanan dari Kuningan ke Bandung memakan waktu sekitar 4-5 jam. Mungkin sekitar dua jam lagi kami akan tiba di Bandung.
Kami lelah berduet tiga lagu sekaligus. Bahkan ada satu lagu yang kurekam untuk kuunggah ke saluran Youtube-ku.
Suaranya memang bagus, sedangkan suaraku tidak sebagus dirinya. Akan tetapi aku bisa mengajarkannya untuk mengontrol wajahnya saat ia bernyanyi. Aku suka tertawa jika ia bernyanyi di smule dengan video. Wajahnya sering tidak terkontrol ekspresinya.
Hari ini, mood-nya tampak bahagia. Dampak dari Solo dan menyelesaikan permasalahannya saat di Pangandaran membuatnya terlihat lebih ceria, walaupun masih terlihat wajah kurang tidur.
Awalnya aku meminta agar aku yang menyetir saja, tapi ia tidak mau. Akhirnya kami bernyanyi-nyanyi saja agar ia tidak mengantuk.
"Teman-temanku yang tahu aku mau menikah nyuruh aku untuk tes kesehatan, Zaf. Salah satunya tes HIV," kata Dani sambil menyetir.
"Wah, kenapa harus tes HIV?" tanyaku bingung.
"Kan salah satu syarat mau nikah itu adalah tes kesehatan. Nah salah satu tesnya itu ada tes HIV. Aku dapat gratis sih, lumayan buat tahu kesehatanku sendiri. Tapi tetap, kalau ada suntik-disuntik aku pilih yang nggak disuntik saja. Hahaha," tuturnya menertawai dirinya sendiri.
Aku pun ikut tertawa. "Ya sudah, tes saja. Toh teman-teman di konselormu juga kan paham perihal HIV. Aku yakin kamu juga pasti paham. Sehat nggak sehat pasti ada jalan untuk ikhtiar bareng-bareng biar tetap sehat terus," kataku.
"Iya, Zaf," jawabnya.
***
Saat Dani mengatakan bahwa ia divonis terjangkit virus HIV, ingatanku flashback ke masa itu.
"And then?" tanyaku datar.
Sempat terdengar Dani terdiam sejenak, lalu kembali menangis di dalam telepon.
"Kamu nggak terkejut, Zaf? Aku seorang ODHA, Zaf! Orang dengan HIV/AIDS," ujarnya menegaskan.
Aku menghela napas sambil merebahkan tubuh di atas kasur. "Ya terus kenapa? Itu kan berarti kamu sakit. Kalo sakit, ya ikhtiarnya diobati. Simpel, kan?"
"Nggak sesimpel itu, Zaf. HIV itu menular. HIV belum ada obatnya..."
"Iya, tapi ada peredanya," kataku menyanggahnya. "Kalo kamu HIV, terus kamu mengira aku akan mundur dari pernikahan? Nggak, Dan. Kamu salah."
"Tapi kita akan menikah, dimana di dalam pernikahan itu nafkah batin harus ada. Itu kewajiban yang harus dipenuhi, Zaf," katanya.
Kuhela napasku untuk yang kesekian kali.
"Okay, aku tahu HIV itu di mata orang-orang masih memiliki stigma yang negatif. Tapi nggak di mataku. Virus HIV itu juga makhluk Allah. Cara menghadapinya kalo kamu sudah terjangkit adalah meredamnya. Pengetahuanku tentang HIV memang masih awam, aku bisa belajar untuk cari tahu. Aku bisa belajar dari kamu, bisa belajar dari internet bagaimana cara supaya suami istri langgeng karena salah satunya terkena HIV. Pasti ada caranya, Dan."
Dani terdiam. Ia masih terisak menangis. Mungkin ia masih tidak percaya atas responku.
"Kok kamu bisa setenang itu, Zaf?" tanyanya memecahkan keheningan.
"Karena aku yakin bahwa Allah itu Maha Penyembuh. Segala penyakit yang diturunkan-Nya ke setiap insan di dunia ini pasti Dia berikan sepaket dengan solusinya juga. Apalagi Allah berikan HIV kepada kamu karena kamu memang memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai HIV dibanding aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]
Lãng mạn"Menikah denganmu adalah hal terindah di dalam hidupku. Namun ternyata.. aku tidak mengenalmu," ucap Zafina. Istri Hamdani itu menutup laptopnya. Air matanya menetes. Ia sudah tidak tahan lagi. Ia hanya ingin terbangun dari mimpi buruk ini, tapi sa...