20. Keyakinan

1.2K 35 21
                                    

"Kamu yakin tetap sama Dani, Zaf? Dia udah komit sama kamu tapi ternyata dia malah chatingan seperti itu sama Mila? Itu yang ketahuan loh, gimana yang nggak ketahuan sama kamu? Kamu masih menerimanya, Zaf? Sekali lagi aku tanya, kamu benar-benar yakin?" kata Rudi.

Tiba-tiba aku teringat kata-katanya saat aku pernah bercerita perihal bukti chating antara Dani dan Mila.

Rudi adalah salah satu temanku di komunitas perfilman. Dani juga kenal. Saat ini, pemuda yang berusia satu tahun di atasku itu sedang mengejar gelar masternya di salah satu universitas swasta di Bandung. Ia mengambil jurusan psikologi.

Aku memutuskan untuk menjadikannya sebagai teman curhatku karena latar belakang pendidikannya itu.

Waktu itu, aku mengajak Dian -salah seorang sahabatku sejak aku masih menggemari Kpop- untuk menemaniku bertemu dengan Rudi. Aku membutuhkan sisi yang bisa membuat pikiranku kembali netral perihal Dani. Bertemu langsung dengan Rudi dan Dian adalah solusinya.

Lagi pula aku tidak mungkin hanya berdua bertemu dengan Rudi.

Terlalu banyak rumor negatif tentang calon suamiku itu. Semua terungkap setelah ia berkomitmen denganku. Namun hatiku masih tetap memilihnya karena aku tidak menemukan bukti secara nyata bahwa ia seperti yang digosipkan teman-teman.

Atau aku sudah terlanjur cinta? Entahlah. Aku tidak bisa membedakannya.

Sampai pada akhirnya, ditemukan bukti nyata perihal chating antara Dani dan Mila yang membuatku menangis pertama kali karenanya.

Kemudian aku menangis kembali ketika Dani mengungkapkan bahwa ia ada kemungkinan akan mundur dari pernikahan karena trauma. Setelahnya, aku menangis lagi karena ia mengatakan you deserve better than me tempo hari.

Semua aku curahkan kepada Rudi dan Dian dalam satu hari itu. Perasaan yang menyakitkan hati ini harus ditumpahkan kepada manusia yang tepat. Bagiku, merekalah yang tepat.

Rudi, salah satu pemilik kedai kopi yang juga akan berprofesi sebagai psikolog, adalah pemuda yang sangat suka bercanda. Ia selalu mengingatkanku dengan candaannya yang terkadang menampar dan membangunkanku. Heureuy dan saklek kalau bahasa daerahnya. Namun jika sudah serius, ia benar-benar melontarkan kata-kata ultimatumnya sehingga membuat orang-orang menjadi berpikir logis sesuai kenyataan.

Sedangkan Dian, wanita lulusan teknik tapi suka merajut itu seumuran denganku. Jika curhat padanya, ia selalu memberi tanggapan dari sudut pandang seseorang yang membuatku kesal. Awalnya mungkin terkesan ia tidak memahami keadaanku, tapi lama-kelamaan bukan itu value yang ingin diberikannya. Ia hanya ingin yang curhat padanya memiliki pemikiran terbuka untuk mencoba menerima segala sisi yang ada dan mungkin saja itu yang terjadi pada diri seseorang yang membuat kita kesal.

Termasuk saat ia memberi tanggapan setelah aku selesai curhat.

"Bisa jadi dari semua ini bikin kamu kuat, Zaf. Allah ngasih ujian begini bukan karena Dia nggak sayang sama kamu. Justru karena Dia sayang sama kamu, makanya ujiannya berat banget. Nah, untuk bahas di sisi manusianya mungkin begini. Dani sebenarnya sayang sama kamu, tapi dia masih terus beradaptasi supaya dia benar-benar bisa masuk ke dunia kamu walaupun terbilang terlalu lamban. Makanya segala-galanya dia mudah mundur dan mengatakan yang membuatmu kecewa. Padahal mungkin bukan itu niat aslinya, wallahualam. Jadi tenang saja, Zaf. Kalau memang dia bukan jodohmu, hari pernikahanmu nanti pasti nggak akan ada. Serahin semuanya ke Allah. Itu tugas kamu sekarang. Cuma Allah yang bisa menggerakkan hatinya."

Itu kata Dian.

Rudi memintaku untuk berpikir ulang perihal pernikahan jika seorang lelaki seperti Dani terus menyakitiku hanya karena calon suamiku itu tidak bisa mengatur dan mengontrol emosi dirinya sendiri. Dian pun memintaku untuk terus menguatkan solat tahajud dan istikharohku.

Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang