3. Kami dan Dia

3.4K 60 14
                                    

Tidak terjadi hal-hal yang diinginkanku tadi malam.

Seusainya Dani menunaikan solat subuh, ia kembali ke kamar lagi. Tidur menghadap diriku. Aku terbangun membelakanginya.

Saat ini, aku memang sedang datang bulan, tapi sudah usai. Tinggal mandi besar. Dikarenakan aku tidak membawa pakaian ganti dan alat mandi, maka aku akan melakukannya setelah tiba di rumah nanti.

Dani tahu akan hal itu.

Aku memberanikan diri untuk berbalik badan. Kutemukan sosok Dani yang tidur berhadapan denganku. Hatiku berdegup kencang saat baru menyadari bahwa mulai sekarang aku tidak jomblo kasur lagi.

Jomblo kasur adalah istilah yang kuciptakan sendiri jika adik keduaku tidak pulang ke Bandung. Sejak kecil, kami sudah terbiasa tidur satu kasur karena kami takut tidur sendiri. Alhasil, setiap mau tidur pasti selalu ada obrolan-curhat-tertawa walaupun kami saling memegang ponsel masing-masing. 

She is my little sister and always to be my best person in my life, after Mom and Dad, and then my little bro.

Namun mulai saat ini, pasangan kasurku adalah suamiku sendiri.

What a good news, right?

"Capek ya?" tanyaku selembut mungkin, sambil mengelus rambutnya yang hitam. Wajahnya tampak lelah dengan mata yang terpejam. Terlihat dari kantung matanya yang menghitam.

"Iya..." Ia meraih tanganku, lalu menggenggamnya dan menariknya ke bawah selimut. "Aku tidur sebentar ya..."

"Iya..."

Sejujurnya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya. Padahal Dani hanya menggenggam tanganku, tapi entah mengapa aku bahagia sekali di pagi hari itu.

Kubiarkan ia tertidur hingga ia terbangun dengan sendirinya.

***

Seharian ini aku cukup lelah. Dani memiliki ide untuk mengajak Rangga dan Bagas ke Trans Studio Bandung. Sejujurnya aku ingin sekali hanya berduaan dengan Dani karena esok ia harus kembali bekerja. Namun, aku mencoba menjadi istri yang penurut. Suami ingin mengajak kedua rekannya itu bermain, jadi aku menurutinya hingga tak terasa sore pun tiba.

Hujan mengguyur sangat lebat. Aku iseng menawarkan malam ini menginap di rumah orangtuaku kepada Rangga, sementara Bagas harus pulang ke tempat saudaranya di daerah Pasirkoja. Kukira Rangga akan menolak penawaranku, tapi ternyata dengan alasan hujan besar dan cukup rawan jika ia tiba di sana tengah malam, akhirnya ia masih hadir diantara kami.

Kami pun kembali ke rumah orangtuaku.

"Teh, kok Rangga kemayu gitu?" tanya mamaku saat aku membantunya menyiapkan kamar tidur untuk Rangga.

"Iya. Teteh juga heran, Ma, Dani bisa punya teman dekat seperti itu. Katanya sih, teman ketemu saat ada acara eksibisi pertukaran pelajar di Bogor. Waktu itu Dani jadi salah satu eksibitor di acara itu. Rangga jadi pengunjung. Mereka kenal dari sana deh," paparku sambil merapikan bantal guling di atas kasur.

Mama terduduk. "Ya sudah. Teman Dani berarti teman kamu juga. Tetap hormati temannya, ya..."

Aku mengangguk. "Iya, Ma."

Seusainya kami merapikan kamar tersebut, aku menghampiri Dani dan Rangga yang sedang sibuk membereskan kado-kado pernikahan yang masih tergeletak di ruang tamu.

"Yang benar atuh melipatnya!" seru Dani pada Rangga yang sedang melipat bungkus kado pernikahan agar bisa digunakan kembali suatu hari nanti.

Aku mengernyit bingung. Rapi sekali suamiku ini, batinku.

"Rangga, kamarnya sudah siap. Dan, nanti antar Rangga ke kamar di bawah, ya?"

Rahasia Zafina - true story [PROSES DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang