Setelah acara kamping, sekolah memberikan hari libur sebanyak tiga hari bagi para santri dan santriwati. Alhasil, Fatimah kini menikmati masa liburnya dengan beristirahat di atas ranjang single empuk berbahan busa.
Detik demi detik terus berlalu, hingga kebosanan menyapa hati Fatimah.
"Bosen rebahan mulu, aku pengen tulis-tulis sesuatu deh kayaknya."
Ia beranjak dari kasur dan menghampiri lemari yang berdiri kokoh menutupi sebagian kecil dari tembok.
Tangan Fatimah mengabsen ke jajaran buku yang tersusun rapi di dalam lemari. Kemudian, tangannya berhenti tatkala menemukan sebuah buku notes yang sering ia jadikan sebagai catatan hatinya.
Seusai mengambil buku beserta pulpen, Fatimah duduk di lantai diiringi punggung yang bersandar pada kayu ranjang. Tangannya mulai membuka tutup pulpen, lalu ia torehkan perasaannya di hamparan kertas putih yang memiliki garis abu tua itu.
Sayyidah Fatimah dan sayyidina Ali adalah gambaran kisah cinta yang keduanya sama-sama memendam dan menyiratkan cinta dalam diam.
Hidupku, sudah ditakdirkan memiliki nama Fatimah dan juga ditakdirkan bertemu dengan orang yang bernama Ali. Mungkinkah aku dan dia juga akan berjodoh layaknya mereka? Aku harap, iya.
Kak Ali, di sini aku menunggu.
Aku memang tidak dididik oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak pula se-sholehah Siti Fatimah. Tapi, insyaallah dengan izin-Nya, aku akan terus memperbaiki diri.
Kak Ali, impianku adalah menjadi kekasih halalmu.
Impianku,
Adalah ingin menjalin hubungan rumah tangga bersamamu.
Ku harap kita bisa bersama.
Selesai sudah Fatimah menorehkan perasaannya pada buku notes. Fatimah menutup buku itu dan mendekapnya dengan erat.
"Entah kenapa jadi seperti ini? Aku kira, saat ada rasa ke Kak Ali adalah karena parasnya tampan. Ternyata tidak. Iman dan takwamulah yang membuat hati ini menetap. Selebihnya, paras? Adalah bonus."
Hati seorang hawa ini melayang-layang tatkala kenangan bersama pujaan hati hinggap dipikirannya dan mengisi angannya hingga berekspetasi tinggi. Perasaannya terbang dengan khayalnya sendiri. Bahagia dan juga segurat senyum yang muncul di bibirnya adalah karena dia sendiri, tidak ada campur tangan yang lain dalam angannya. Hanya ia yang berekspektasi sendiri.
Begitulah wanita, tatkala cinta menyapanya, perasaan yang memang selalu menjadi hal dominan yang dirasa perempuan, membuat pikirannya terlalu fokus pada ekspetasi, lalu khilaf pada kenyataan yang mungkin saja tidak sejalan dengan angannya.
"Heh, senyum-senyum sendiri. Awas lo zina pikiran sama zina hati," tegur Raisya yang baru saja melewati pintu kamar Fatimah yang terbuka.
"Astagfirullah." Spontan Fatimah beristigfar sambil memejamkan matanya dan mengelus dada.
"Mamah tau seumuran kamu lagi masanya jatuh cinta, tapi inget lho jangan sampai pikiran tentangnya malah mengalahkan ingatan kita pada Allah. Istigfar!" nasihat Raisya yang kemudian berlalu.
Deg!
Fatimah menyimpan buku notes-nya di atas lantai, tangannya beralih menutup mukanya. Hatinya terasa tertampar oleh teguran Raisya, hingga ia merasa bersalah yang teramat. Seolah, ia baru saja dijatuhkan dari ketinggian dengan kecepatan kilat.
"Astagfirullah, aku sudah salah kali ini. Kedepannya aku gak boleh khilaf lagi," ucapnya sambil mengepalkan tangan tanda semangat.
Tinong
KAMU SEDANG MEMBACA
Degup ✔️
Spiritual[COMPLETED] Takdir mempertemukan seorang gadis bernama Fatimah Alya Az-Zahra dengan Ali Muhammad Ramdhan, ketika ia menginjakkan kakinya di sebuah Pesantren bernama Ar-Rahman. Pria tersebut begitu tampan, dan suara azannya begitu memikat kaum hawa...