T U J U H B E L A S

2.1K 134 6
                                    

Inilah hari di mana aku menjemput mimpi

Mimpi yang selalu aku dambakan

Bahkan, sudah sejak lama

Banyak kisah yang telah kita lewati

Hingga aku tidak bisa melupakanmu dengan mudah

Walau ada rival yang membuatku geram

Tapi, aku yakin, jika kita akan berjodoh

Seusai membaca catatan hatinya yang tertoreh di sebuah buku notes-nya, ia pun mendekapnya di depan dada sambil tersenyum bahagia.

Sekian detik berikutnya, Fatimah menyimpan buku tersebut ke dalam tas selempangnya yang berwarna maroon. Kemudian, matanya beralih menilik sebuah bros kecil berbentuk bunga yang tersemat di kerudung berwarna hitamnya. Itulah benda yang selalu ia jaga baik-baik karena benda itu merupakan kenangan terindah yang pernah ia dapat dari sang pujaan hati.

Hari itu, acara perpisahan kelas 12 Aliyah Pesantren Ar-Rahman. Acara dilangsungkan di halaman ikhwan, sehingga tidak ada lagi penghalang bagi pria dan wanita untuk bertemu, sebuah kesempatan yang seringkali dimanfaatkan bagi setiap orang yang merajut rasa.

Segurat senyum muncul di bibir gadis jelita itu tatkala matanya menemukan sosok pria yang telah menjadi sahabatnya sejak sembilan bulan lalu.

"Fatimah," panggil Ali sambil membawa langkah kakinya mendekat pada Fatimah.

"Kakak! Selamat ya udah lulus," ucap Fatimah sambil menunjukkan rentetan giginya, sehingga membuatnya terlihat manis.

"Alhamdulillah, makasih." Mata Ali menelusur ke sekitar. Ketika mengingat dirinya hanya berdua dengan Fatimah di salah satu sudut acara, ia pun bertanya, "Teman-teman kamu mana Fat?"

"Ooh mereka lagi ke toilet," jawab Fatimah.

"Ooh." Ali manggut-manggut paham.

Ali merogoh sesuatu di balik saku jasnya, tangannya meraba sebuah benda lucu yang akan dengan indah menghiasi jilbab sahabatnya. "Lihat ini Fat!" seru Ali sambil menunjukkan sebuah bros cantik berbentuk bunga.

"Lucu banget Kak!" kagum Fatimah dengan matanya yang berbinar.

Ali menyerahkan bros itu pada telapak tangan Fatimah, lengkungan senyum manis menyertai bibir Ali, sehingga membuat Fatimah semakin merasakan bunga yang bermekaran di dalam hatinya.

"Jaga ini baik-baik, ana akan kuliah dan jauh dari sahabat ana ini," pesan Ali.

Fatimah merasa terpesona dengan apa yang Ali lakukan padanya, ini benar-benar hal romantis yang belum pernah ia rasakan semasa hidupnya. Siratan mata Fatimah tidak jemu memandang Ali yang bersikap ramah padanya.

"Ekhm!" Deheman kencangmembuat keduanya memalingkan wajah.

"Astagfirullah," ucap mereka berdua kompak.

Suara tepukan tangan Azfer kerahkan diiringi dengan langkah kaki yang mendekat ke arah mereka berdua.

"Hebat ya kalian," ucap Azfer sambil bersidekap. "Mentang-mentang acara disatukan, seenaknya berduaan!"

"Maaf, Ustaz."

Fatimah tersenyum lebar ketika mengingat semua kenangannya dengan Ali, selalu ada Azfer yang menegur dan memisahkan kedekatan diantara mereka.

"Alhamdulillah selalu ada aa yang mengingatkan."

Dulu Fatimah memang belum bisa mengendalikan hatinya untuk menjaga mata dengan lawan jenis, sehingga ia sering melakukan hal-hal tabu yang membuat Azfer geram dengan kelakuannya dan juga Ali.

"Kak Ali, setelah sekian lama, hal-hal seperti itu tidak akan membuat Aa geram lagi, ya? Karena aku dan Kak Ali akan berjodoh," gumam Fatimah dengan rasa pedenya.

Virus cinta sudah menguasai relung batinnya sehingga ia tidak bisa berpikir selain dari hal itu. Matanya yang berbinar, ia alihkan memandang keluar jendela bus diiringi bubuhan senyum yang menghiasi bibirnya.

"Kak Ali."

...

Azfer memandang langit-langit kamar pengurus asrama yang ia singgahi, perasaannya begitu gundah sehingga ia tidak bisa memikirkan hal selain Fatimah.

"Ya Allah, tolong hilangkan kerisauan ini. Yakinkan hamba rencana-Mu selalu indah."

Ia tidak hanya merisaukan perasaannya yang akan terluka jika memang benar Fatimah yang akan dilamar oleh Ali. Ia juga berpikir hal lain, bagaimana jika gadis pujaannya patah hati karena sangkaannya salah? Bagaimana Azfer bisa menenangkan gadis itu?

"Apa benar ya, kalau Ali mau melamar Fatimah?"

Azfer teringat sesuatu di masa lalu, kenangan di mana Ali masih menjadi anak bimbingannya.

Azfer tidak pernah berhenti sakit hati ketika bertemu Fatimah yang selalu menceritakan Ali. Sesak napas sudah menjadi hal yang paling dirasakan hatinya selama ini. Hingga suatu saat ia berpikir tentang bagaimana Ali dengan perasaannya?

Ketika Azfer menemukan Ali di asrama pada jam istirahat, ia lekas menghampiri dan berdiri sejajar dengannya.

"Li," panggil Azfer.

"Iya, Ustaz?" tanya Ali yang posisinya menghadap ke arah Azfer.

"Ustaz mau tanya," ucap Azfer meminta izin terlebih dahulu pada muridnya ini.

"Tanya aja Ustaz," jawab Ali dengan santai.

Azfer mengumpulkan keberaniannya untuk bisa menanyakan apa yang menjadi pikirannya selama ini. "Kamu ... suka sama Fatimah?"

"Tentu."

Krek!

Perasaan Azfer spontan patah mendengar jawaban yang dilontarkan Ali.

"Kalau ana tidak suka, ana tidak akan bersahabat sama Fatimah," lanjut Ali yang membuat Azfer merasakan hadirnya harapan.

"Jadi, maksud kamu?" tanya Azfer.

Ali tersenyum lebar. "Tentunya kita hanya sahabat, tidak lebih kok Ustaz."

"Apa semuanya masih sama sekarang ini?" tanya Azfer sambil memandang jendela kamarnya yang mengarah pada pemandangan hamparan birunya gunung.

Jujur, Azfer risau dengan semua ini, ia tak kuasa jika kelak harus menyaksikan keadaan Fatimah yang patah hati. Cukup hanya dirinyalah yang sakit hati, jangan dengan Fatimah.

***

Okay masih rahasia yaa

Next see you


Terima kasih lhoo sudah mau setia sama cerita ini

Love you all♡

Degup ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang