Tringg
Nada dering telepon yang bersumber dari gawai Fatimah berbunyi, membuat Azfer melirik kembali wajah Fatimah yang masih tertidur pulas di pangkuannya. Ia tidak tega membangunkan istrinya yang sedang terlelap dengan tenang. Jadi, ia memutuskan untuk merogoh saku gamis Fatimah dan mengambil gawai tersebut.
Azfer melihat layar ponsel untuk melihat siapa yang menelepon. 'Kak Ali♡'. Ia mendengkus ketika melihat nama kontak Ali ada emoticon love-nya. Azfer geleng-geleng dengan ekspresinya yang kesal.
Ia menggeser panel hijau tersebut dan menaruhnya di telinga.
"Assalamu'alaikum Fatimah. Ana dengar dari Malika kamu nikah sama Ustaz Azfer, benar itu? Kok gak ada kabar dulu sebelumnya? Tega kamu Fat udah ngedahuluin ana, awas ya kalau ketemu." Ali langsung mengomel setelah telepon tersambung.
Azfer memutar bola matanya jengah. "Ekhm, Wa'alaikumussalam."
"Eh, Ustaz." Ali terdengar salah tingkah karena mendengar suara Azfer. "Maaf udah ngomelin Fatimah, gak ada maksud apa-apa kok Ustaz. Jangan marah, ya."
Azfer sebenarnya kesal dan merasa cemburu dengan adanya Ali menelepon Fatimah. Dengan beraninya Ali mengomel pada Fatimah seperti tadi, itu menunjukkan seberapa dekat mereka selama ini. Dan, ia jelas tidak senang mendengarnya. Namun, ia harus menahan amarahnya, ia tidak boleh cemburu buta.
"Oh, gak papa, Li. Maaf Fatimah gak bisa angkat, dia udah tidur pules," ujar Azfer dengan nada ramah.
"Oh sudah tidur ya, Ustaz? Mungkin, besok ana telepon lagi deh buat ngomel—"
"Gak usah," ucap Azfer spontan.
"Kenapa Ustaz?"
Azfer baru menyadari ucapan yang keluar dari mulutnya itu terkesan sangat ketus. Ia lekas menggigit bagian bawah bibirnya sambil memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan.
"I-itu maksudnya gak usah diomelin, lebih baik kasih doa aja," alibi Azfer.
"Ooh iya. Selamat ya Ustaz, semoga berkah dan bersama hingga jannah."
Azfer menyimpulkan senyuman. "Amin, terima kasih, Li."
Setelah menerima telepon, Azfer mengubah nama kontak Ali. Menghilangkan emoji love, dan membuat nama kontaknya sebatas 'Kak Ali' saja. Kemudian, ia mengubah nama kontak miliknya dari 'A Az' menjadi 'Zaujii'.
"Nah, begini kan enak diliatnya."
Azfer kembali memasukkan gawai ke saku gamis Fatimah, lalu ia menggendong Fatimah ala bridal style untuk menuju ke kamar, dan beristirahat di atas ranjang.
...
Triiiinggg!
Fatimah mengerang seraya menggeliat setelah mendengar suara alarm yang keluar dari gawainya. Perlahan, ia membuka matanya dan mendudukkan tubuhnya untuk mengumpulkan jiwanya yang masih setengah mengantuk.
"Oh, kalau bangun tahajud suka pakai alarm, ya?" tanya Azfer.
Aroma wanginya tubuh Azfer tercium oleh kedua lubang hidung Fatimah. Hal itu spontan membuat ia melirik Azfer. Rupanya, dia telah rapi dengan baju koko dan terlihat segar.
Fatimah mengucek mata kanannya. "Aa udah mandi?" Bukannya menjawab pertanyaan Azfer barusan, Fatimah malah mengajukan pertanyaan.
"Iya."
"Gak dingin?"
Azfer menggeleng. "Udah biasa."
Fatimah manggut-manggut paham.
"Kamu ambil wudu sana," titah Azfer.
Fatimah mengangguk, kemudian ia berjalan gontai menuju kamar mandi yang tersedia di sana.
...
Selesai salat tahajud dan berdoa, Fatimah mencium punggung tangan Azfer, lalu Azfer mencium puncak kepala Fatimah.
"Maafkan Aa," ucap Azfer sambil menggenggam tangan Fatimah.
Fatimah lantas menatap wajah Azfer sambil mengerutkan dahinya. "Kenapa minta maaf? Untuk apa?"
"Karena dulu sebelum Aa sah dengan kamu, Aa pernah menyentuh kulit ini," jawab Azfer sambil mengelus punggung tangan Fatimah.
Mata yang semula kebingungan, kini berubah sendu dengan mata yang berkaca-kaca. Semudah itu Fatimah terharu, sampai setitik air mata muncul di sana. "Seharusnya yang minta maaf itu aku, karena aku yang waktu itu khilaf. Saat di rumah sakit waktu aku kelas sepuluh, waktu di Kamojang, dan saat aku mencegah Aa pergi ke Bogor, itu aku yang salah."
Azfer menghapus setitik air mata itu, kemudian ia menggeleng. "Jauh sebelum itu, ana telah memegang tangan gadis mungil nan cerewet ini, terus juga saat kamu pingsan di acara ta'aruf, lalu yang terakhir ana memelukmu di tempat umum. Itu Aa yang salah, Alya."
Fatimah menunduk mencerna semuanya. "Bukannya itu terjadi tanpa unsur sengaja? Lupakan saja Aa."
Dep!
Azfer mendekap Fatimah, membawa wajah istrinya menempel pada dada bidangnya.
Rasa hangat dari dekapan yang terasa seperti menyelimuti tubuh, membuat Fatimah memejamkan matanya. Menikmati pelukan di subuh yang berudara dingin. Itu begitu terasa memanjakannya.
"Jangan pernah pergi Alyaku," gumam Azfer.
Rasa kecewa terhadap diri menyelimuti hati Fatimah. Hatinya tidak bisa menafikkan rasa nyaman di dekat Azfer. Namun, hatinya juga tidak bisa menafikkan, bahwa ada rasa hambar ketika dekat dengan Azfer. Di mana hati yang seharusnya berdebar ketika diperlakukan romantis oleh suami? Mengapa Fatimah tidak merasakan hal itu?
Rasa kecewa itu membuat Fatimah kembali meneteskan air mata, ia menyayangkan dirinya sendiri yang sampai detik ini masih belum bisa membalas perasaan orang yang telah berbesar hati menerimanya. "Aa juga jangan tinggalkan Alya." Kata-kata itu tanpa sadar terucap di bibir Fatimah. Entah bagaimana, sepertinya hati telah mau untuk menerima. Tinggal menunggu waktu saja, hingga perasaan cinta bisa terasa dengan kuat. "Tapi maaf, saat ini hanya kewajiban yang bisa aku laksanakan. Untuk cinta ... aku butuh waktu," lanjutnya.
"Jangan terus-terusan minta maaf, biarkan waktu berjalan." Azfer melepas dekapannya, ia kembali menghapus air mata yang mengalir di pipi Fatimah.
"Sudah, ya? Sekarang hari kamis. Kita sahur, yuk!" ajak Azfer.
Fatimah mengangguk. "Aku mau masak makanan terenak buat Aa."
Azfer tersenyum lebar sampai giginya terlihat. "Alhamdulillah, tapi bahan makanan yang ada cuma mie lho."
Fatimah memanyunkan bibirnya. "Ih, ya udah lah gak papa, nanti pas buka aku masak makanan terenak itu." Fatimah mengacungkan jempol.
"Hehe, iya. Ditunggu deh."
***
Zaujii: Suamiku
KAMU SEDANG MEMBACA
Degup ✔️
Spiritual[COMPLETED] Takdir mempertemukan seorang gadis bernama Fatimah Alya Az-Zahra dengan Ali Muhammad Ramdhan, ketika ia menginjakkan kakinya di sebuah Pesantren bernama Ar-Rahman. Pria tersebut begitu tampan, dan suara azannya begitu memikat kaum hawa...