D U A P U L U H

2.2K 138 6
                                    

Ketika kamu berharap kepada manusia, maka Allah akan timpakan kepadamu pedihnya suatu pengharapan, supaya kamu tahu Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain kepada-Nya. -Imam Asy-Syafi'i

Benar ... benarlah bahwa Allah Maha Pencemburu, Dia tidak suka jika hamba-Nya menduakannya dengan apapun itu. Dia tidak suka, jika pikiran hamba-Nya terlalu memikirkan dia daripada Dia. Dia tidak suka, jika hambanya lebih memuja-memuja manusia daripada diri-Nya.

Bukan berarti Allah akan sengsara ketika hamba-Nya meninggalkan ibadah, justru manusia itulah yang sengsara karena meninggalkan Allah. Setiap yang dirasa adalah akibat perbuatan sendiri.

Allah tidak akan menjadi akibat, dan manusia tidak akan menjadi sebab. Justru, Allah adalah asbabul asbab, penyebab bagi seluruh sebab, itu yang aku kutip di bukunya Ahmad Rifa'i Rif'an, "Ketika Tuhan Tak Lagi Dibutuhkan".

Allah telah menjadikan cinta sebagai anugerah terindah bagi manusia. Kepada siapa? Hanya Allah yang menentukan ke mana hati kita berlabuh, Allah yang menentukan ke mana hati kita mencinta. Hadirnya cinta adalah 'ujian', entah itu ujian yang menghasilkan pembelajaran berharga, atau ujian yang akan menghasilkan kebahagiaan pada jenjang pernikahan, tidak ada yang tahu. Semua itu rahasia.

Ujian cinta memang kadang terasa memabukkan bagi pelayar yang terlena akan indahnya ombak. Lupa, bahwa ombak itulah yang akan menerkamnya hingga ditelan lautan. Itulah cinta tanpa melibatkan Allah di dalamnya, hanya membesarkan ambisi tanpa ada tawakal.

Sadar, aku ini hanyalah manusia yang sering menerima godaan dari hawa nafsu dan juga setan yang tidak jemu menjerumuskan manusia agar menemani mereka di neraka panas yang melebihi panas korek api, bahkan lebih panas lagi dari panas matahari dan juga bintang-bintang yang beredar.

Banyak-banyaklah bermuhasabah sembari beristighfar, mungkin karena rasa yang dirasa, bisa menjadikanmu salah melangkah. Luruskan niatmu kedepannya ... Fatimah!

Fatimah duduk di kursi kayu bercat cokelat yang ada di halaman rumah Ali. Ia memandang sekitar halaman yang ditumbuhi pepohonan dan juga bunga-bunga mawar yang sangat menawan.

Nama yang sama, ternyata bukanlah jaminan berjodoh, batin Fatimah.

"Fatimah, kenapa di luar?"

Fatimah enggan menoleh ke sumber suara, sebab ia tahu siapa yang telah bertanya padanya. Ya, Ali. Ia tidak bisa menatap wajahnya lagi. Apalagi, dengan bubuhan senyuman. Tidak bisa! Relung batinnya telah hancur, bak kaca yang hancur berkeping-keping. Ia tidak sanggup memandangnya lagi, karena itu akan menambah luka.

"Pengen hirup udara segar," balas Fatimah.

"Ooh." Ali tetap berdiri di tempatnya, mungkin ingin menjaga jarak. "Yang tadi itu surprise banget, kan? Sengaja ana gak kasih tau di awal, biar jadi kejutan yang waw."

Fatimah meremas sisi gamisnya dengan sangat erat, betapa tajamnya paku-paku yang telah menancap batinnya. Oh, ujian ini sungguh membuatnya sangat sesak sekali.

Sungguh, kejutan yang waw sekali, Kak Ali. Aku saja sampai tertipu dan berangan-angan, hingga akhirnya jatuh dengan rasa sakit yang teramat menghancurkan hati, batin Fatimah dengan matanya yang berkaca-kaca.

"Oh iya, kamu ketemu sama bibiku, kan? Dia tertarik lho sama kamu, dia pengen pasangin kamu sama anaknya, gimana?"

Luka di hati semakin menerjang tiada henti, Fatimah menggigit bagian bawah bibirnya agar tidak ada isakan yang keluar.

Aku lebih setuju jika kamulah yang menjadi imamku, bukan sepupumu, batin Fatimah.

Fatimah tersenyum getir dan matanya sudah mengeluarkan setitik air mata. "Maaf Kak Ali, tidak bisa."

"Oh mau selesain kuliah dulu?" tanya Ali.

Fatimah menggeleng. "Aku ingin menyembuhkan luka di hati."

Raut wajah Ali berubah iba. Ia merasa bersalah karena telah mengingatkan gadis ini pada lukanya. Jujur saja, ia menawarkan hal tadi hanya karena permintaan bibinya, dia tidak bermaksud menyakiti hati Fatimah.

"Kamu sakit hati sama siapa?" tanya Ali yang memang tidak tahu-menahu.

Bagaimana mungkin aku mengatakannya? Sedangkan orang yang mematahkan hatiku adalah kamu, batin Fatimah.

"Cerita Fat," suruh Ali.

Fatimah geleng-geleng. "Nggak perlu diungkit, biarlah luka ini ada di benak hingga hilang selamanya."

"Oh ya sudah, kalau gitu ana ke dalam lagi ya, mau layanin tamu," izin Ali.

"Iya, silakan."

Setelah kepergian Ali, Fatimah pun bisa bernapas lega di sana. Ia menghirup udara, kemudian menghelanya panjang. Seolah, membuang sedikit beban dari dalam hatinya. Air mata kembali berderai, sementara isaknya ia tahan tak keluar.

Pikirannya teringat sesuatu, sosok Azfer yang selalu menjadi pendengar setianya pasti akan membantunya melegakan rasa sesak di hati. Fatimah mengambil gawainya dan menekan panel telepon pada kontak Azfer.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif ...."

Fatimah berdecak sebal, orang yang ia butuhkan ternyata tidak bisa ia hubungi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar dan kemudian berdiri. "Aku tidak sekuat wanita lain yang bisa bertahan dalam keadaan ini, aku akan pergi dari sini."

Ia lanjut membuka grup chat AFGM untuk mengabari mereka tentang pamitnya.

Fatimah: Kalian, aku minta maaf ya harus ninggalin acara. Teh Aisyah kan rumahnya di Bandung, rencananya aku mau nemuin dia sekarang, soalnya aku pulang sore ini.

Selesai mengirimkan hal tersebut, Fatimah lanjut melangkahkan kakinya meninggalkan kediaman Ali, ia tidak peduli dengan tanggapan orang-orang saat ini, yang terpenting hatinya bisa selamat dulu.

15 menit kemudian.

Fatimah celingak-celinguk di jalanan yang terlihat sepi, ia bingung di mana ia sekarang?

Hm, salahnya sendiri sih, sok-sok-an pergi padahal tidak tahu yang namanya jalanan Bandung. Jadinya, ia sekarang bergeming di tempat dengan wajahnya yang menjadi pucat. Oh, dia pasti jadi stress gara-gara patah hati.

"Aduh aku harus ke mana ya?" gumam Fatimah sambil mengelus kepalanya yang terasa berat.

Lambat laun, pandangannya mulai memburam. Sampai ia sudah tidak berdaya lagi mempertahankan kondisi tubuhnya. Lalu, tubuhnya terjatuh dan ia pun tak sadarkan diri.

***

Degup ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang