Sang Surya mulai menaik menerangi bumi Sunda yang sudah mulai ramai dengan aktivitas. Di luar sana, santri dan santriwati yang tidak mondok di asrama, mulai berdatangan menginjakkan kaki di tanah Pesantren Ar-Rahman. Di samping itu, kedua insan yang masih berstatus pengantin baru sedang duduk santai di kamarnya.
"Aa mau tidur ya, semalem cuma tidur dua jam lebih," ucap Azfer sambil merebahkan tubuhnya, kemudian ia menarik selimut untuk menyelimuti tubuhnya.
"Aa gak ada jadwal ngajar?" tanya Fatimah.
Azfer yang sudah memejamkan mata itu menggeleng pelan. "Hari ini jadwalnya cuma abis isya, bimbing ikhwan asrama."
"Ooh," balas Fatimah sambil manggut-manggut.
Azfer bangkit dari tidurnya karena mengingat sesuatu yang ia lupakan. "Kamu kuliahnya sabtu-minggu, kan?"
Fatimah terkekeh kecil, suaminya seperti orang yang baru mengenalnya saja, pakai acara tanya hari kuliah. Ia geleng-geleng, apa mungkin memori ingatan Azfer ada yang hilang setelah akad?
"Aa kayak baru kenal aja." Fatimah melirik Azfer dengan bibir yang menahan tawa. "Aku emang kuliah sabtu-minggu, emang kenapa atuh?"
Azfer menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe ... takutnya Aa salah."
Fatimah manggut-manggut paham, padahal hatinya masih terasa digelitiki oleh kekonyolan pertanyaan Azfer itu. "Hm, nanti minggu aku izin kali ya?"
Azfer yang hendak tertidur, membatalkan niatnya, kini ia berubah duduk dan menatap istrinya dengan tatapan heran. "Lho kenapa?"
"I-itu pernikahan Malika," balas Fatimah sedikit gugup. Pasalnya, pasangan Malika nanti adalah Ali, ia tidak enak membahas si 'dia' di hadapan suaminya, ia takut menyayat hati Azfer terus, dan malah membuat dirinya berdosa makin banyak karena belum bisa menjadi istri yang baik.
"Oh, boleh sih," balas Azfer biasa saja.
Fatimah bernapas lega, ternyata kerisauannya tidak menjadi nyata.
"Aa bobo, ya. Ngantuk berat," pungkas Azfer yang kemudian berbaring dan benar-benar terlelap ke alam mimpi.
Untuk mengisi kebosanan, Fatimah berniat untuk bermain game Candy Crush Saga yang sudah mencapai level 1.500 itu. "Ih, salah mencet." Namun, saat Fatimah mau memencet icon game tersebut, jarinya malah terpeleset dan memencet riwayat telepon.
Seketika ia mengernyit saat menemukan kontak Ali di gawainya sudah berubah nama tanpa ada emoji cinta lagi. Dan ... Ali meneleponnya pada malam hari? Mengapa ia tidak mengetahui hal itu?
Ia menoleh suaminya yang sudah melepas penat di alam mimpi. Ia pun geleng-geleng karena tahu bahwa suaminyalah yang mengangkat telepon dari Ali semalam.
Triinggg
Tiba-tiba, telepon Fatimah berdering, menampakkan layar yang menunjukkan Ali meneleponnya pagi ini.
"Kak Ali?" Segurat senyuman muncul di bibir Fatimah, seolah ada cahaya mentari menyinari tanaman dan memberikan sebuah harapan. Tanpa pikir panjang, Fatimah segera menggeser panel hijau, kemudian ia taruh benda pipih itu di telinganya.
"Assalamu'alaikum, ini Ustaz atau Fatimah? Hehe."
Fatimah mengembangkan senyuman. "Wa'alaikumussalam Kak Ali, ini Fatimah."
...
Azfer membuka matanya yang sudah lama terpejam, ia mengucek kedua matanya sambil mengucap doa bangun tidur. Tangannya kini beralih menutup mulut agar tidak mengeluarkan bunyi 'haah' ketika menguap.
Ia duduk dan menoleh ke kanan, lalu ke kiri. Sadar, kini ia bukan jomlo lagi. Sudah beristri. Walaupun, hati istrinya masih pada yang lain—pedih memang. Ia pun mengedarkan matanya sekali lagi untuk mencari keberadaan istri tercintanya itu.
"Hah? Kemana sih?" tanya Azfer karena tidak menemui keberadaan istrinya.
Ia berjalan gontai menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah membasuh mukanya, Azfer menemukan sebuah sticky note tertempel di cermin.
Aku mau selingkuh :D
Azfer berkacak pinggang dengan helaan napas kasar, ia geleng-geleng karena melihat kekonyolan yang dituliskan Fatimah di sana.
Ia menggiring langkahnya keluar kamar asrama, ia ingin menyentil hidung istrinya agar tidak berani berbuat nakal. Rasanya sudah pedih tidak dicintai. Tidak perlulah istrinya sampai selingkuh segala.
"Eh, gugah bobo," ucap Farida—istri Farid—yang sedang menjemur pakaian.
"Iya, Far. Btw, liat Alya gak?" tanya Azfer.
Dahi Farida mengernyit. "Alya? Fatimah maksudnya?"
Azfer membalas anggukan.
"Tadi keluar, bawa tas selempang."
Azfer semakin merasa khawatir sekarang, bagaimana kalau Fatimah benar-benar selingkuh? Tidak! ia tidak akan membiarkannya terjadi.
Sepertinya, kedepannya Azfer harus mengikat istrinya supaya tidak lari.
...
"Fadli, itu tolong bawain belanjaannya, ya," suruh Fatimah sambil menunjuk keresek berukuran besar yang tersimpan di delman.
Fadli menampakkan senyumnya. "Iya, Teteh."
"Aw! Ustaz!" pekik Fadli saat Azfer datang tiba-tiba menarik telinganya.
Fatimah membulatkan matanya karena kaget dengan tindakan Azfer yang sekonyong-konyong menjewer telinga anak orang.
"Jadi, kamu selingkuh sama si Fadli, hm?" tanya Azfer dengan raut wajah yang tidak ada bercandanya sama sekali.
Fatimah teringat stikcy note yang ia tempel di kaca kamar mandi. Oh oh oh, ia tidak sangka kalau Azfer menganggap tulisannya serius. Ia menepuk jidatnya, lalu mengambil tindakan untuk melepas tangan Azfer dari telinga Fadli.
"Aa apaan sih?" tanya Fatimah sambil menatap Azfer.
Azfer memegang kedua pipi Fatimah. "Kamu ngapain nulis itu?"
Fatimah tertawa puas. Ia tidak bisa menahan tawa lagi saat melihat ekspresi wajah Azfer yang kelihatan marah karena terbakar api cemburu.
"Ana langsung simpen belanjaan, ya. Gak mau liat yang apel," ucap Fadli yang kemudian melenggangkan kaki dari sana.
Azfer menajamkan matanya pada punggung Fadli yang semakin menjauh.
Sementara itu, Fatimah berhenti tertawa untuk memberikan penjelasan pada suaminya. "Apa sih, A?" Ia memegang tangan Azfer dan mengelusnya. "Gak usah cemburu kali, orang aku cuma bercanda."
Azfer bersidekap dengan bibir yang berubah kerucut. "Gak lucu bercandaan kamu."
Fatimah melingkarkan tangannya di lengan Azfer, agar bisa bergandengan dengannya. "Udah gak usah marah, aku abis di pasar, cape. Mending kita kembali ke asrama."
"Iya deh. Tapi, lain kali jangan gitu lagi, ah," ucap Azfer memperingati istrinya agar tidak membuatnya khawatir lagi.
"Hm, iya-iya. Gak akan lagi deh, A," balas Fatimah dibarengi kekehan.
Mereka pun berjalan memasuki area pesantren kembali.
***
gugah bobo: bangun tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Degup ✔️
Espiritual[COMPLETED] Takdir mempertemukan seorang gadis bernama Fatimah Alya Az-Zahra dengan Ali Muhammad Ramdhan, ketika ia menginjakkan kakinya di sebuah Pesantren bernama Ar-Rahman. Pria tersebut begitu tampan, dan suara azannya begitu memikat kaum hawa...