Kaki kedua pasangan itu menginjak sebuah lokasi pernikahan Ali dan Malika. Sebuah gedung yang cukup luas itu dihias dengan indah, sampai siapa pun yang melihatnya pasti akan merasa dimanjakan. Namun, berbeda dengan apa yang dirasakan Fatimah ketika melihat dekorasi itu. Ia sampai mengeratkan pegangan tangannya pada Azfer, karena rasa pilu mulai merasuk ke dadanya. Melihat suasana yang ada di depan mata, membuat hatinya seolah-olah sedang disayat-sayat.
"Aa, pulang lagi aja, yuk!" ajak Fatimah tatkala sampai di dalam gedung.
Azfer memiringkan wajahnya ke arah Fatimah, tangan yang satunya kini memegang pipi Fatimah. "Lho, kenapa gitu? Kita udah jauh-jauh ke Bandung, kok kamu mau pulang lagi sih?"
Fatimah melepas pegangan tangannya dari Azfer. Kini, ia sibuk memainkan jarinya sendiri sambil menundukkan kepala. Rasa risau dan sesak terus menyeruak, gedung yang luas itu malah terasa sempit baginya. Rasa sakit hati itu masih belum sepenuhnya kering, ia merasa seperti sedang mendekat ke taburan paku dan menginjaknya. Tentu, rasanya akan sangat menyakitkan.
Azfer menaikkan dagu Fatimah dengan kedua jari tangannya, sehingga Fatimah mendongak ke arahnya dan dapat memandangi kedua manik matanya. Ia memberikan senyuman manis, berharap senyuman itu bisa memberikan semangat, agar istrinya tidak terlalu larut dalam lembah patah hati. "Ada aku di sini. Keep strong, Baby."
Fatimah mengukir senyuman. Ucapan Azfer terasa menggelitik hatinya. Baru kali ini ia dipanggil 'Baby' oleh pria jentle man yang sangat menyayanginya. Cukup aneh dan membuat baper. Sebelum ini, memang ia juga pernah dipanggil seperti itu oleh mantan pacarnya dulu. Namun, itu sudah berlalu lama sekali, dan kejadiannya terjadi saat ia belum memutuskan untuk berhijrah. Rasanya jelas berbeda, lebih indah kala Azfer yang mengucapkannya saat ini.
Memang, ya? Azfer adalah laki-laki hebat yang sanggup memberikan senyuman walaupun hatinya sendiri tergores oleh kelakuan istrinya. Apa lagi yang harus Fatimah risaukan sekarang? Ia sudah memiliki suami terbaik, tidak pantas ia terus galau seperti ini.
"Lagi-lagi, Aa selalu bersikap manis pada orang yang telah menorehkan luka di hati Aa," ucap Fatimah sambil menatap netra Azfer sangat dalam.
Azfer meraih kedua tangan Fatimah. Ia tidak berhenti menebarkan senyuman tulus. "Kamu adalah milikku, tanggung jawabku adalah menjagamu."
Ckrek!
Suara jepretan kamera membuyarkan suasana romantis singkat mereka. Mereka yang sedang saling tatap kini menoleh ke sumber suara dan melihat dua orang gadis yang tengah cekikikan.
"Aghniya! Gisti!" pekik Fatimah.
Mereka berdua malah semakin tertawa puas karena melihat wajah Fatimah yang memerah akibat tertangkap basah sedang romantis-romantisan di tengah gedung yang masih sepi ini.
Kedua sahabat Fatimah pun mendekat ke arah pasangan tersebut.
Aghniya lekas merangkul Fatimah dengan sangat erat sampai lehernya hampir tercekik.
"Euh!" Fatimah memukul-mukul lengan Aghniya sambil batuk-batuk. Aghniya pun melepaskan tangannya sambil terkekeh kecil. "Kurang ajar kamu, Ni," omel Fatimah sambil mengusap-ngusap lehernya yang tertutupi kain kerudung.
Azfer di sana menajamkan matanya kepada Aghniya, ia jadi ikut merasa kesal karena tindakan Aghniya sudah membuat istrinya sesak napas. Ia berkacak pinggang. "Aghniya."
Aghniya mengatupkan kedua tangannya sambil menunjukkan rentetan giginya. "Ampun Ustaz, jangan dihukum."
"Aduh! Sakit!" pekik Fatimah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Degup ✔️
Espiritual[COMPLETED] Takdir mempertemukan seorang gadis bernama Fatimah Alya Az-Zahra dengan Ali Muhammad Ramdhan, ketika ia menginjakkan kakinya di sebuah Pesantren bernama Ar-Rahman. Pria tersebut begitu tampan, dan suara azannya begitu memikat kaum hawa...