"Mana ya sejarah," gumam Yuka menempatkan jari jemarinya di antara buku-buku. Yuka hapal sudah membaca di antaranya. Bukan dari buku-buku itu yang dia cari.
Seharusnya ada sejarah tentang konspirasi dunia sihir di sini. Yuka ingat pernah membaca judulnya waktu iseng pergi ke perpus. Rupanya keberuntungannya tidak berpihak pada Yuka.
Tahu-tahu ada buku tersodor di depan wajahnya. Sebaris judul, 'Secret of Magic' itu membuat matanya berbinar. Senyum Yuka terbit mengalahkan lampu buatan di perpus.
"Makasih," ujarnya terhenti melihat mata emas menghujaninya di balik buku itu. "Oh, Ryu. Tahu aja kalau lagi cari ini."
Yuka memberikan senyum tipis sebelum nyelonong dari hadapan Ryu. Mengambil tempat duduk asal. Lalu membuka isinya dengan antusias.
Seseorang menarik bangku di sebelahnya. Yuka melirik sekilas karena merasa terganggu. "Eh, kok duduk di sini?" tanya Yuka terlihat jengkel sekali.
"Emang ini punya kamu?" tanyanya balik.
Ya, terserahlah. Yuka tidak mampu memperpanjang urusannya. Lagian, ini tempat umum. Dan, seharusnya Ryu tahu kalau dia tidak dalam mode damai.
Tiga menit berselang. Yuka tidak fokus dengan buku yang ada dipegangannya. Sisi tubuhnya merasakan hawa panas luar biasa. Seperti dibakar api. Benar, ketika melirik ke samping. Ryu menatapnya polos. "Apa?" tanyanya dengan wajah yang ingin sekali Yuka tonjok.
"Kamu mending pergi, deh," usir Yuka terang-terangan. Peduli amat sama tanggapan orang. Tidak adanya dia kemarin saja sudah digunjingkam dengan berita yang tidak-tidak. Lari dari tanggung jawablah, pura-pura pergi lah hingga berujung pada kekuatannya yang tidak bisa dibanggakan.
"Kenapa? Aku nggak gangguin kok," bantah Ryu sedikit tersinggung.
Mataku itu lho ganggu. "Makanya jangan liatin mulu," ujar Yuka pelan. Pelampiasan karena tidak bisa mengatakan itu secara langsung.
"Aku baca buku itu juga."
Oh, buku ini. Memang ada satu di sini, ya? Kalau ada satu ngapain tadi dikasih ke Yuka, sih. Ngerepotin aja.
"Pipi kamu merah," ujar Ryu tiba-tiba. Senyumnya terbit melihat Yuka gelagapan sambil memegang kedua pipi dengan mata melotot.
"Jangan sembarangan!" tudingnya dibuat horor. Yuka menutup bukunya. Berniat meminjamnya dan membacanya nanti dengan Aiko. Fokusnya bisa pecah kalau lama-lama sama Ryu.
Ryu menahan lengan Yuka. Dia terlihat ragu sesaat. "Kamu bertemu klan Scamael," ujarnya mantap.
Yuka melebarkan matanya. Percuma juga kalau dia bohong. "Kamu mengenal mereka?" tanyanya menilai.
"Mereka membunuh ayahku di depan mataku."
Yuka bisa melihat kesedihan dalam matanya. Auranya bahkan jauh lebih kuat dari sebelumnya. Nyala api seperti membakar Ryu dari segala arah. Yuka merasakan keringan membanjiri dahi. Ryu sepertinya sadar, langsung merubah ekspresinya datar kembali. "Maaf."
Ternyata, dia juga menyimpan cerita menyedihkan.
"Siapa?" tanya Yuka penasaran.
Ryu menggeleng. Entah tidak ingin cerita atau benar-benar tidak tahu. Yang pasti, Ryu sepertinya ingin mengganti topik lain. Dia berujar, "Aku sudah mengumpulkan informasi tentang Klan itu. Kamu bisa mengambilnya sama Shino."
Yuka mengangguk. Mengucapkan terima kasih banyak. Tidak ada pembicaraan lagi sampai Yuka memutuskan pergi ke rak-rak di belakangnya. Hatinya ikut panas didekat Ryu. Rasanya, perlu jauh-jauh dari pengendali elemen api itu mulai sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasy"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...