Bab 19

6 0 0
                                    

Seorang laki-laki lebih muda dari kepala sekolah. Tanpa rambut putih meski wajahnya bertolak belakang. Dia berdecak melihat siapa yang datang. "Oh, kamu putra Vernon. Kenapa ke sini anak nakal?" tanyanya lalu duduk sembarangan di salah satu tempat. "Ah, apa itu kamu?" tanyanya mengarah pada Yuka.

"Kamu mengenalku?"

Vandish menggeleng. "Tetapi, aku mengenal ayahmu dengan baik."

"Benarkan? Kamu pernah bertemu dengannya?" tanya Yuka menggebu-gebu.

"Tenanglah dulu. Pertama-tama, Sebenarnya apa yang kalian cari di sini? Kalian tahu desa ini banyak penyusup," ujarnya menatap Ryu tajam.

Ryu tidak peduli. "Aku hanya ingin membantu temanku."

"Ah, jadi kamu ingin tahu ayahmu?" tanya Vandish saat melihat mata Yuka berbinar-binar. Dia tertawa lebar. "Baiklah. Tapi, waktuku tidak banyak."

"Anda tahu di mana ayahku?" tanya Yuka antusias.

Vandish menggeleng. "Sampai sekarang dia menghilang. Yah, sejak kulihat terkahir kali menyembunyikanmu dari Klan Scamael. Dia tidak pernah muncul lagi."

Yuka mendesah panjang. "Bagaimana dengan Klan Scamael. Kamu mengenalnya?"

"Mereka pernah menjadi terkuat. Kepercayaan penyihir Agung. Tetapi, kesombongan mereka membuat Penyihir Agung menurunkan kasta. Pemberontakan terjadi di mana-mana dengan tujuan mengkudeta. Akhirnya, mereka diakui, ditakuti meski belum sepenuhnya berkuasa."

Yuka mengangguk-angguk. "Jadi, aku tidak boleh percaya pada mereka?" tanyanya meminta pertimbangan.

"Mungkin iya. Tapi ada seseorang yang bisa kamu percaya dari Klan mereka." Vandish berdiri, mengusap jubahnya yang ternoda darah di mana-mana. "Untuk kekuatan empat elemenmu itu, kamu harusnya tidak percaya siapa pun."

"Anda salah sangka!" tolak Yuka cepat.

"Aku harus pergi. Kalian cepat pergi dari sini," ujar Vandish lalu menghilang dalam sekedip mata.

"Ayo, kita juga harus pergi!" Ajak Ryu sembari menggandeng Yuka yang masih bengong aja.

"Memang kenapa?"

"Tempat ini sudah dikepung penyusup. Berbahaya jika mereka tahu ada kamu di sini."
Ryu gemas karena Yuka masih menatapnya polos. "Kamu masih belum paham? Anak penyihir Agung itu kamu!" lanjutnya dengan intonasi sedikit tinggi.

Yuka masih belum sadar apa yang terjadi. Fakta apa lagi yang dia dapat kali ini. Ketidaksadarannya itu terjadi sampai suara ledakan di luar sana. Ryu mengajaknya bersembunyi.

Pintu didobrak tanpa menunggu lama sejak Vandish keluar. "Dia tidak ada di sini!" teriak seseorang.

Yuka mengintip. Jubah yang dikenakan Rafelia persis seperti itu. Wajah mereka ditutupi tudung. Ada pedang sihir yang masih meneteskan darah. Dia menelan ludahnya sendiri. Klan Scamael, begitu jelasnya mereka menampakkan diri.

"Aku akan melawan mereka. Kamu terbang duluan," ujar Ryu menilai situasi yang terjadi.

Yuka menahan lengan Ryu, lalu menggeleng.
"Denger! Kamu harus selamat kalau mau dunia ini selamat!" teriaknya penuh emosi. Ryu menghentakkan tangan Yuka. Keluar dan mengalihkan perhatian mereka. Suara pedang besi dengan pedang api ciptaan Ryu merusak atap-atap kayu. Memercikkan api di mana-mana.

Yuka masih tidak beranjak. Tubuhnya terasa dingin, hangat di bagian lain. "Aku harus nunggu Ryu," gumamnya memutuskan.

Sampai gubuk rubuh hingga suasana di luar terlihat. Yuka semakin gemetaran melihat banyak orang-orang berjubah di setiap rumah. Seolah mencari nyawa rayap-rayap di sana.

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang