Shino baru saja ingin memulai bicara ketika langit bergemuruh hebat. Semuanya terpana. Lidah api menjulur-julur ke bawah, seolah memamerkan kemampuannya merusak sesuatu yang tersentuh mereka. Beberapa tempat yang terkena langsung terbakar, dalam beberapa detik gosong dan menjadi abu. Api itu merembet pada taman kecil yang ditumbuhi bunga abadi.
"Semuanya! Masuk ke dalam gedung terdekat!"
Seolah baru tersadar, Suara kepala sekolah membuat MAC berhamburan ke gedung terdekat. Ada yang memakai sapu-umumnya MAC level 4, atau dibawa guru bagi yang masih syok. Suara jeritan berbaur dengan gemuruh langit yang semakin mengamuk. Petir menyambar-nyambar seolah meraih apa saya yang bisa disentuhnya.
Yuka, Aiko, Shino kebetulan berada dekat dengan gedung serbaguna. Ruang kepala sekolah, guru, staffnya hingga aula cadangan berada di dalamnya. Melihat orang-orang terburu-buru untuk berlindung, membuat lapangan terlihat chaos. Yuka harus memegang Aiko karena beberapa kali tertabrak MAC lainnya.
Shino menyadari situasi semakin buruk. Lantas mengarahkan junior yang diampunya- tersisa Lima orang termasuk Shino, lainnya sudah terpencar- untuk berlindung.
"Ayo! Ikuti aku!" Perintah Shino lalu menarik Aiko-dia gemetaran dan syok- untuk duduk di sapunya. Begitu juga satu cewek lagi yang terlihat ketakutan dengan wajah mayat itu. "Aku akan membawa mereka. Kalian cepat berlindung."
Yuka mengangguk. Keputusan Shino memang tepat untuk membawa mereka berdua. Lantas, Yuka ikut berlari dengan yang lain. Pintu gedung terbuka lebar. Shino melambaikan tangan.
"Semua sudah masuk?" tanya Shino pada kerumunan yang berjubel di belakangnya.
"Tidak ada lagi yang tertinggal," ujar Aiko setelah Yuka datang.
Yuka datang dengan napas terengah-engah. Dia menegakkan punggung, masuk ke ruangan ketika Aiko menyeretnya ke dalam. Semua orang berhenti melangkah ketika seseorang paling terakhir berbicara putus-putus, "ada yang tertinggal. Clon tertinggal di belakang," ujarnya dengan suara tersisa. Lalu menunjuk ke sudut bagian barat daya. Sekitar enam puluh derajat dari tempat mereka.
Semua orang melihat ke lapangan. Ada seorang cewek yang bersembunyi di bawah pohon. Bibirnya menggigil dengan wajah linglung. Yuka pernah melihatnya di level 1 kelas lain. Ah, dia juga satu barisan dengannya. Bahkan, teriakan dari berbagai arah yang memintanya untuk berlari sepertinya tidak terdengar. Cewek itu malah menutup kedua telinganya sambil menjerit pasrah.
"Aku akan membawanya masuk," ujar seseorang yang berdiri di samping Yuka. Ryu sepertinya bersiap keluar, sampai lengannya ditahan oleh Shino.
"Jangan konyol!" cegah Shino lalu menatap kami satu persatu. "Kita tidak butuh kamu terluka juga."
"Bagaimana dia? Kamu nggak mungkin membiarkannya?" celetukan lain terdengar tidak terima.
Petir menyambar lagi. Kali ini diameter dan kecepatannya lebih besar daripada tadi. Sebagian lapangan sudah luluh-lantah menjadi abu. Asap hitam berbaur dengan debu, menutup pandangan setiap orang. Cewek yang bernama Clon itu memekik ketika pohon tempatnya berlindung tersambar petir.
"Petir itu bukan sekedar petir biasa! Kalian bisa musnah dalam sekejap!" teriak Shino menjelaskan.
Semua orang ketakutan.
"Bukan petir biasa?" tanya Yuka tidak mengerti, seolah mewakili pertanyaan-pertanyaan yang berada di sekitarnya.
"Mengandung mantra sihir mematikan. kalian tidak akan bisa mengalahkannya," jelas Ryu yang mengamati keadaan. Dia menerawang ke depan seolah menilai sesuatu.
"Dia bisa mati," gumam Aiko pada Yuka.
Yuka mengangguk setuju. Belum sempat dia bertanya, Shino lebih dulu bilang, "Aku akan bertelepati dengan kepala sekolah. Kalian jangan berbuat apa pun!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasy"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...