Bab 3

9 3 0
                                    

Seperti yang terakhir kali diprediksikan, hujan Draconid tidak akan mengenai bumi. Pagi tadi pukul Gozen 1 ji(1.am) titik-titik berjarak ribuan kilometer diprediksi NASA sebagai meteor. Selengkapnya ....

Tiba-tiba saja televisi mati. Aiko yang berada di sebelah Yuka bergerak gelisah dari tadi. Cewek itu merapatkan tubuhnya pada Yuka. Hingga rasanya ruang khusus ini terasa sempit seketika.

"Tidak ada apa-apa, Aiko-San. Lagipula kita punya jaring anti meteor," ungkap Yuka mencoba menenangkan.
Aiko mengangguk sekali.

"Tetap saja, meteor itu dibuat penyihir. Jaring itu tidak akan berguna." Dan meteor-meteor itu ulah penyihir. Masuk akal sekali kenapa tidak ada perubahan apa pun. Meski pemerintah berkata baik-baik saja, nyatanya keadaan masih tetap sama.

Si perusak suasana di mana pun Yuka berada. Bersandar santai di dinding yang terlapisi kabut. Yuka menoleh sedikit demi mendapati ekspresi cuek dari Ryu. Cowok itu bahkan tidak repot-repot menonton TV portabel yang dibawa Aiko ke sini.

"Jangan merusak suasana!" tegur Yuka Judes.

Ryu menggelengkan kepala kecil. Tangannya menyugar rambut ketika Yuka menatapnya.

"Andai saja air bisa membuat meteor itu hancur," gumam Aiko seraya memainkan tangannya. Dari sana, tetes air berjatuhan dengan debit rendah. Aiko mengetahui kekuatan itu setelah mendapatkan kotak hitam yang sama. Meski semuanya juga tidak masuk akal. Tapi melihat air berjatuhan dari jari-jemarinya mematahkan kemustahilan di dunia ini.

Yuka melihatnya takjub. Lalu ekspresinya berubah murung. Dari mereka berempat, sepertinya hanya dia yang belum mengetahui kekuatannya. Kalau Ryu, Yuka tidak Ingin menebak lebih jauh karena ekspresi Ryu juga tidak seterkejut dirinya ketika Aiko mengeluarkan kekuatan. Dia tidak mau bertanya juga.

"Aku masih tidak mengerti kenapa kita dibuang ke sini?" tanya Yuka menelengkan kepala.

"Ada banyak elemen sihir. Ada 4 yang paling terkenal," ujar Ryu tiba-tiba berbicara. Meski matanya terpejam dengan kedua tangan terlihat di depan dada. Wajahnya menyiratkan kelelahan yang amat sangat. "Api, Kabut, Air, Angin."

Catat.

"4 elemen itu adalah simbol perlindungan."

"Apa hubungannya dengan kita?" tanya Yuka polos. Mata sabitnya berbinar mengalahkan pencahayaan ruangan.

Ryu menatapnya gemas. "Kupikir kita termasuk. Dan, dibuang di sini agar tidak ada yang mengganggu."

"Aku tidak percaya kita sehebat itu," sangkal Aiko dengan wajah ragu.

Yuka mengangguk paham. Sebentar, jika Shino adalah kabut, Aiko air, (mungkin) Ryu api, berarti dirinya angin, dong?

Yuka mengibaskan tangannya. Memerintahkan angin untuk berputar di depannya. Tidak ada yang terjadi. Belum menyerah, Yuka berdiri dan melompat rendah. Dia tidak terbang juga. Ada yang salah.

"Apa yang kamu lakukan Yuka-Chan?" tanya Aiko dengan kening berkerut.

"Aku Ingin mencoba kekuatanku," jawab Yuka masih terus berusaha. Dia bergerak ke sana ke mari untuk menangkapn angin. Tindakannya menimbulkan senyum kecil di bibir Ryu. Matanya sampai segaris karena tidak berhenti tersenyum. Senyumnya memudar ketika menemukan ekspresi jengkel Yuka.

"Kamu ngejek, ya?" tanya Yuka dengan bibir terlipat.

Ryu berdehem pelan. Diabaikannya tatapan Yuka yang seakan mau menelannya hidup-hidup.

Suara pintu terbuka, lalu muncul seseorang yang tengah mereka tunggu sedari tadi. Shino terlihat pucat seolah membawakan kabar buruk.

"Aku punya dua kabar untuk kalian. Kabar buruk dan baik."

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang