Aiko masih ternganga melihat portal Hitam, black hole yang dibuat Yuka. Berputar-putar seperti milik penyihir tingkat tinggi. Luar biasa! "Kamu tidak apa-apa kita berdua masuk?" tanyanya meringis. Pasti butuh menguras energi juga jika mereka bersama. Gelombang black hole harus kuat agar mereka sampai di tempat yang dituju.
"Ayo lakukan saja!" ajak Yuka yakin setengah mati. Dia menatap ke depan dengan pasti. Tidak ada yang tahu kalau tidak mencoba, kan?
Mereka bergandengan tangan. Masuk ke dalamnya secepat mungkin. Tersedot ke sana lalu melayang-layang. Ketika kaki mereka merasakan tekstur tanah, Aiko langsung terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan. Dia terbatuk-batuk dalam perjalanan pertama menggunakan black hole. Semua isi perutnya rasanya naik ke kerongkongan.
Yuka menepuk bahu Aiko lembut. "Kamu tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.
Aiko mengangguk. Dia merasa baikan setelah memuntahkan sebagian isi perutnya. Berdiri lalu terkejut saat rumahnya berada di depan mata. Mereka berada di pekarangan depan rumah Aiko. Tepatnya, di samping ayunan yang sudah rusak.
"Ayo masuk lewat pintu belakang," ajak Aiko. Yuka mengikuti langkahnya ke memutari rumah. Membuka pintunya yang ternyata tidak dikunci. "Ayah!" teriaknya keras.
Setelah melepaskan sepatu dan meletakkannya di rak, mereka berjalan menaiki tangga kayu. Yuka mengedarkan pandang. Foto-foto masa kecil Aiko dan Shian terpanjang berurut naik mengikuti tangga. Lalu mereka berhenti di tangga pertama. Aiko mengetuk pintunya beberapa kali. "Ayah, Aiko pulang!" teriaknya bersemangat.
"Oh, ya? Aiko siapa?" Pertanyaan dari dalam timbil tenggelam.
Pintu macet ketika Aiko memaksanya. "Kapan ayah berhenti memenuhi ruangan dengan benda-benda rusak itu!" Wajahnya memerah. Dengan kekuatan penuh pintu terbuka.
Yuka menggaruk pelipisnya. Kamar Shian memang dipenuhi banyak barang bekas. Bahkan, yang sepertinya tidak bisa digunakan lagi juga ada. Dia tas kasurnya ada bongkahan logam-logam berwarna emas yang mirip peralataan rumah tangga. Meja di sudut ruangan ada tumpukan kertas dan berita-berita dari kota. Sudut lain ada seorang pria tua yang sedang berjongkok di depan mesin pencetak pot bunga. "Aiko? Kamu pulang? Ayah lagi cari uang logam di dalam cetakan ini," jawabnya tanpa menoleh.
Aiko berkacak pinggang. Lantas, menghampiri ayahnya. Menjewer telinganya yang membuat Yuka menutup mulutnya. "Apa Ayah makan dengan baik? Kenapa terus menerus melakukan sesuatu yang konyol!"
Shian melepaskan tangan Aiko lalu berdiri dan mengusap kepala putrinya hingga rambutnya berantakan. "Anak nakal! Pulang tidak bilang-bilang. Pasti kabur dari Academy," ujarnya menjewer telinganya Aiko. Tangannya turun kembali saat menyadari ada seseorang menonton perdebatan mereka. "Lho, Yuka ikutan?"
Yuka menundukkan kepalanya. "Selamat siang, Shian."
Kening Shian berlipat. "Aku tidak lihat sapu terbang kalian," ujarnya yang membuat keduanya melotot.
"Kami letakkan di pekarangan belakang," jawab Aiko cepat. "Aiko meninggalkan sesuatu di sini."
Shian mengangguk paham. "Nah, apa kalian terburu-buru?" tanyanya memikirkan rencana selanjutnya.
Yuka menggeleng. "Kami bisa kembali menjelang malam," jawabnya mengingat jadwal di Academy. Tidak ada jadwal berarti sampai jam malam di mulai.
"Ayo kita makan sup tanduk rusa," ajaknya lalu menyeret Aiko yang berusaha membuang barang-barang tidak berguna ya di kamar menggunakan sihir.
"Masakan ayah tidak enak! Jangan membuat kami keracunan," ejek Aiko tanpa henti. Sukses membuat Shian mencubit chubby miliknya.
"Kebetulan kami belum makan," jawab Yuka berterima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasy"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...