Yuka dan berjanji keesokan harinya akan datang ke sini lagi. Waktu berlalu cepat. Mereka berdiri di pojok ruang perpustakaan. Menatap dinding yang bisanya terdapat portal itu.
"Kamu punya ide?" tanya Yuka meraba-raba bagian itu. Tetapi, tidak ada tanda-tanda akan keluar portal atau sejenisnya.
Ryu mengepalkan tangannya. Meninju bagian dinding itu hingga genggaman tangannya memerah. Ryu meringis sedikit. Tersenyum puas saat retakan dinding itu tercipta. "Coba kamu gali ingatan mereka," suruhnya.
Ryu ternyata menghancurkan segel yang berlapis di dinding. Tindakan cerdas karena jika menggunakan kekuatan elemen mereka, seseorang pasti bisa mengetahuinya dengan mudah.
Yuka mengeluarkan ingatan ketika portal itu muncul. Dia menarik portal itu agar muncul kembali. Dalam beberapa menit, Yuka tersenyum puas melihat dinding mengeluarkan cahaya putih. "Kita masuk."
Ryu mengangguk. Mereka saling menggenggam. Bertekad akan kembali dengan selamat. Tidak seperti Balck hole yang menyedot mereka ketika masuk, garvitasi portal itu jauh lebih kuat. Mereka tersedot sebelum sempat memasukkan tangan ke dalamnya.
Jatuh. Keduanya berbenturan pada sesuatu yang dingin. Tanah yang lebih gembur daripada biasanya. Yuka yang menyadari kalau mereka berada di hutan mati lagi. Pepohonan yang sama, suasana yang sama. Kecuali rumah yang tadinya tidak ada. Kini berdiri jelas di depan matanya.
Rumah itu berwarna cokelat. Terbuat dari kayu-kayuan yang selalu mengeluarkan aroma vanilla. Atapnya terbuat dari dedaunan berwarna hijau terang. Kontras dengan tempat ini yang didominasi oleh warna hitam.
"Apa kita kembali ke masa lalu?" tanya Ryu memikirkan kemungkinan yang terjadi.
Yuka menggeleng. "Langit masih mendung dan hutan tetap saja mati."
Ryu menahan napas. Tidak ada yang berubah. Mereka seperti berada di dunia lain saja. Ryu bergerak waspada saat sesuatu melompat-lompat ke arah mereka. Setelah ditelusuri, ternyata hanya sebuah kelinci yang memetik rerumputan di teras depan.
"Ada sesuatu di rumah itu," gumam Yuka mengajak Ryu masuk ke saja.
"Aku berpikir sama," balasnya menyetujui. Dia memimpin jalan. Berjalan mengendap-endap seolah tempat ini dijaga pasukan berbahaya. Yuka memegang bagian belakang jubah Ryu sebagai pegangan. Dia merasa diawasi di sini. Padahal, hutan masih sama sunyinya.
"Kamu mau masuk?" tanya Ryu setelah berhasil mencapai pintu kayu seukuran tubuh mereka. Ketika Yuka mengangguk, Ryu membuang pintunya dengan siaga penuh. Siap menyerang jika ada yang mencurigakan.
Pintu terbuka dan menimbulkan bunyi nyaring. Masih tidak ada suara lain yang terdengar. Apakah rumah ini kosong atau khayalan mereka saja?
Yuka berjalan di samping Ryu. Matanya membeliak saat merasakan aura yang asing tetapi terasa dekat. "Kita harus ke sana," ujar Yuka menunjuk pintu berwarna putih yang paling mencolok.
Mereka berjalan ke pintu itu. Membukanya meski lebih sulit daripada sebelumnya. Yuka mengeluarkan elemen kabutnya. Membuat kabut itu merayapi celah dan membuka membuka pintu lewat dalam. Berhasil! Mereka berpandangan dengan senyum sumringah.
Di sana tidak ada kamar seperti bayangan Yuka. Hanya ruangan kosong tanpa perabotan apa pun. Ryu menelitinya dan menggeleng pada Yuka. Ketika pintu mau ditutup, Yuka mencegahnya. "Kamu merasakannya, Ryu?" tanyanya semakin masuk ke dalam.
Ryu mencoba memfokuskan pikiran. Merasakan aura kuat yang berada di ruangan ini selain mereka berdua.
"Ada orang lain?" tanya Ryu membuat Yuka mengangguk setuju.
Yuka memutar otaknya. Dia bisa melihat dekat tipis sebening kaca di depan sana. Memerintahkan Ryu untuk menjaga jarak sejauh lima meter. Yuka melakukan serangan membabi-buta dengan elemen airnya. Bukan! Air yang dibekukan dengan api! Bayangkan itu di pikiran kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasy"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...