Bab 26

3 1 0
                                    

Yuka bergerak gelisah. Kepala sekolah bilang mau turun ke bawah untuk mengontrol keadaan. Dan apa yang dilakukannya sekarang? Duduk diam di sini sambil nonton saja. Mereka melarang Yuka keluar. Sapu milik Yuka beterbangan di ruangan.

"Kamu jangan bikin aku tambah pusing dong!" teriak Yuka kalau menunjuk sapunya. Tatapannya jengkel setengah mati.

Sapunya malah makin menjadi. Kali ini bergerak-gerak memutari Yuka. Menggesekkan ujungnya ke sepatu. Begitu terus sampai kepala Yuka berputar-putar karena melihatnya.

Suara ledakan di luar membuatnya bangkit dan melongok ke bawah. Api berkobar hingga sebagain gedung terkena imbasnya. Kepala sekolah dan guru-guru berhadapan dengan mereka. Beberapa MAC yang biasanya diandalkan menjaga keamanan juga ikut serta. Ada juga Shino di sana. Semuanya rata-rata berada di level empat.

Masing-masing dari roh itu beterbangan, mengeluarkan sesuatu seperti kabut berwarna hitam. Mengaburkan pandangan yang lainnya. Mereka terbang memutari lawan masing-masing. Menyerangnya dengan bola yang keluar dari lengan tangan mereka. Karena belum siap, beberapa MAC terkena imbasnya. Mereka tumbang dalam sekali serangan.

"Serahkan anak itu!" Suara serak menggema. Seolah-olah berasal dari langit. Tanah bergetar.

Yuka memegang sapunya sebagai tumpuan beban. Tubuhnya ketakutan setengah mati. Mereka memang mencari Yuka. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Tidak mungkin membiarkan roh-roh itu menyerang teman-temannya, orang yang melindunginya selama ini.

"Jangan pernah keluar apa pun yang terjadi."

Peringatan terkahir sebelum kepala sekolah turun kembali terngiang. Dia merasa tidak enak karena menjadikan mereka temeng untuk melindunginya. Yuka sibuk dengan pikirannya sendiri. Lalu, dia menengok ke bawah untuk memutuskan. Matanya bertabrakan dengan wajah kosong dengan mata merah darah.

Mereka melihat Yuka!

Seperti diberi komando, pasukan roh berputar dan terbang ke atas. Yuka mundur saat melihat pasukan itu memenuhi kaca luar. Wajah mereka mengerikan. Mereka mengeluarkan apa saja untuk menghancurkan untuk pelindung itu.

Di bawah, Ryu meninju udara. "Sial! Mereka menemukannya!" ujarnya marah. Dia memerintahkan MAC yang tersisa mengumpulkan kekuatan menjadi satu. Mengarahkan kekuatan itu ke atas. Beberapa roh yang terkena langsung berjatuhan. Hanya beberapa detik, lalu mereka terbang kembali. Begitu terus. Serangan mereka tidak berarti apa-apa. Lawan mereka tidak akan tumbang.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Shino yang berada di dekat Kepala sekolah.

Kepala sekolah ragu. "Mereka dibangkitkan dengan kekuatan putih. Sulit menumbangkannya."

"Tidak ada kekuatan yang tidak memiliki kelemahan," timpal Ryu masih mengeluarkan api dari tangannya. Melempar mereka tanpa jeda.

"Memang. Kita coba mengunci mereka," putus Kepala sekolah. Dia terbang lebih tinggi agar bisa dilihat MAC lainnya. "Semua yang bisa melakukan mantra pengunci berkumpul di sini."

Semua MAC yang merasa punya langsung bergabung dengan MAC dari level empat. Cukup banyak dari prediksi kepala sekolah. Setidaknya, dengan bantuan guru-guru juga mereka pasti bisa menguncinya.

"Pusatkan pikiran kalian menjadi satu. Kunci lawan kalian dengan tali sihir paling kuat."
Semua orang mengikuti petunjuk kepala sekolah.

Yuka yang berada di atas mulai terdesak. Suara kaca pecah membuatnya mengambil ancang-ancang. Dia menunggangi sapunya. Bersiap-siap melesat jika mereka berhasil masuk.

Apa yang terjadi? Pasukan itu satu persatu berjatuhan ke tanah. Yang masih tersisa terus mengeluarkan kekuatan merusak segel sihir. Mereka terus melakukannya hingga Yuka yakin akan berhasil dalam beberapa menit ke depan.

"Berhasil!" teriak Shino sedang saat pasukan itu mulai menempelkan pada kantong kabut yang dibuatnya.

"Ini akan memakan waktu lama," ujar Ryu menyadari kalau MAC yang sedang menggunakan kekuatannya mulai memucat. Tenaga mereka bisa habis, kemungkinan tumbang besar sekali.

Ryu memusatkan perhatiannya lebih banyak. Sisa-sisa tenaganya masih kuat untuk melumpuhkan mereka semua. Dia mendongak ke atas, menemukan Yuka yang ketakutan di pohong ruangan.

Sebentar lagi, mereka akan pergi, Yuka. Bertahanlah! Ryu bergumam dalam hati.

Satu roh berhasil masuk melalui retakan itu. Yuka melotot. Dia lupa kalau berhadapan dengan makhluk selain penyihir. Satu persatu masuk seolah tersedot dalam retakan itu. Mereka berada di depan Yuka dengan mata membara. "Putri Skandiv yang agung."

Mereka bergumam beberapa kali dengan kalian yang sama. Terlambat untuk berpikir jauh, Yuka mengeluarkan semua kekuatan yang dia bisa. Bola-bola api atau segala hal yang dipelajarinya selama ini. Belum cukup. Mereka tidak tumbang.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Yuka berpikir. Dia mendapatkan ide.

"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Yuka mengulur waktu.

Mereka diam saja. Seolah-olah tidak diprogram untuk menjawab pertanyaan lainnya. Yuka merasakan sesuatu menyengat lengan kirinya. Ternyata bola api itu.

"Tangkap putri pemberontak yang terkutuk."

Sialan! Yuka mengumpulkan semua emosi dalam dirinya. Dia harus marah agar kekuatannya muncul. Rasanya sia-sia saja. Rasa takutnya lebih mendominasi. Dia mulai kewalahan karena dikepung dari berbagai sisi.

Sapunya bergerak-gerak. Dia mulai goyang. "Apa?" tanya Yuka sebal setengah mati.
sapunya kembali bergoyang-goyang. Cahaya keluar dari hologram emas yang berada di ujung sapu.

"Kamu ingin aku memegang ini?" tanya Yuka. Sapunya bergerak lebih aktif. Dia kepayahan sendiri. Tanpa berpikir panjang, Yuka memegang cahaya yang muncul itu.

Ingatannya tersesat pada kejadian awal sejak dia kecil hingga sekarang. Bagaimana teman-teman memperlakukannya, di mana dia ketika bersembunyi untuk menangis. Bagaimana dia mendapatkan nilai tanpa didampingi orangtuanya meski sekali. Ketika waktu masuk M-ACADEMY hidupnya berubah. Kenyataan bahwa dia dikutuk, tidak diinginkan ayahnya sendiri dan tidak dihargai. Sampai kejadian-kejadian yang membuatnya hampir kehilangan nyawa. Semua ingatan itu membentuk suatu emosi, kemarahan. Yuka antah pada dirinya sendiri.

Maka, ketika Yuka membuka matanya. Pasukan roh di depannya terlihat seperti hewan pengganggu. Dia merasakan energi lebih kuat yang mengaliri nadi hingga jantungnya. Rambut cokelatnya terbang, matanya bersinar terang. Sinar yang menembus dinding-dinding hingga kaca luar.
Semua orang bertanya-tanya apa yang terjadi di atas sana.

"Dia kehilangan kesadaran lagi," ujar Kepala sekolah menyadarkan mereka semua.

Ryu terbang ke atas meski semua orang berteriak padanya. Dia mencari celah untuk melihat ke dalam. Yuka bersinar terang. Setiap bagian tubuhnya seolah disinari bintang-bintang. Api, air, kabut berbau menjadi satu, menjadi latar belakang tempat Yuka terbang. Tidak ada yang terlihat selain kemarahan di sana. Ryu yakin Academy ini bisa hancur hanya dengan telunjuknya saja.

Yuka tertawa keras. Tangannya menunjuk ke depan. Pasukan roh-roh itu langsung tumbang. Hanya dalam sekejap, Yuka melumpuhkan semuanya. Tatapannya bertabrakan dengan Ryu.

Ryu harus menahan amarah saat Yuka tidak mengenalnya sama sekali. "Berbahaya," gumamnya yang didengar kepala sekolah.

"Bukan purnama semakin dekat. Dia makin tidak terkendali."

Yuka melesat keluar dalam sekejap mata. Tanpa merusak kaca luar sama sekali. Semua yang berlindung di gedung serbaguna sudah keluar setelah mendenar letusan hebat yang muncul berkali-kali. Begitu mereka melihat Yuka, timbul rasa penasaran besar dan ketakutan.

Yuka berbeda. Ketika di melihat semua MAC memandangnya, tidak ada hasrat selain membunuh mereka semua.

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang