Bab 25

3 1 0
                                    

Menurut perhitungan bulan dan bintang, bulan purnama tinggal lima belas hari lagi. Yuka menutup buku Qantji. Kepalanya bersandar pada dinding kamar. Dibukanya lagi buku pemberian ayahnya. Yuka bisa memecahkan kodenya setelah dua hari membaca Qantji itu sampai habis. Meski kepalanya hampir pecah, hasilnya cukup memuaskan karena dia tahu artinya.

Surat pertama dengan kode; S dan K.

Surat kedua dengan kode A.

Surat ketiga dengan kode D.

Jika membacanya kalimat-kalimat mentahnya, kalian pasti berpikir kalau itu syair cinta seperti ucapan Aiko. Tetapi, ada pola-pola rumit yang bersembunyi di antara hurufnya. Pola-pola itu membentuk satu huruf kunci. Merangkai huruf kunci itu, Yuka menemukan kata S-K-A-D.

Apa itu?

Yuka yakin masih ada kelanjutannya lagi. Ketika Yuka mengeluarkan surat yang belum dibacanya, Aiko masuk tergesa-gesa.

"Bagaimana?" tanya Yuka cepat. Dia menyuruh Aiko mencari tahu kabar ayahnya.
Pasalnya, Shian sepertinya bukan orang sembarangan. Mungkin jika bukan pengikut ayahnya, maka dia pernah bekerja di pemerintahan. Apalagi Yuka mengunjunginya di saat pemberontakan terjadi di mana-mana.

"Ayah, baik-baik saja."

Syukurlah. Yuka bernapas lega sekarang. Mungkin dia hanya parno saat tahu Vandist menghilang.

Aiko bergabung dengan Yuka. Kamar mereka diselimuti kegelapan. Surat yang dipegang Yuka terbang ke atap-atap. Memercikkan kemilau yang membuat mata mereka menyipit. Sebuah tulisan seperti sebelumnya muncul.

Api, air, angin, kabut atau satu reverse.

"Waw. Aku rasa ayahmu ingin menyampaikan sesuatu," ujar Aiko menyimpulkan.

"Kenapa dia tidak menemuiku langsung, sih?" tanya Yuka jengkel luar biasa. Dadanya sesak memikirkan itu semua. Dihapusnya sudut mata yang terasa basah.

Aiko mengelus punggung Yuka. "Dia pasti punya alasan kenapa kalian tidak boleh bertemu."

"Apakah segelnya sudah diperbaiki?" tanya Yuka mengalihkan topik.

"Katanya butuh beberapa waktu. Soalnya segel sihirnya udah mulai rusak."

Tentu saja mereka khawatir kalau segel sihir itu tidak segera pulih. Penyusup bisa datang kapan saja.

Lalu, pintu digedor sangat keras dan terburu-buru. Mereka berlari ke pintu dan mendapati Mr. Wenny berwajah pucat dan menyuruh mereka lari. "Ada penyusup di Academy. Kalian harus berlindung di ruang rahasia!"

Lorong lantai empat sesak karena semua MAC berlari ke sana ke mari. Saling bertabrakan dan berteriak panik. Semuanya menuju tangga bawah. Ruang rahasia berada di gedung serba guna.

"Bukankah setiap gedung diberi pelindung sihir?" tanya Yuka sebelum Mr. Wenny memperingatkan penghuni kamar di sebelahnya.

Me. Wenny menggeleng. "Segelnya rusak. Kalian cepat pergi!" teriaknya lalu menghilang dari pandangan mata Yuka.

Yuka memanggil sapunya. Lantas sapu kaku itu terbang dan digenggam dengan erat. Aiko mengajaknya berlari mengikuti yang lain. Aneh sekali. Masa semua segel di setiap gedung rusak.

"Mungkin pengaruh segel gerbang yang rusak," jawab Aiko ketika Yuka mengemukakan keanehan itu.

Mereka sampai di gedung serbaguna. Lantas, masuk ke dalamnya. Ternyata sudah banyak MAC berdiri dengan gelisah. Ruangannya yang kecil membuat setiap orang saling bersenggolan. Hanya ada Mr. Lion yang menenangkan semuanya.

"Katanya penyusup kali ini dari roh orang mati," ucap seseorang di sebelah Yuka. Temannya yang lain bergidik.

"Roh? Bukan seperti pasukan bertudung tempo hari?"

Yuka menggeleng. Mendengar itu tubuhnya lemas. Bagaimana bisa nyawa orang mati bisa dikendalikan? Meski generasi sebelumnya pernah berbicara keberadaan makhluk itu, tetapi dianggap sejarah semata. Tidak pernah ada klan yang bisa mengeluarkan kekuatan seperti itu.

Shino menghampiri Yuka. "Kamu jangan di sini," ujarnya menarik cewek itu. Beberapa MAC menyadari perlakuan Shino padanya.

"Ada apa?" tanya Yuka melepaskan dekapan seniornya.

"Mereka mencarimu. Segel sihir di sini tidak terlalu aman. Kepala sekolah menunggu di ruangannya."

Aiko mengangguk ketika Yuka berpamitan dengannya. Berjalan melewati kelompok-kelompok MAC yang menggunjingkan mereka. Mereka keluar dari pintu menuju ruangan kepala sekolah yang berada di lantai paling atas. Dia bertanya-tanya kenapa masih diburu sampai sekarang. Karena dia membawa kutukan dan harus dilenyapkan? Atau karena keberadaan ayahnya yang jadi buronan? Keduanya masuk akal. Kemungkinan lain, adalah mereka menculiknya. Jika iya, seharusnya Rafelia melakukannya dengan mudah.

Banyak yang ingin membunuhmu

Ucapan Rafelia menyerang otaknya. Jadi, bukan hanya satu yang ingin membunuh Yuka. Dia mendesah panjang.

"Masuklah," ujar Shino membuka pintu.

Yuka masuk ke dalam. Menemukan kepala sekolah yang tengah menatap keluar. "Anda memanggil saya," ucap Yuka.

Kepala sekolah membalikkan badan. "Seperti yang kamu lihat, mereka mencarimu," ujar Kepala Sekolah.

Yuka mendekat ke jendela kaca setinggi tubuh penyihir dewasa. Di luar sana, berterbangan makhluk-makhluk berjubah hitam. Wajah mereka berupa kegelapan dengan suara mendesis mirip ular. Setiap mereka terbang, menjatuhkan serbuk sihir hitam. Beberapa MAC yang melihat langsung menjerit keras.

"Untuk apa mereka mencariku?" tanya Yuka masih bertanya-tanya. "Mereka mencari ayahku?"

Kepala sekolah mendesah. "Kupikir awalnya mereka mencari ayahmu. Tetapi, kamu juga diincar Yuka."

"Kenapa?"

"Kutukan dalam dirimu menjadikanmu kuat. Aku sudah mencari semua sumber, bahwa pemilik empat elemen adalah yang terkuat," jelas kepala sekolah. Dia juga pemilik tiga elemen. Belum pernah menemukan pemilik empat elemen. "Kamu, pemilik tiga elemen. Dan, kurasa kekuatanmu lebih dari itu."

Yuka tidak membantah. Kepala sekolah salah, mungkin elemen anginnya juga sudah muncul.

"Saya rasa itu tidak mengancam keberadaan mereka. Saya hanya perlu membuat kutukan ini berakhir."

"Ya. Benar. Tetapi memikirkannya lagi, mungkin ada seseorang yang tidak mau itu."

Yuka menimang. "Anda tahu sesuatu?"

"Kata semua tetua klan, semua pasukan bertudung yang menyerang mencari ayahmu saja. Klan Scamael contohnya. Dan, pasukan roh di bawah sana sepertinya mencarimu."

Yuka menutup mulutnya. "Apakah surat yang anda terima waktu itu dari dia?"  tanyanya tepat sasaran.

"Benar. Ada seseorang yang kuat di belakang mereka."

Siapa?

"Tidak perlu cemas. Kamu hanya perlu menemukan ayahmu. Kurasa, dia kunci segalanya."

Satu-satunya cara adalah masuk ke portal itu. Yuka bertekad melakukannya. Dia mencobanya dari segala kemungkinan yang ada.

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang