Bab 18

4 1 0
                                    

Shino masuk ke ruangan tempat Yuka berlatih. Ruangan yang tidak pernah digunakan kepala sekolah. Biasanya sih, digunakan kalau ada rapat mendadak. Tidak ditemukannya kepala sekolah di mana, pun. Malahan, Shino melihat Yuka berselonjoran di sudut ruangan. Peluhnya menetes.

"Hai, Yuka!" sapanya kencang. Yang dipanggil langsung mendongak. Memperbaiki cara duduknya.

"Oh, Senior. Kamu cari kepala sekolah?" tanya Yuka lalu berdiri.

Shino mengangguk. "Kamu tahu di mana dia?" tanyanya. Shino ternyata membawa tumpukan map setebal kamus milik Mrs. Raflyn. Itu kira-kira berdiameter lima belas centi kalau digabung.

"Dia pergi ke desa. Katanya berdiskusi dengan kepala klan."

Shino ber-oh panjang. Terlintas ide untuk melihat seberapa jauh Yuka berlatih. "Coba lawan aku," tantang Shino seraya meletakkan mal-mal itu di dekat tembok.

Yuka menggaruk teluknya. "Tapi, Senior. Aku-"

"Kamu takut, ya?" tanya Shino berapi-api. Legenda tentang kekuatan anak terkutuk itu membuat Shino penasaran.

"Senior, aku nggak mau ada yang terluka," tolak Yuka halus. Dia meringis dan memohon pada Shino lewat matanya.

"Jadi, apa ini kekuatan terkutuk itu. Bagaimana kamu bisa melawan Klan Scamael kalau lemah seperti ini?" Shino semakin mengompori. Sepertinya Yuka terpancing. Kedua mata cokelat bening itu berkilat-kilat.

"Baiklah, kalau itu mau kamu," terima Yuka dengan tangan terkepal. Shino tidak pernah menyebut kutukan atau apa pun itu secara terang-terangan. Yah, setidaknya saat bersama Aiko dan Ryu juga. Apa ini sifat asli dia?

"Itu baru anak terkutuk," ucapnya kurang ajar.

Yuka sudah menahan emosi mati-matian. Dia menghormati Shino sebagai Senior, guru dan teman dekat. Tapi, Yuka paling benci jika dia diingatkan dengan julukan itu. Perasaannya menolak meski itu kenyataannya. Berapa kali Yuka menyangkalnya. Otaknya langsung terbakar hebat.

"Baik. Aku rasa kamu perlu diberi pelajaran," ujar Yuka dengan aura berbeda.

Shino merasakan itu. Seolah-olah semua kesedihan, dendam dan kemarahan menaungi mereka. Ruangan jadi sempit. Udara semakin menipis. Dia bergidik. Mengambil ancang-ancang seraya menilai pergerakan Yuka.

Yuka mengangkat tangannya. Matanya bersinar terang. Rambutnya berkibar. Auranya menguar. Dari telapak tangannya muncul cahaya serupa biji timun, lalu membesar dengan sendirinya.

Shino tertegun. Kekuatan Yuka sungguh unik. Air sebesar bola basket dibalut api yang menyala-nyala di sekitarnya. Tidak ada yang pernah membayangkan perpaduan elemen yang saling bertolak belakang. Air dan api yang saling melengkapi!

Shino menghindar ketika bola-bola itu mengarah padanya. Untung saja dia gesit. Kalau tidak, mungkin yang sekarang gosong dan mengeluarkan banyak asap adalah badannya. Kalian tahu daging yang baru diangkat dan disiram air. Kira-kira begitu.

"Jangan pernah memanggilku dengan julukan hina itu!" teriak Yuka pelan. Tapi mampu merontokkan tulang-tulang Shino.

Yuka mengeluarkan bola-bola apinya. Mengarahkan ke Shino tanpa jeda sedikit pun. Asap menyebar ke mana-mana. Yuka masih berdiri tanpa banyak bergerak.

Shino hampir kehilangan napas karena terlalu banyak menghindar. Maka, dia mengeluarkan kabut tipis yang membesar. Menjadikannya tali untuk mengikat tubuh Yuka seperti kepompong. Berhasil. Tapi tiga detik kemudian Yuka berhasil bebas. Matanya menghilat-kilat.

"Yuka, Kamu ingat aku seniormu! Pelatihmu untuk mencari bakat," ujar Shino berusaha menghentikan pertarungan tidak imbang ini. Dia menyesal kepo sama kekuatan Yuka.

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang