Rumor beredar cepat. Yuka tidak hanya menerima tatapan mencemooh dari berbagai arah, hujatan terang-terangan di depannya hampir selalu didapatkan. Tentu saja itu membuat Aiko geram. Apalagi Yuka cuma diam saja.
"Kalau aku jadi kamu, udah kulaporin sama kepala sekolah," ujar Aiko sudah mengepalkan tangannya. Jika saja mereka di luar Academy, Aiko sudah mengganjar mereka habis-habisan. Dan sayangnya, penghinaan tidak bisa dibuktikan dengan omongan saja.
Ryu dan Shino bergabung di meja mereka. Yuka melotot menemukan ekspresi datar Ryu. Ya, sejak kejadian itu mereka jadi dekat. Ah, bukan-bukan. Bukan dekat, tapi interaksi mereka jadi semakin sering. Alasan lain yang membuat Yuka patut dibenci.
"Aku dengar bakalan ada penyebaran diam-diam," ujar Shino mengawali pembicaraan. Yuka menelan roti gandum ya susah payah.
"Kepala sekolah?" tanya Aiko tanpa perlu dijawab lagi. Hanya kepala sekolah yang membuat ide-ide seperti itu.
Shino mengangguk. "Hanya dari level empat saja. Kita cari tahu informasi klan Scamael dari penduduk setempat."
Shino memang sudah diberitahu Kepala Sekolah tentang Yuka. Ah, melegakan. Dia tidak harus berbohong jika Shino bertanya. Maka dari itulah Shino akrab dengannya. Padahal, Yuka tidak butuh dijagain juga. Merasa jadi sandera saja. Terlepas dari mereka berempat, orang-orang menganggap Yuka sebagai penjilat. Tentu saja rumornya diajar kepala sekolah bervariasi. Ada yang bilang kalau dia saking bodohnya karena tidak punya bakat.
Yuka menggeleng. Dia tidak boleh mengeluarkan emosi. Kata kepala sekolah, kekuatannya bisa muncul karena itu. Benar sih, dia menyerang Shysi ketika marah.
Aiko mendesah lega. Dia masih ketakutan saat ada penyusupan di Academy.
"Bagaimana latihanmu?" tanya Ryu mengalihkan topik.
Yuka menoleh. Langsung mengerjakan mata karena pertanyaan tiba-tiba itu. "Eemm. Tidak terlalu buruk," jawabnya cepat.
Aiko berdecak. Langsung mencubit lengan Yuka. "Dia berkembang hebat sekali! Kabarnya menguasai dua ele—"
"Dari mana kamu tahu?" tanya Yuka horor. Dia belum memberitahu Aiko apa pun. Rencananya sih mau memberitahu nanti di kamar.
Apakah ada yang melihat Yuka saat latihan? Kata Kepala sekolah ruangan yang digunakannya tertutup dan aman. Yuka melirik sekitarnya was-was.
"Wow! Aku saja hanya satu elemen!" teriak Shino tidak tahu tempat. Yuka menendang kaki seniornya itu tanpa rasa takut. Shino mengasuh. "Tendangannya kuat juga," runtuknya menanggalkan anggapan Yuka kalau Shino galak. Kalau sudah kenal, pasti beranggapan Shino tidak punya urat malu.
"Nanti kalau ada yang dengar gimana?" tanya Yuka mengarahkan sendoknya ke arah Shino. Persis mau nembak orang.
Shino terkekeh. Senang berhasil menggoda Yuka. Tiba-tiba Ryu menggebrak meja. Tatapannya dingin, bergantian ke arah Shino dan Yuka.
"Aku kan nggak ngelakuin apa pun," ujar Shino menghindari tatapan dari Ryu. Juniornya itu memang seram kalau lagi marah.
Aiko segera berujar, "Ryu yang ngasih tahu kalau kamu berkembang pesat."
Hah?
Yuka menoleh pada Ryu. Menatapnya penuh tanya.
Ryu menggaruk ujung pelipisnya. "Aku hanya lewat doang," jawabnya tak acuh.
Pasti bohong! Yuka tidak berhasil menemukan kebohongan dalam suaranya atau wajahnya. Dia menyerah.
"Aku sarankan jangan percaya pada Klan Scamael," ujar Shino memperingatkan. Ekspresinya jadi serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasía"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...