"Bagaimana?" tanya Kepala sekolah pada Xiao yang baru datang. Mereka berada di gedung serbaguna setelah melewati pertarungan yang melelahkan.
"Segel sudah diperbaiki," jawabnya menenangkan semua orang. Peluh menetes dari pelipisnya untuk memperbaiki itu.
Setalah Yuka pergi, mereka melawan pasukan roh. Hanya berlangsung sebentar karena pasukan itu tiba-tiba menghilang dari pandangan. Memperjelas kesimpulan kalau mereka memang mencari Yuka.
Shino menyadari ada sesuatu yang ganjal.
"Ada yang lihat Ryu?" tanyanya pada MAc level 4. Semua saling berpandangan satu sama lain lalu menggeleng.Shysi yang baru saja diobati sepertinya baru sadar. Matanya tiba-tiba membara. "Dia mengejar Yuka," ucapnya geram. Jelas ingat kalau Ryu langsung meninggalkan mereka saat tahu Yuka pergi dari Academy.
Shino berdecak. "Anak itu benar-benar." Tidak habis pikir bahwa segala sesuatunya yang menyangkut Yuka pasti berdampak pada juniornya bermata emas itu.
Kepala sekolah mengambil atensi. Tidak ada yang bersuara. "Segel sihir sudah diperbaiki, kalian bisa tenang. Kalian bisa beristirahat dulu."
"Bagaimana dengan Yuka?" tanya Aiko mengangkat tangannya. Mungkin bukan hanya dia yang bertanya-tanya sekarang. Apa yang akan dilakukan kepala sekolah sekarang.
"Aku akan memimpin langsung dan membawa Yuka kembali," putusnya bulat.
"Anda sebaiknya di Academy. Biar salah satu guru yang memimpinnya," saran Mrs. Raflyn yang mendapatkan anggukan seluruh isi gedung.
Kepala sekolah mengangguk. "Mr. Lion yang akan memimpin. Saya harap kalian bisa bekerja sama."
"Kenapa? Apa tidak berlebihan membawa Yuka dengan pasukan seperti ini?" tanya Shysi tidak mengerti. Semakin benci bahwa keistimewaan Yuka terpampang jelas. Tidak ada yang membantahnya.
Kepala sekolah diam saja. Mungkin hanya mengobati rasa penasaran mereka sedikit. "Kekuatannya bisa menghancurkan seluruh dunia."
Setelah itu, semua orang bergosip seolah melupakan pertarungan mereka dengan pasukan roh yang dianggap legenda. Topik Yuka kembali mencuat. Beragam komentar baik buruknya membuat telinga Shysi memerah. Dia melirik kakinya yang diperban. "Dia emang nggak tahu diri."
***
Yuka melongok dari balik punggung Ryu. Matanya bertubrukan dengan mata emas milik Rafelia. Wanita itu tersenyum manis pada Yuka. Sadar kalau bukan Yuka yang sama saat mereka bertemu terakhir kali.
"Oh, Hai!" sapa Rafelia dengan senyum sumringah. Dia pura-pura terkejut untuk menambah efek dramatis. "Dan, aku rasa mengenalmu, sayang."
Ryu menyipitkan matanya. Tetap memegang lengan Yuka yang disembunyikan di belakang tubuhnya. "Sebaiknya kamu pergi!" usir Ryu tidak main-main. Sudah siaga dengan serangannya.
"Owh. Dia galak. Benar, kan Yuka?" tanya Rafelia yang langsung mendapat anggukan dari Yuka.
"Kalian memang makhluk berbisa," timpal Yuka tanpa dosa.
Ryu melirik ke belakang. Menemukan Yuka mengejeknya dengan senyuman miring. Kepalanya berdenyut lagi. Pusing memikirkan kelakuan Yuka yang menyebalkan.
"Benar. Dan, sepertinya kamu melupakan jati dirimu," ujar Rafelia memutari Ryu.
Bibir Ryu merapat. "Jangan mengalihkan pembicaraan!" tegasnya lagi.
"Baiklah. Aku tidak akan mengungkit masa lalu kita," jawab Rafelia memancing rasa penasaran Ryu. Cepat-cepat Ryu mengubah eskpresinya agar tawa Rafelia berhenti. Masa lalunya tidak penting. Entah itu menyangkut Rafelia atau tidak. Ryu tidak penasaran sama sekali.
Yuka terlepas dari genggamannya. Dia berdiri di samping Ryu. Menatap Rafelia penuh tanda tanya. "Kamu mau apa?" tanyanya mengernyitkan dahi.
Ketiak Ryu menoleh, Yuka masih memancarkan aura kuat yang membuat siapapun sesak ketika berada di dekatnya. Dia belum juga kembali.
Rafelia menggendikkan bahu. "Kupikir kamu ingin menemuiku di sini, sayang."
Yuka mengibaskan rambut cokelatnya. "Aku tidak butuh informan rendahan seperti kamu."
Apa? Informan? Rafelia ternyata informan? Ryu menyadari kalau sebagian Klan Scamael memang informan atau bekerja pada pemerintah. Mungkin hanya Ryu yang tersingkir karena orangtuanya membuangnya saat kecil dulu.
"Wah, kamu memang bukan Yuka yang kukenal," ujar Rafelia dengan suara sedih. Dia memukul dadanya beberapa kali seolah terluka dengan fakta itu. Dia berhenti di depan mereka.
"Sebaiknya kamu bilang pada atasanmu kalau ayahku masih hidup! Dan, kalian nggak bakalan nemuin dia," jelas Yuka melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya angkuh dan memandang mereka berdua jijik.
"Aku ditugaskan sampai tahu di mana keberadaan ayahmu, sayang," tegas Rafelia tidak terganggu. Tidak ada tanda-tanda akan menyerang mereka.
Ryu merasakan kalau wanita klan Scamael ini tidak jahat sama sekali. Meski pasukan bertudung itu memang menyerang Academy. "Aku ingin tahu siapa atasanmu."
Rafelia berdecak senang. "Bukan berarti kita dari Klan sama aku akan memberitahumu."
"Aku akan membayarnya!"
"Apa yang dimiliki anak sekolahan seperti kalian. Lagi pula bayaranku sangat mahal." Rafelia menimang-nimang. Dia melihat kesungguhan di mata Ryu. Mendesah karena luluh dengan tekad anak itu. "Aku tidak tahu."
"Jangan main-main!"
"Aku memang tidak tahu. Dia hanya mengenakan jubah putih. Tinggi besar. Dia menguasai langit. Hanya itu. Anggaplah itu sebagai ucapan pertemanan kita," ujar Rafelia.
"Aku tidak mengenalmu."
Rafelia mengangguk setuju. "Mungkin, aku mengenal ibumu."
Ryu tidak tertarik dengan omong kosong Rafelia. Ucapan tipu muslihat itu sudah membuat Ryu kebal. Dia tidak akan mempercayai klannya sendiri. Untuk alasan apa pun juga. Tetapi, kejujuran di mata Rafelia membuat Ryu sedikit lega. Setidaknya, dia bukan musuh mereka.
"Baiklah. Kasih tahu aku kalau udah nemuin ayahmu, ya."
Setelah berkata itu, Rafelia pergi dari hadapan mereka. Ryu mengedarkan pandangannya. Tidak ada makhluk bertudung yang mengepung tempat ini. Berarti benar, dia bertindak karena dibayar.
"Persis!"
Ryu mengusap telinganya karena getaran melebihi gelombang ultrasonik ini. Yuka menatapnya dengan dua kali kedipan polos. "Apanya?" tanya Ryu tidak mengerti.
"Ciri-cirinya mirip ayahku."
"Maksudmu?" tanya Ryu saat melihat Yuka pergi dari sisinya.
Yuka mengibaskan tangannya. Ryu terpental untuk kesekian. Dia sudah menunggangi sapunya. Melambaikan tangan pada Ryu sebagai salam perpisahan.
Cewek itu!
Ryu mengambil sapu. Terbang mengikuti Yuka yang sudah hilang dari pandangan. Mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk melihat pemilik rambut cokelat itu. Sejauh satu kilometer ada seseorang yang terbang. Sepertinya berhenti di antara pohon-pohon.
Sampai di sana, Yuka tertunduk dengan kedua tangan mencengkram pegangan sapu. Tudungnya sudah acak-acakan. Ryu pikir dia baru saja diserang. Tapi, tidak ada tanda-tanda penyerangan di sini.
Ryu memegang lengan Yuka. Tidak ada reaksi. Dia memegang ujung sapu Yuka dan menariknya untuk turun. Ryu mengguncang bahu cewek itu. "Hei! Sadarlah!" ujarnya lembut.
Yuka mengerjabkan matanya. Tidak ada cahaya terang yang tadinya menguasai Yuka. Dia sudah kembali.
Ryu menempelkan telapak tangannya yang sudah hangat ke mata Yuka. Sepertinya berhasil. Yuka menutup matanya meski sayup-sayup berbicara lirih.
"Tenang. Kita akan pulang."
Ryu memeluk Yuka erat. Setelah memastikan Yuka tidak akan jatuh, mereka mulai terbang keluar dari hutan. Sapu milik Yuka mengekor di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of magic
Fantasy"Kembalilah kalian semua!" Suara tawa itu mengalahkan petir yang bersaut-sautan di luar. "Kutukan baru saja dimulai." Yuka Mitsura tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu apa-apa tentang surat misterius itu atau kejadian apa di masa lalu. Dia ti...