Bab 31

10 3 0
                                    

Aiko melambaikan tangannya. Kafetaria masih ramai seperti biasanya. Meski keanehan terjadi saat Yuka menatap mereka terang-terngan. Dia tahu alasannya. Hanya bisa menghela napas. Setidaknya, Aiko masih bersikap seperti biasanya.

"Aku curi cream strawberry dari dapur," bisiknya saat Yuka duduk di depannya. Mangkok cokelat berisi es krim strawberry lengkap potongan berry yang menyejukkan mata.

Yuka melotot saat Aiko terkikik.

"Di sini kayak dibakar api, ya," celetuk Aiko tanpa direm lebih dulu. Semua MAC yang berada di sekitar mereka langsung menoleh, merasa tersinggung. Aiko cuma menutup mulutnya dengan wajah dibuat-buat-buat.

"Terima kasih, Aiko," ujar Yuka tulus. Memakan es krim itu sebagai ucapan terima kasih. Lalu matanya melotot saat sendok di genggamannya direbut seseorang. Siapa lagi yang kurang ajar dan suka mengganggu selain Ryu.

Cowok itu menatap es krim di sendok penasaran. Dia tidak pernah memakan es krim sebelumnya. Melihat Yuka begitu menikmati, Ryu jadi ngiler juga. "Kenapa aku tidak dapat?" tanyanya merenggut.

"Aku dikasih Aiko," ejek Yuka lalu menyembunyikan es krimnya dalam lipatan tangan.

Aiko gelagapan ketika Ryu melotot padanya. "Minta aja sama Yuka. Aku nggak mau curi lagi."

Ryu berdecak saat Yuka duduk menjauhinya. Dia memakan es krim di sendok itu tanpa banyak berpikir. Terdengar pekikan tertahan dari sekitar. Ryu menatap dua MAC di depannya. "Kenapa?" tanyanya enteng. Mengangguk-naggukan kepala saat rasa penasarannya sudah terobati.

"Dasar mesum!" teriak Yuka sebelum berlari keluar dari kantin. Mukanya memerah. Semuanya memerhatikannya termasuk Ryu. Mungkin hanya Ryu yang bingung kenapa diteriakin kayak gitu.

"Ck... Kamu benar-benar kurang ajar, Ryu!"

Kali ini Aiko yang berdiri. Menunjuk Ryu seperti pemberontak yang merugikan dunia saja. Apa salahnya sih? Dia kan cuma makan es krim doang. Tidak salah apa pun, kan?

"Aku nggak ngelakuin apa pun," tandas Ryu mulai menikmati makanan di nampannya. Dia terlihat santai meski bingung juga Yuka kabur kayak gitu.

"Kamu tahu, kalau makan di sendok yang sama itu kayak ... ciuman nggak langsung," jelas Aiko geleng-geleng kepala. Dia menyuruh Ryu makan sendiri karena akan menyusul Yuka.

Ryu terkejut. Matanya melebar sedikit. Setelah otaknya mencerna omongan Aiko, sudut bibirnya tertarik. Ciuman tidak langsung, ya? Senyumannya tidak mau pudar sepanjang menghabiskan makanan. Apalagi mengingat wajah merah Yuka seperti kepiting rebus. Entah kenapa, sesuatu yang menyenangkan dirasakannya, dalam hati.

***

Setelah insiden di kafetaria itu, Yuka masih menghindar kalau ketemu Ryu. Dia males banget harus mengingatnya. Nah, pipinya sudah panas sejak menceritakan itu. Yuka menggeleng. Dia tadi menyuruh Aiko untuk menemui Ryu di perpustakaan. Janjinya mencari nama penyihir di kitab milik kepala sekolah waktu itu.

Yuka pura-pura sakit perut dan menyuruh Aiko menggantikannya. Kaki Yuka berayun-ayun. Duduk di samping loker sambil melihat MAC yang tengah menghidupkannya ternyata tidak enak. Yuka menempatkan pandangannya pada awan-awan di atas. Seperti dirinya, tidak diinginkan untuk ada.

"Kamu masih santai setelah menghancurkan Academy!" Sindiran itu membuat Yuka menoleh pada sang empu. Shysi berlipat dada di depannya. Matanya memancarkan kebencian yang tidak disembunyikan dengan baik. "Dan, duduk dengan tenang setelah merayu Ryu. Hebat!"

"Siapa yang merayu?" tanya Yuka tidak terima. Dia melirik kaki Shysi yang masih dibalut perban. Yakin kalau itu disebabkan oleh kekuatan terkutuknya. Dua kali dia menyerang Shysi di bagian tubuh yang sama.

"Aku udah ingetin berkali-kali supaya kamu nggak gangguin Ryu," ujar Shysi dengan sorot mata terluka. Hanya berlangsung beberapa detik. Matanya kembali membara.

"Aku nggak deket sama Ryu. Kamu salah sangka!" jawab Yuka cepat. Merasa terganggu dengan pertanyaan itu.

Shysi mencemooh. "Ya, ya. Anggaplah begitu. Aku bisa percaya jika saja Ryu tidak mengejar kamu saat jadi monster."

Yuka melebarkan matanya. Ryu mengejarnya? Dia baru sadar sekarang. Yuka kira bukan hanya Ryu yang mengejarnya. Aiko bilang Mr. Lion juga membatu

"Dia bantu aku. Itu salah?" tanya Yuka dengan alis tertaut.

"Salah besar! Kamu nggak pernah tahu rasanya diabaikan. Aku udah berusaha berkali-kali untuk dekat dengan dia. Kamu, datang dengan pokonya ngerebut dia dari aku!" Curhat Shysi panjang lebar.

Yuka merasa ini salah paham. "Kamu salah sangka, Shysi."

"Jangan pernah sebut namaku!" teriak Shysi jijik. "Belum cukup buat kaki aku terluka terus. Sekarang kamu juga ngerebut Ryu."

Yuka mengangkat kedua tangannya. "Maaf."

Shysi menggeleng. Dia mengangkat dagunya angkuh. "Aku nggak butuh maaf."

Kening Yuka berlipat. Menunggu kalimat Shysi selanjutnya.

"Kamu suka Ryu?" tanya Shysi tiba-tiba.
Yuka sampai terbatuk-batuk mendengar pertanyaan konyol itu. Jantungnya hampir meloncat saat meresapi maknanya. Suka sama cowok kurang ajar itu? Yuka menggeleng. "Aku nggak suka dia. Aku nggak suka Ryu."

Shysi memekik kegirangan. Seolah ucapan Yuka barusan bisa menurunkan bintang ke tangannya. "Jadi, aku salah paham," ujarnya santai. Kali ini matanya berbinar-binar. Mulutnya membentuk huruf 'o' saat melihat ke belakang.

Ryu berdiri di sana. Di sebelahnya, Aiko bergerak gelisah. Apa mereka mendengar perkataan Yuka? Denger juga nggak papa sih. Tetapi, kenapa dia terganggu dengan tatapan Ryu. Seolah-olah Yuka menorehkan luka yang dalam. Terluka? Yang benar saja!

"Ryu!" teriak Shysi langsung berhambur ke lengan Ryu. Cowok itu sepertinya tidak memerhatikan. Matanya sedari tadi menguliti Yuka.

Aiko langsung memecahkan keheningan. "Ryu mau bilang sesuatu sama kamu."

Yuka mengangguk tiga kali. Kepalanya terasa berat untuk mendongak. Tangannya meremas ujung roknya sendiri. Yuka tidak melakukan kesalahan apa pun. Dia harusnya tidak merasa bersalah.

Ryu menyodorkan kitab yang dimintanya waktu itu. "Ini yang kamu minta." Dingin. Datar. Menusuk. Siapa pun pasti enggan untuk menyahutinya.

Yuka merasa terkulai saat buku itu berpindah tangan. "Kamu mau bicara?" tanyanya gugup.

"Nggak jadi. Kayaknya nggak penting juga."

Setelah berkata itu, Ryu berlalu dari sana. Tanpa melirik atau menoleh lagi. Tidak seperti Ryu yang biasanya. Harusnya Yuka senang karena tidak diganggu cowok kurang ajar itu. Harusnya dia merasa nyaman karena Ryu mengabaikannya seperti dulu. Hatinya kosong. Sesuatu menusuk-nusuk jantungnya, sakit sekali.

"Yuka sayang. Kamu harunya mikir dulu kalau ngomong," tegur Aiko mendesah panjang. Yuka memang tidak bisa ditebak orangnya. Tapi kelolosannya kali ini kelewat batas.

"Mikir apa?" tanya Yuka tidak mengerti. Mengalihkan matanya dari pemandangan memuakkan. Shysi menggandeng lengan Ryu. Cowok itu tidak menepis seperti biasanya.

"Suka sama benci itu beda tipis," ujar Aiko ngawur.

"Kamu ngomong apa sih?" tanya Yuka mengelak. Dia menggandeng Aiko pergi berlawanan. Dia tidak membenci Ryu, mungkin. Menyukai Ryu malah hal yang lebih mustahil.

Memories of magicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang