"Hallo, kak, sekarang hari ke empat belas kepergian para prajurit, kak. Apa mereka akan pulang hari ini?" Tanyaku via telepon dengan kak Amira.
"Lusy, waktu prajurit itu gak ada yang bisa menentukan. Kamu jangan terlalu percaya sama omongan tentang kepulangan suamimu. Bisa jadi dari dua minggu jadi dua bulan, bahkan sampai dua tahun. Kamu jangan termakan asumsi. Kamu dimana sekarang? Jangan menunggu suamimu dan istirahatlah." Jawab kak Amira tegas dan langsung menutup teleponnya.
Saat ini aku sedang berdiri didepan parkiran bandara Adi Sucipto. Papih bilang para prajurit akan pulang menggunakan jalur udara. Jadi, aku menunggunya di bandara.
Sudah hampir setengah jam aku menunggu layaknya anak kesasar bersama satu ajudan papih yang disulap menjadi supir.
"Mbak, kita kapan mau pulang? Sudah setengah jam lho. Nanti juga kalau ada pemberitahuan kepulangan prajurit dikasih tau. Ayolah kita pulang, mbak" Rengek prajurit muda ini.
"Heh! Kamu itu gak ngerti apa gimana rasanya merindu? Kamu enak gak ikut sama mereka dan santai aja dibarak. Suami mbak sama yang lain itu sedang jauh disana. Kamu tuh sabar sedikit bisa gak sih? Yasudah kalau mau pulang, pulang sendiri aja sana. Jalan kaki!" Bentakku dan berhasil membuatnya menciut.
"Maaf, mbak. Iya, saya sabar dan nungguin mbak disini. Daripada sampai sana saya kena tegur komandan apalagi orang tuanya mbak. Harus jawab apa saya?" Ucapnya pelan.
"Yaudah, diam!"
Setelah mengucapkan kalimat tadi, aku langsung menatap langit yang sangat menyengat siang ini.
"Mas, pulanglah.. Sudah waktumu kembali dan sudah waktumu menepati janji padaku" Ucapku pelan masih menghadap langit.
"Sudahlah. Ayo pulang" Putusku dan membuatnya tersenyum senang.
"Ayo, mbak" Ajaknya dengan semangat 45 dan membukakan pintu untukku.
"Sebelum pulang antar saya ke mall" Ucapku dan ia kembali melesu.
"Kenapa? Gak mau? Turun kamu" Suruh ku dan ia langsung menggeleng.
"Yaudah, mbak, saya antar ke manapun mbak mau" Jawabnya.
"Cakra, memang waktu prajurit itu gak menentu, ya?" Tanyaku ketika mobil sudah berjalan.
"Iya, mbak. Karena kita gak tau seberapa waktu negara membutuhkan kita. Tapi percayalah, mbak, kalau prajurit tidak akan pernah mengkhianati janji." Jawabnya jelas dan membuatku kembali mengingat akan janji mas Azzam.
"Suamiku sudah janji akan pulang, apa dia akan menepati janjinya?"
"Pasti, mbak. Apapun dan bagaimanapun kondisi dan keadannya, bang Radit pasti pulang bersama prajurit lainnya," Jawabnya cepat.
"Apapun keadannya, ya? Bahkan sampai dia tidak berwujud pun ia akan tetap kembali?" Tanyaku kemudian menghadapnya.
"Itu kalau bang Radit masih bisa di identifikasi atau menggunakan kalung pengenal khas TNI. Kalau tidak bisa ya Wallahu A'lam, dan hanya Allah yang tau" Jawabnya lagi dan membuatku merasa kecewa.
Aku masih menatapnya. Sedetik dia melirikku. "Jangan diliatin atuh, mbak. Malu aku jadinya" Ucapnya dengan pipi yang berubah merah padam.
"Lho, kenapa? Kamu dari samping mirip suamiku. Dari hidung, alis, hingga bibir. Aku rindu suamiku" Ungkapku dan tersenyum.
Daripada membuatnya mati kutu didalam mobil, lebih baik aku tidak memperhatikannya lagi dan fokus pada jalanan.
Beberapa menit kemudian, mobil mulai memasuki kawasan pertokoan dan mulai masuk kedalam parkiran mall.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Kekasih Negaraku [END]
NouvellesKetika tugas mempertemukan kembali kedua insan dalam bentuk perjodohan *Sorry for typo, thankyou UPDATE SUKA-SUKA HATIKU SENANGGG!!! High rangking - beberapa kali 1 #ad -3 #tni (12-12-2019) Setelah baca ini, silakan mampir ke lapak sebelah 💘