EPILOG

73.8K 5.1K 433
                                    

Ini bukan extra part!

Kemarin memang sudah ending tapi ini epilog untuk melengkapi endingnya. Extra part akan ada setelah epilog.

Bahagia kan kalian? Kurang baik apa aku coba?

©©©

Bukan tanpa alasan tangan Panca bergetar sekarang. Di hadapannya sudah ada seorang bidadari yang sangat cantik. Mengenakan riasan indah dengan jilbab yang melekat di kepalanya. Kebaya berwarna putih itu seakan menyatu menjadi perpaduan sangat cocok dengan kulit putih bersih gadis itu. Rasanya Panca tidak sanggup untuk berkata apa-apa lagi. Baru saja dia lega karena berhasil mengucapkan ijab dengan lancar dan lantang. Sekarang dia dibuat berdebar tidak karuan lagi oleh istrinya yang baru dia sahkan beberapa menit lalu.

"Aisa, salam sama suami kamu Nak." Ujar Aira.

Perlahan Aisa hendak menyentuh tangan Panca yang masih diam di samping tubuhnya. Oh Tuhan, kenapa dia harus kembali menjadi manusia manekin di hari pernikahannya sendiri? Panca masih diam saat tangan halus Aisa menyentuh telapak tangannya secara perlahan, lalu menempelkannya ke mulut gadis itu untuk menciumnya.

Apa yang dirasakan Panca saat itu?
Badannya hangat, dia merasa sangat panas saat bibir lembut Aisa menyentuh punggung tangannya. Keringat sampai mengucur dari keningnya sendiri karena gugup. Setelah itu, Aisa melepaskan tangan Panca dan kemudian tersenyum ke arahnya. Lagi, Panca seakan ingin pingsan karena jantungnya yang terus berdetak sangat cepat.

"Kamu kenapa diem aja, Panca? Itu cium kening istri kamu. Gimana sih? Kemarin aja ngebet buat nikah cepet, giliran udah nikah malah jadi patung begini."

"Emang boleh, Ma? Serius boleh?" Tanya Panca menoleh pada Mamanya.

Tamu undangan yang hadir di acara ijab qobul tentu saja tertawa mendengar celetukan pertanyaan dari Panca. Aira sampai memandang putranya miris, anaknya ini memang tidak bisa tertolong lagi. Dia menjadi lulusan terbaik di kampusnya tetapi untuk urusan begini saja nol besar.

"Aisa udah jadi istri kamu, Panca Nugraha! Kamu kan tadi udah ijab, udah sah juga. Kenapa masih tanya kayak begitu?" Ujar Aira gemas.

"Berarti udah gak dosa kan? Aku udah jadi mahramnya Aisa kan? Boleh pegang dia dimana aja kan?"

Lagi, pertanyaan itu menjadi bahan tertawaan orang-orang. Aira menutup wajahnya malu dengan tingkah anak tunggalnya. Sementara Doni dan Adam ikut tertawa melihat Panca yang masih takut-takut mengambil sikap.

"Iya kamu jangan vulgar gitu ngomongnya! Ambigu Panca!" Desis Aira menahan emosinya.

"Sabar, Mba." Sahut Fatimah menenangkan Aira yang berdiri di sebelahnya.

Panca tidak menghiraukan lagi perkataan Aira. Dia menatap lekat Aisa yang sekarang sudah berstatus menjadi istrinya. Gadis itu mendongak malu-malu mengintip Panca yang masih menatapnya terus. Panca mengangkat kedua tangannya dengan sedikit gemetar lalu menangkup kedua pipi tembam Aisa yang sudah lama ingin dia pegang. Kemudian, Panca mendekat dan mencium kening Aisa cukup lama.

Setelah melepaskan ciumannya, lelaki itu tidak ikut melepaskan tangannya yang berada di pipi gadis itu. Dia masih menahan Aisa agar terus menatapnya. Panca tersenyum lebar kala melihat kegugupan dari bola mata Aisa yang berusaha menghindari tatapannya.

Untouchable Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang