UNTOUCHABLE GIRL 12 || TERBIASA DENGAN KEHADIRANNYA

50.7K 5K 136
                                    

"Tidak ada yang bisa menyalahkan rasa yang hadir karena terbiasa"

- Panca Nugraha -

©©©

Dapur Rumah Panca saat ini menjadi lebih hidup dibanding sebelumnya. Jika biasanya yang memasak hanyalah Sang Ibu saja, maka kali ini berbeda. Sore ini yang seharusnya Panca pergi bersama anak-anak Saka Buana untuk kumpul-kumpul di cafe, lebih memilih untuk duduk di kursi pantry kecil yang langsung menghadap ke arah dapur.

Pemandangan dapur Rumahnya saat ini lebih menarik dibanding cafe menurut lelaki itu. Kenapa? Tentu saja karena gadis berjilbab abu-abu yang tengah memotong-motong kol tepat menghadap meja dimana Panca duduk. Siapa lagi gadis berjilbab yang bisa begitu akrab dengan Ibu kesayangan Panca selain Aisa.

Aneh memang, seharusnya yang saat ini Panca ajak ke Rumah bukanlah Aisa melainkan Anestia. Namun seperti biasanya, gadis itu sangat sulit untuk diajak bertemu dengan keluarganya. Saat Panca mengajaknya maka gadis itu akan memberikan banyak sekali alasan yang selalu tidak bisa Panca tolak.

"Kak Panca ngapain duduk ngeliatin disitu? Mendingan teh bantuin masak disini."

"Bantuin apa? Aisa perlu bantuan apa, hm? Sini-sini Kak Panca bantu." jawab Panca berdiri dari duduknya hendak menuju ke arah Aisa.

"Halah modus! Ibunya tiap hari masak aja gak pernah dibantuin." celetuk Aira melirik ke belakang menyindir Panca.

"Aduduh ada yang cemburu nih gak dibatuin sama Panca?"

"Siapa yang cemburu? Geer kamu!"

"Mama gimana sih? Katanya pengin cepet punya menantu, masa Panca baru begini aja udah cemburu sih?"

"Hadeuh, iya deh sana! Pepet aja terus, tapi inget yah? Jangan pegang-pegang, bukan mahramnya! Kecuali..."

"Kecuali apa, Tante?" tanya Aisa.

"Kecuali ijab qobul sudah berkumandang, baru boleh pegang-pegang. Bahkan lebih juga gapapa."

"Mama, apaan sih? Gak usah di dengerin, Ais! Tutup kuping lo, Mama kadang kalau ngomong suka gak disaring dulu."

"Ngapain tutup kuping? Udah denger juga tadi." jawab Aisa dengan wajah datarnya.

"Iya juga sih."

Aira hanya terkikik melihat anak lelakinya menggaruk tengkuknya seperti orang bodoh.

"Kakak beneran mau bantu gak?" tanya lagi Aisa.

"Iya, apa yang bisa dibantu emangnya?"

"Itu cabe, tomat, sama bawang putih bawang merah tolong dipotongin dong. Gak perlu tipis-tipis, agak gedean aja buat nanti dibikin sambal."

"Ngapain pake sambal? Dengerin Mama ngomong aja udah bikin pedes kok." ujar Panca menahan tawa, begitu juga Aisa saat mendengarnya.

"Terusin aja, Pan. Nanti Mama kutuk kamu jadi suaminya Aisa! Gapapa." sahut Aira balik menggoda putranya.

"Kok jadi suami Aisa? Emang ada kutukan kayak begitu?" tanya Panca heran.

"Ada, cuma Mama yang bisa ngelakuin itu."

"Tante Aira bisa aja, gak mungkin lah Kak Panca jadi suami Aisa." timbrung Aisa.

"Kok gak mungkin?" tanya Panca.

"Kalau Kak Panca jadi suami Aisa, yang jadi suami Kak Anes siapa? Kak Panca kan pacarnya Kak Anes."

Jawaban Aisa seperti menampar Panca dengan sangat keras. Dia jadi teringat kalau dirinya bukan lelaki single yang bisa mendekati Aisa dengan mudah. Dia sudah memiliki status dengan Anes yang bahkan sekarang Panca rasakan semakin tidak jelas. Entah karena Panca yang merasakan seperti itu atau karena memang hubungan mereka sudah benar-benar tidak jelas. Panca juga tidak tahu.

Untouchable Girl Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang