34. K & T Wedding

4K 282 71
                                    

Seorang laki-laki sejati harus bisa memberi bukti, bukan hanya mengobral janji. Dilihat dari lantangnya mengucap akad, bukan seringnya memberi sebatang coklat.

~Sakinah

.

.

.

Happy Reading💕

"

Pakk Ridwaaaaaaannnn! Udah apa belummm? Lama bangett sihh?" Teriak Kanaya dari lantai satu. Kini Kanaya telah siap dengan seragam pengantinnya.

Hari ini adalah acara pernikahan Kevan dan Tasya, dan ia harus datang tepat waktu. Tapi sayangnya Ridwan belum selesai juga. Padahal biasanya laki-laki yang menunggu perempuan bersiap, tapi ini justru sebaliknya.

Kanaya melirik jam tangannya, waktu mereka semakin sedikit. "Pakk Ridwannn cepetaaannn! Saya tinggal nih!"

Tepat setelah itu, Ridwan keluar dari kamar dan bergegas menghampiri Kanaya. Ridwan memakai baju yang sama karena memang diseragamkan.

"Maaf, saya tadi mules."

Kanaya berdecak. "Pak Ridwan sih kebanyakan makan sambel, jadi sakit perut, kan! Saya  tau sambel buatan saya tuh rasanya enak, tapi ya jangan keterusan gitu."

Enak?
Ridwan kembali bergidik ngeri saat mengingat kejadian tadi waktu mencoba sambal tomat buatan Kanaya. Tampilan sambal itu sangat menggugah selera, sampai membuatnya mengambil sambal yang lumayan banyak. Ternyata tampilannya tak sesuai rasanya. Parah sekali, rasa sambal itu sangat asin, bahkan cabainya pun kurang terasa. Ini antara Kanaya memang tidak tau takarannya atau malah ingin menikah lagi. Apapun itu, Ridwan lebih memilih opsi pertama.

Karena tak mau Kanaya bersedih, Ridwan menghabiskannya. Dan hasilnya, perutnya mules. "Kamu tadi masukin garam berapa banyak?"

"Sedikit kok, cuma tiga sendok makan. Kemarin kan saya pernah masukin empat sendok makan tapi ternyata keasinan, jadi saya kurangin satu sendok. Kenapa? Enak, ya?"

Ridwan tersenyum kecut. "Ah, iya. Enak." alibinya.

"Nah kan, saya udah cocok jadi chef!" ucapnya sembari tersenyum bangga. Ridwan yang melihat itu hanya bisa tersenyum hambar.

"Jangankan jadi chef, baru mau ikut audisi aja udah ditendang kamu."

"Kalo enak, ntar saya masakin lagi."

Kedua bola mata Ridwan melebar, ia menelan salivanya dengan susah payah. Lagi? Apakah ia harus mencicipi sambal uang bisa dibilang produk gagal itu lagi?
"Sepertinya tidak usah, saya nggak terlalu suka sambal."

"Loh, kalo nggak suka kenapa tadi dihabisin?"

"Terpaksa."

"Tadi kebetulan pengin aja, lagipula kalo nggak dimakan ntar mubazir," jeda sekian detik, "ayo berangkat! Nanti telat!" ajak Ridwan. Ia hanya tidak ingin berbicara mengenai sambal. Itu hanya membuat perutnya tambah mules.

Sakinah [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang