18. Ijazah, atau Ijabsah?

4.1K 315 34
                                    

Perihal jodoh memang rumit. Ketika kedatangannya sangat diinginkan seolah menghindar, tapi saat kehadirannya belum diharapkan malah lekas datang. Maka jangan khawatir, karena jodoh pasti akan dihadirkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti, di waktu yang akan datang.

~Sakinah

.

.

.

.

Happy Reading🌿

Seorang pria berjas hitam kini telah siap di kamarnya. Alis tebal, sorot mata tajam, hidung mancung, serta bibir tipis membuat kadar ketampanannya bertambah dua kali lipat.

Dia, Muhammad Ridwan Abraham. Seorang direktur dan juga anak pemilik perusahaan dengan cabang di berbagai tempat. Seusai mengambil tas dan memakai jam tangan Ridwan langsung melangkah keluar. Langkahnya begitu tegas sama seperti kepribadiannya.

"Ke sekolah?" Tanya Santi- Ibu Ridwan yang melihat putra tunggalnya kini menarik kursi dan duduk manis.

Ridwan mengangguk, "Sekarang jadwalnya Ridwan ngajar, Bu."

Danu menatap Ridwan yang kini sedang melahap sepiring nasi goreng lengkap dengan lauk diatasnya. "Rid? Kamu nggak ingin cari pengganti Salsa?"

Uhukk.. Uhukk..

Ridwan tersedak, dengan cepat ia meneguk segelas air.

"Ridwan lagi makan, Yah. Bahasnya nanti aja." tegur Santi.

Ridwan berdehem. "Kenapa Ayah menanyakan itu?"

"Karena nggak seharusnya kamu masih terpaku pada Salsa. Lagipula umurmu sudah dua puluh tiga, kan?"

"Belum ada calon, Yah."

"Padahal kami ingin sekali menimang cucu," ucap Danu yang membuat Ridwan menghela napas berat. Kalimat kapan nikah selalu menghantuinya. Memangnya kenapa sih semua orang selalu menanyainya seperti itu? Kalo udah waktunya pasti ia menikah!

"Apa kami saja yang mencari calonnya?" celetuk Santi.

Ridwan terperangah kaget dan menatap Ibunya dengan tatapan yang tak dapat diartikan. "Ridwan cari sendiri saja, Bu."

"Kalau kamu yang cari nanti malah nggak dapet-dapet. Kalo mau nanti Ibu carikan, kebetulan salah satu temen Ibu punya anak perempuan, cantik orangnya. Dia temen kecilmu dulu loh, yang selalu kamu kasih coklat dulu. Masih inget, kan?"

Ridwan mengerut bingung, laku setelahnya menggeleng pelan tanda tak ingat.

"Anaknya tante Rina,"

Ridwan memicingkan matanya mengingat memori masa kecilnya. "Maksud Ibu, Yaya?"

Santi mengangguk. "Giliran Yaya aja kamu masih inget."

Ridwan terkekeh pelan. Bagaimana bisa ia tak ingat dengan Yaya si gigi ompong itu? Dulu ia selalu bermain dengan gadis kecil yang berumur lima tahun lebih muda darinya. Yaya yang cerewet, manja, ceria, dan juga cinta pertamanya. Ia masih ingat kenangan duabelas tahun yang lalu.

Sakinah [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang