42. Dia Lagi!

4.4K 278 88
                                    

Tak semua rindu dapat dipertemukan. Terkadang sebuah pertemuan hanya menjadi angan yang tak dapat terealisasikan.

~Sakinah

.

.

.

Happy Reading❤

Ridwan kini termenung. Semenjak kejadian beberapa hari yang lalu, Kanaya menjadi pendiam. Kanaya hanya bicara seperlunya saja. Pernah saat itu Ridwan bertanya, tapi Kanaya langsung mengalihkannya. Ridwan kini bingung harus berbuat apa.

"Ini kopinya," ucap Kanaya sembari menyuguhkan kopi susu dihadapan Ridwan. Kopi susu buatan istrinya itu memang tampak nikmat, namun entah kenapa kali ini Ridwan merasa tak tertarik.

Ridwan langsung menatap Kanaya. Istrinya itu langsung duduk di sofa seberang tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Ridwan menghela napas pelan, bahkan ia tak paham apa yang terjadi.
"Yaya.."

Kanaya langsung menatap Ridwan. "Kenapa?"

"Sejak dari pasar malam kamu jadi pendiem dan kaya orang ketakutan." Ridwan menghela napas. "Kamu ada masalah?" tanyanya hati-hati.

Kanaya menggeleng, ia menyenderkan kepalanya di kepala sofa. Memejamkan mata sembari mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu.

"Saya tau pasti ada suatu kejadian di pasar malam kemarin,"

"Gak ada apa-apa, Mas." jawab Kanaya dengan tetap memejamkan matanya.

"Kamu nggak bisa bohongin saya." Ridwan beranjak dari duduknya dan duduk di samping Kanaya. Ridwan meraih pergelangan tangan Kanaya. "Saya suami kamu, itu artinya saya berhak tau apa masalah yang kamu alami. Kamu bisa kasih keluh kesah kamu sama saya, jangan dipendam. Biar kita sama-sama merasakan, pahit dan manisnya hidup."

Kanaya membuka matanya, dan memegang tangan Ridwan. "Aku pengin kasih tau ini, tapi.. takut Mas marah."

"Saya nggak akan marah kalau kamu nggak salah."

"Beneran?" tanya Kanaya tak yakin. Ia menatap manik mata Ridwan dengan intens.

"Ya." Ridwan mengangguk dengan yakin. Dan, Kanaya bisa melihat keyakinan itu.

"Tapi... ini tentang...." Kanaya menggantung ucapannya. Masih merasa ragu untuk melanjutkan, ia tak ingin mengungkit-ungkit hal yang telah berlalu.

"Raka?" tebak Ridwan. Kanaya menatap Ridwan dengan tatapan tak percaya, kenapa suaminya itu bisa tahu? Begitu kentara kah mimik wajahnya?

Dengan ragu, Kanaya mengangguk pelan. Ridwan tersenyum. "Ceritalah, saya nggak akan marah."

"Aku.. lihat Raka pas di pasar malam." ucap Kanaya dengan lirih. Ia langsung menunduk.

Ridwan mengerutkan kening bingung. Bohong jika ia mengatakan bahwa tak kaget. Jelas-jelas ia juga sudah mengetahui jika Raka sudah meninggal. Lalu, apa-apaan ini?

"Bukannya.. Raka.."

"Raka udah meninggal," sela Kanaya cepat.

Ridwan semakin bingung. Jika Raka memang benar-benar sudah meninggal lalu kenapa Kanaya melihatnya di pasar malam?

"Lalu, yang kamu lihat.. itu?"

"Raka, tapi bukan dalam wujud manusia." Kanaya memejamkan mata, mengingat-ingat sosok Raka yang ia lihat di pasar malam. "Raka kemarin pakai baju putih, dia senyum sama aku. Pas aku lihat ke bawah, kakinya nggak napak tanah. Makanya itu aku takut, dan ngajak kamu pulang."

Sakinah [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang