Mendadak semuanya kacau. Apa yang terjadi di hadapannya saat ini entah kenapa hanya membuat Lisa menarik sudut bibirnya ke atas. Sedetik kemudian tawanya keluar, terdengar begitu lirih dan menyakitkan. Gadis itu merasa ada sesuatu yang menikamnya tepat di dada, hingga saat pening itu menyerang bagian kepalanya, ia menangis.
Tertawa dan menangis di saat yang sama.
Dewa masih berusaha sekuat tenaga untuk menyerang Galang di saat Malik dan Dicky mencoba memisahkan keduanya, begitu juga Adara yang berdiri di hadapan Galang untuk melindungi pemuda itu. Gina dan Rosi yang memang sudah menyadari perubahan Lisa kompak mendekap gadis itu, berusaha semampu mereka untuk menyadarkannya. Kemudian Jeje mengambil tubuh kurus itu untuk ia bawa, setidaknya Lisa harus mendapatkan pertolongan pertama.
Julian masih berdiri di sana, terpaku dengan tatapan kosong dan tangan terkepal kuat. Mendadak ia blank, ketika apa yang pernah menimpa gadis itu di pantai saat mereka liburan kembali memenuhi memorinya.
Ia ingat bagaimana mereka memerlakukan Lisa dengan tidak sepantasnya, memukul gadis itu yang membuatnya berakhir pingsan. Tidak sampai di situ, salah satu dari mereka bahkan mendekat dan akan melakukan hal gila lainnya jika saja Julian tak nekat dengan menerobos ruang rahasia itu. Ia tahu bahwa dirinya mungkin akan berakhir sama, tapi setidaknya, dengan segenap kemampuan dan tenaga yang ada, Julian ingin berusaha untuk menyelamatkan Lisa.
Ia memang berhasil memukul salah satunya, tapi tentu saja itu tak cukup untuk menumbangkan mereka dan Lisa masih di sana, terbaring lemah di atas lantai yang begitu dingin. Julian marah, berusaha melepas pukulan membabi buta. Sayangnya, itu hanya berakhir sia-sia saat salah satu mereka memukulnya sekali dan menendangnya.
Julian langsung di seret keluar, dan pada saat yang sama Jeje muncul di sana. Berusaha melepaskan tubuhnya dari kungkungan pria-pria berbadan besar yang mungkin akan membunuhnya saat itu juga. Beruntung Jeje memang mempunyai basic bela diri, sehingga pemuda itu bisa mengulur waktu sampai polisi akhirnya datang dan membebaskan mereka semua.
"JULIAN!!!"
Teriakan itu berhasil mengembalikannya dari lamunan. Gina menarik tangannya dengan wajah yang sudah basah karena air mata.
"Ayo!"
Ia tak merespon, hanya mengikuti Gina dalam diam. Rosi sudah siap di kursi kemudi, sehingga saat mereka berdua masuk ia langsung menginjak pedal gas dan beranjak dari kediaman Malik untuk menyusul Jeje yang membawa Lisa lebih dulu.
Dalam perjalanan ke sana, Julian tetap diam. Otaknya masih berusaha memproses segala kejadian yang baru saja terjadi. Entah ia marah, atau takut. Tapi yang jelas, pemuda itu hanya mengepal tangannya dengan pandangan kosong yang membuat Gina khawatir.
"Julian..."
Pemuda itu menoleh dengan ekspresi yang sama, datar dan tak terbaca. "lo nggak apa-apa?"
Lagi-lagi ia tak menjawab, hanya menatap Gina dalam diam kemudian mengalihkan atensinya lagi.
Rosi melirik dari kaca spion, lalu menatap Gina yang masih menangis. Gadis itu menghela nafas, berusaha untuk menguasai dirinya agar tak begitu panik. Meskipun apa yang baru saja terjadi pada mereka begitu membuatnya kaget.
"everything's gonna be alright. Trust me." Ujarnya mencoba menengangkan.
Sayangnya kalimat itu hanya berakhir menjadi angan ketika semuanya tidak berjalan seperti yang mereka bayangkan.
Segalanya berubah.
Jika biasanya meja yang berada di tengah kantin akan di isi oleh sepuluh makhluk absurd nan heboh saat istirahat pertama, kini tempat itu hanya di huni oleh Malik beserta siswa-siswi lain dari berbagai kelas yang sama sekali tak dikenalnya.
YOU ARE READING
Tiga Enam Sembilan (97liners) | [Completed]
Teen FictionBerawal dari satu kelompok yang sama saat MOS, kesepuluh siswa itu dekat dan bersahabat meskipun di kelas dan jurusan yang berbeda. Setelah ulangan berakhir, dan pembagian rapot telah usai. Mereka memutuskan untuk liburan ke beberapa tempat salah sa...