Tujuh

1K 157 2
                                    

"ASTAGA!!!"

Rosi memekik kaget saat keluar kelas sudah ada seseorang berhoodie hitam lengkap dengan masker yang kini hanya menyisakan mata saja yang menunggunya di samping pintu. Beberapa orang sempat mengalihkan atensi padanya, membuat Rosi cepat-cepat beranjak dengan menarik tangan si pelaku untuk menjauh dari sana.

"seragam lo mana sih?"

"kesiram air pel sama Malik. Bego emang tu anak."

Rosi mengernyit. "kok bisa?"

Gadis itu menghentikan langkah, sekali lagi memerhatikan setelan seseorang yang ada di hadapannya. Memakai celana training olahraga lengkap dengan hoodie yang menutup seluruh kepalanya. Penampilan Lisa seperti ini benar-benar membuat Rosi terperangah.

Tidak heran jika sepanjang koridor tadi, mereka yang dilaluinya menatap penuh sambil berbisik. Yang tentu saja sempat di dengar oleh Rosi, misalnya 'Eh anjir gandengan baru lagi.', 'cantik mah bebas ya gonta ganti', 'player ya ternyata.' Dan hujatan-hujatan penuh penghakiman lainnya.

Padahal mereka hanya tidak menyadari saja sosok dengan tampilan menyerupai laki-laki ini adalah salah satu siswi yang sering kali datang ke kelas mereka tanpa alasan. Awalnya juga Rosi mengira begitu.

"ya gue salah masuk toilet. Malik yang lagi dapat hukuman tiba-tiba nyiram gue gitu aja." Ujar Lisa kesal. Mengingat kejadian tadi rasanya gadis itu ingin sekali menghajar Malik, beruntung ada Dewa dan Marvin yang menengahi.

Rosi berdecak. "ya siapa suruh lo masuk toilet cowok."

"nggak usah toilet Ros, kelas aja gue kadang masih sering salah." Sahutnya masa bodo. Padahal dari tadi mereka jadi pusat perhatian siswa-siswi yang berlalu lalang.

Rosi menghela nafasnya, sesaat lupa kalau gadis di hadapannya ini memang secuek itu. Bahkan ia tak terganggu sama sekali dengan tatapan sinis yang orang-orang perlihatkan pada mereka. Jika saja Rosi bisa memilih, ia ingin menjadi Lisa yang acuh dan tak peduli omongan orang lain.

Rasa iri yang sempat ada pada dirinya dulu, entah mengapa kembali muncul. Apalagi jika mengingat kejadian tadi siang yang menyeret namanya juga reputasinya di sekolah. Jika ia bisa, Rosi tak ingin terpengaruh dengan omongan orang lain tentang dirinya. Jika ia bisa, Rosi ingin mendapatkan sedikit saja kekuatan dan keberanian yang gadis itu miliki. Jika ia bisa, Rosi ingin menjadi Lisa.

Tapi karena kata jika adalah hal yang mustahil, Rosi sesegera mungkin mengenyahkan pemikiran itu.

"WOI!!!" seru Lisa membuat Rosi tersadar dari lamunan. "lo mau berdiri di situ sampai kapan?"

Rosi tak menyahut, hanya memandang gadis di hadapannya dalam diam. Kesal karena tak ada respon, Lisa tiba-tiba merangkul gadis itu dan membawanya pergi dari sana. Merasa tak nyaman diperlakukan seperti itu membuat Rosi beberapa kali melepaskan rangkulan Lisa, tapi sahabatnya itu tetap kekeuh dengan memiting lehernya kuat.

Lisa memang perempuan, tapi tenaganya mungkin setara Malik yang bisa memanjat pohon kelapa dengan tangan kosong atau Galang yang bisa berlari dua puluh putaran lapangan basket tanpa jeda. Intinya kekuatan Rosi tidak ada apa-apanya di banding Lisa. Sehingga Rosi harus pasrah di seret seperti itu, sampai akhirnya sebuah tangan melepaskan rangkulan Lisa secara paksa.

Bugh!

"LISA!!!"



Setelah membersihkan tangannya di wastafel, Dicky keluar dari toilet dan mendapati Dewa yang sudah menunggunya di koridor. Awalnya ia pikir pemuda itu menghampiri untuk mengajaknya pulang bersama seperti biasa, tapi mengingat teman-temannya yang lain sudah lebih dulu pergi membuat Dicky spontan bertanya.

Tiga Enam Sembilan (97liners) | [Completed]Where stories live. Discover now