Setelah melalui perdebatan panjang karena Lisa tak mau ikut pergi mendaki, akhirnya Julian memutuskan untuk tinggal menemani gadis itu di penginapan. Saat rombongan mulai berjalan pergi, Lisa tak langsung masuk. Ia memilih untuk duduk di taman penginapan dan mulai melamun.
Julian memilih untuk mengikutinya, sambil memerhatikan rombongan lain yang juga sedang menikmati liburan di tempat itu. Suara helaan nafas mengalihkan atensinya pada sumber suara.
"bosen."
"main kuy!" serunya membuat Lisa menoleh.
"main apa?"
"kita ngitung dari satu sampai seterusnya, tapi setiap hitungan yang ada angka tiga enam sama sembilan lo harus ganti dengan tepuk tangan. Kalau lo kalah, yang menang boleh tanya apa aja dan lo harus jawab jujur." Ujar Julian menjelaskan.
Lisa manggut-manggut, masih dengan wajah datar nan malas. "satu." Ujar gadis itu memulai.
"dua." Julian melanjutkan.
Prok prok...
"empat." Sahut Julian lagi.
"LIMA!" Lisa berseru nyaring, sengaja supaya Julian kehilangan konsentrasi.
Prok prok...
Lisa berdecak. "tujuh." Sahut Lisa mempercepat tempo.
"delapan."
"semb –eits." Prok prok
Julian tertawa. Lisa yang tadi menegakkan tubuhnya seketika terkulai lemas di samping pemuda itu. "hukumannya terserah ya. Gue nggak tahu mau nanya apa"
"tapi jangan yang aneh-aneh." Ketus Lisa sebal sambil menunggu Julian bersua.
"ajak kenalan satu orang random yang lewat."
"apaan? Ogah ya Jul. Bikin malu. Ganti deh ganti." Sungut Lisa sambil melotot.
"kalah aja betingkat lo." Sahut Julian geram, kemudian mikir lagi. "gue mau nanya aja deh."
"katanya tadi nggak tahu mau nanya apa? Hadeh dasar kutil kuda"
Julian balas mengumpat, sambil menarik kunciran rambut Lisa. "kenapa sih lo kekeuh banget nggak mau ikut mendaki gunung lewati lembah?"
"dih ninja hatori." Lisa mendelik. "nggak apa-apa. Males aja gue jalan jauh begitu, eh pas nyampe di atas cuma foto-foto terus turun lagi."
"lo harus jawab jujur."
Lisa mengernyit. "tahu dari mana kalau gue jawabnya bohong?"
"nah itu ngaku."
Ia berdecak lagi, mau-maunya di begoin Julian. Udah terlanjur mengaku pula, alhasil Lisa memilih untuk mengalihkan atensi sambil narik nafas panjang. "makan yuk Jul, laper gue."
Lisa berdiri sudah akan beranjak saat ujung sweaternya ditarik begitu saja oleh Julian, membuatnya terpaksa duduk lagi. "jawab dulu."
"udah kan tadi."
"peraturannya harus jujur, Alisia."
"nah itu ada orang, gue mau ngajak kenalan dulu." Ujarnya berkilah ingin lari, tapi Julian tak mau kalah dengan menahan bahu gadis itu cepat sebelum ia sempat beranjak.
"apasih Jul, kok lo maksa?"
"susah banget ya buat bikin lo terbuka sama kita."
Lisa diam, gadis itu kembali mengalihkan atensinya. Ia nampak gugup kelihatan dari pergerakannya yang kaku. Julian menghela nafas, memilih menyandarkan punggungnya pada kursi taman yang sedang mereka duduki sambil menengadahkan kepalanya menatap langit malam.
YOU ARE READING
Tiga Enam Sembilan (97liners) | [Completed]
Teen FictionBerawal dari satu kelompok yang sama saat MOS, kesepuluh siswa itu dekat dan bersahabat meskipun di kelas dan jurusan yang berbeda. Setelah ulangan berakhir, dan pembagian rapot telah usai. Mereka memutuskan untuk liburan ke beberapa tempat salah sa...