Derap langkah Archer dibuat sehalus mungkin. Dia lantas masuk ke kamar Davira dan mencubit hidung cewek itu. Sejak beberapa hari terakhir Acher dan Davira tinggal di rumah Fadli.
Melihat Davira yang tidak kunjung bangun, Archer mulai kehabisan akal. Dia duduk di tepi rajang Davira dan mengelus perlahan pipi Davira kemudian mencubitnya.
"Archeeer sakiiit," Davira menutup wajahnya dengan bantal.
"Bangun Dav, ayo jalan pagi," ajak Archer.
Davira menyingkirkan bantal dari wajahnya. "Jam berapa sekarang?"
"Jam setengah enam,"
"Kamu bangun pagi banget," Davira lanjut memeluk lengan Archer dan kembali menutup mata.
"Aku gak bisa bangun siang. Ayo Dav olaharaga, pulangnya aku beliin sarapan deh,"
Davira seketika terbangun dan tersenyum lebar, "Ayo olahraga!"
oOoOo
Udara di luar masih dingin dan lumayan gelap. Davira merutuk karena tidak mendengarkan saran Archer untuk menggunakan baju dan celana panjang. Dia hanya menggunakan baju lengan pendek berwarna peach dan celana pendek warna putih.
Jalanan pagi ini juga tidak terlalu ramai. Hanya beberapa pejalan kaki atau pesepeda saja yang terlihat. Tapi Davira bersyukur masih belum ramai, pagi ini dia hanya memakai baju kaus yang artinya perutnya tercetak jelas.
Archer menyodorkan sebelah dari earphonenya kepada Davira. Agak ragu tapi Davira menerima earphone Archer yang menggaungkan musik klasik.
"Musik klasik," kata Archer, "Ada artikel yang bilang kalau musik klasik bisa bikin bayi jadi cerdas,"
"Aku tau, kata mama aku juga dulu sering didengarin musik klasik,"
"Pantas kamu pinter,"
"Kalau Archer? Waktu dalam kandungan sering dikasih dengar musik klasik?" Davira menatap Archer.
"Enggak, aku musik dj,"
Davira tertawa. Archer tidak ada niat melucu sebenarnya, kalimat tadi murni dari isi kepalanya. Tapi melihat Davira yang tertawa membuatnya jadi ikut tertawa. Ya, mentertawakan kebodohannya sendiri karena sukses mempermalukan diri sendiri dengan lawakan yang lumayan garing.
Sadar akan keadaan yang mulai ramai, Archer melepas jaketnya dan mengangsurkan benda tersebut pada Davira. Walau jaket milik Archer kebesaran untuk tubuhnya, setidaknya ini menjadi penyamaran yang sempurna.
"Udah mulai ramai, ayo beli sarapan," kata Archer.
"Ayo!"
Tidak jauh dari rumah Davira memang ada pasar pagi, jaraknya sekitar empat puluh lima meter. Sebenarnya Archer tidak terlalu suka masuk pasar karena tingkat keramaian yang di atas rata-rata, namun melihat Davira yang menatapi para pedagang kaki lima dengan penuh minat, Archer membuang jauh-jauh pemikiran introvertnya tadi.
"Aku mau beliin Mama sama Papa nasi uduk, kamu mau?" Tawar Davira.
Archer menggeleng, "Nanti aku makan sereal aja,"
"Nooo! Kamu harus coba makanan pasar sini, enak-enak tahu,"
Davira memimpin Archer masuk ke pelosok pasar hingga akhirnya menemukan sebuah lapak nasi uduk. Masih pagi jadi masih sepi, baru ada tiga pembeli dan kini menjadi lima ditambah Archer dan Davira.
"Ibu Yatiiii!" Sapa Davira ramah.
"Haiii!" Sapa balik Ibu Yati, matanya menangkap baik keberadaan Archer. "Ini siapa Dav? Kayak bule ya!"
Davira dan Archer saling bertatapan, "Ini pacar Davira, Ibu,"
"Mmm rajin banget pagi-pagi di apelin," Ibu Yati mencolek pipi Davira.
"Ssst Ibu! Davira mau nasi uduknya yah dua, kayak biasa,"
"Oke,"
Ibu Yati membuatkan pesanan milik Davira. Merasa mulai lelah, Davira duduk di kursi panjang dekat etalase Ibu Yati. Matanya menelusuri sudut demi sudut warung milik Ibu Yati. Pertama kali dia ke sini saat usianya masih tujuh tahun, saat itu neneknya masih ada.
Kini neneknya bahkan hampir mempunyai cicit jika masih hidup. Davira mengedipkan mata, mencegah jatuhnya aie mata. Ada banyak sekali orang yang Davira kecewakan, termasuk dirinya sendiri. Tapi jika ingin kecewa sekarang sudah sangat terlambat, baginya sekarang adalah saat untuk move on dari kekecewaan yang dia rasakan.
"Ini Dav," Ibu Yati memberikan dua styrofoam berlapis kantung plastik.
Bukan Davira, namun Archer yang mengambil. "Berapa semuanya, Bu?"
"Dua puluh lima ribu,"
Archer memberikan uang Rp20.000 dan 10.000-an kepada Bu Yati, "Kembaliannya buat ibu aja,"
"Lho masa buat Ibu," elak Bu Yati tidak enak.
"Enggak apa-apa Bu, kita duluan ya," kata Davira.
"Aduuuh makasih ya, hati-hati,"
"Iya Ibu, sama-sama,"
Davira kembali menggandeng tangan Archer menuju jajaran pedagang kue basah khas pasar. Langkah Davira melambat seiring matanya yang menatapi satu persatu kue yang dijajakan.
Pilihannya jatuh ke beberapa buah donat, onde-onde, dadar gulung, lemper, dan nagasari. Davira menyodorkan kue pilihannya kepada ibu pedagang. Total semuanya hanya lima belas ribu rupiah.
"Sumpah ini lima belas ribu?" Tanya Archer setelah berucap syukur karena berhasil keluar dari hiruk pikuk pasar.
"Iyalah, masa ibu tadi bohongin kita,"
"Jujur ya Dav, aku belum pernah makan jajanan pasar,"
Davira sontak membelalakkan matanya dan menyeret Archer, "Ayo cepat pulang! Aku yakin kamu bakalan nyesal karena belum pernah nyobain kue-kue enak ini!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Twitterpated
RomanceTentang Davira dan mahkotanya yang hilang. Tentang Davira dan mimpi-mimpinya yang pupus. Tentang Davira dan sayap-sayapnya yang patah. Lo berhak bahagia atas hidup lo sendiri. Lo berhak mencintai diri lo sendiri enggak peduli sehancur apapun hidup...