Satu

61 8 2
                                    

Kelas masih sepi waktu Davira masuk. Wajar, ini pukul 6.15 pagi. Baru beberapa orang teman sekelasnya yang datang. Tidak apa, Davira akan membunuh waktu dengan membaca buku untuk jam pelajaran pertama.

Satu persatu orang mulai berdatangan dan memenuhi kelas. Davira kehilangan fokus saat Kiana datang. Seperti biasa, Kiana datang dengan penampilan necis. Dia menggunakan jepit warna warni di sisi kiri kepalanya lengkap degan jam tangan dan gelang warna warni. Davira sendiri tidak pernah menggunakan aksesori apa-apa kecuali ikat rambut.

Davira memasukkan bukunya dan memperhatikan sekeliling. Sudah ramai, tinggal menunggu bel masuk berbunyi dan jam pelajaran pertama akan dimulai.

"Gue lupa bawa bedak! Aduh gimana yaa?" Kiana heboh sendiri.

"Ya ampun Ki, gak apa-apa kalii. Buat apasih bawa bedak segala ke sekolah?" Davira mengulum senyum geli.

"Gini ya Davira sayang, kalo gue gak bawa bedak, gue touch upnya gimana?"

Ujungnya, Davira mengangguk walau dia tidak mengerti apa maksud dari perkataan Kiana tadi. Tapi semua kebisingan segera menguap saat bel berbunyi dan guru pelajaran masuk kelas.

oOoOo

"Sumpah ya, gue belum pernah diundang ke acara begini! Gue harus pergi! Harus pokoknya!" Ucap Kiana bersemangat.

Davira diam sembari menatapi selembar undangan dalam genggaman. Dia tidak lagi fokus dengan sepiring salad di depannya. Undangan pesta ulang tahun salah satu teman angkatannya, Raka, yang ke tujuh belas. Tidak ada yang salah sebenarnya, kecuali tempat pelaksanaan. Raka mengadakan pesta ulang tahunnya di sebuah club mewah di kawasan Jakarta Selatan.

Seketika Davira merinding. Club dan aktivitasnya bukan Davira sekali. Dia cuma anak rumahan manja dan kebetulan masuk sekolah elit yang anak-anaknya hobi clubbing.

"Lo ikut kan Dav?" Tanya Kiana.

"Enggak, bisa dipenggal kalo gue ketahuan pergi ke club!"

"Itumah gampang! Masa remaja lo enggak asik kalo gak clubbing, urusan ortu lo biar gue yang tanganin! Mau yaa?"

Davira menggeleng kuat, "Enggak Ki, gue takut,"

"Ada gue! Gue gak bakal ninggalin lo kok, janji! Lo tanggung jawab gue pokoknya. Mau yaa? Pleasee, ortu lo urusan gue," bujuk Kiana. Merasa dilema, Davira akhirnya mengiyakan.

"Iyaaa, tapi kalo ada apa-apa itu tanggung jawab lo yaa!" Davira memelototkan mata.

"Gue janji! Yess Davira ikut!"

Davira mengesah napas panjang. Maafin Davira mama, papa. Davira penasaran. Ya, mudah-mudahan tidak terjadi apapun yang akan membuat Davira menyesal. Semoga.

"Nanti lo izinnya gimana?" Tanya Davira masih belum yakin.

"Gue bakal bilang kalau lo nginep di rumah gue, nanti gue deh yang minjemin lo baju dan blablabla, lo tau beres aja udah," Kiana mengedipkan sebelah mata.

Lagi-lagi Davira hanya mengangguk. Asal ada Kiana disebelahnya dia pasti baik-baik saja. Kiana sudah berjanji dan Davira rasa itu lebih dari cukup. Sejauh ini hanya Kiana teman yang Davira punya dan cewek itu berlaku sangat baik walau Kiana  sama seperti anak-anak lain yang sering pergi clubbing.

"Dav gue ke Archer dulu ya? Mau ngasih kue, mudah-mudahan dia suka!" Davira mengangguk.

Archer, cowok yang sedang diincar Kiana dua minggu belakangan ini. Cowok tampan pendiam itu tampak misterius bagi Davira. Tapi bukan berarti dia tertarik, Archer punya aura hitam yang mencekam dan Davira tidak suka itu. Archer itu menyeramkan. Bola matanya yang hitam pekat membuat Davira merinding.

Davira memperhatikan interaksi antara Archer dan Kiana. Kiana yang menyodorkan kotak makan dan Archer yang berucap terima kasih dengan wajah datar. Sayang, bukan Archer yang menerima kotak tersebut, tapi ketiga temannya. Chiko, Gizha, dan Dovi. Ketiga cowok itu tampak lebih ramah dan menyenangkan dibanding Archer.

Kiana kembali ke bangku mereka. Wajahnya berseri-seri membuat Davira ikut senang melihatnya.

"Gimana gimana?" Tanya Davira tak kalah antusias.

"Dia cuma bilang makasih, tapi gak apa-apa. Gue udah takut dibuang tuh kue, taunya dia terima," jelas Kiana dengan senyum mengembang.

"Dia enggak mungkin setega itu,"

Davira melirik sekilas ke arah Archer dan rombongannya. Tepat saat itu, Archer berbalik melihatnya dengan tatapan tajam. Sudah Davira bilang, dia itu menyeramkan. Sangat menyeramkan.

oOoOo

HAIIII!
KITA JUMPA LAGI DI WORK AKU YG BARU INI!
Cerita ini udah lama banget jadi penghuni draft aku, sengaja gak aku publish, nunggu partnya banyak dulu. Jadi kemungkinan pas aku publish ini partnya dha lengkap muehehehe.

Seperti yang udah kalian liat di sinopsis, cerita ini terinspirasi dari kisah nyata. Enggak 100 persen sama kan cuma terinspirasi. Tapi tetep udah seizin orangnya dong! Okelah, ini udah kepanjangan, see u when i see u!

-All the love AR

TwitterpatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang