Tiga

27 8 0
                                    

Jantung Davira berdetak tidak wajar. Belum lagi ribuan kupu-kupu yang terbang di perutnya. Ini kali pertama dia menginjakkan kaki di tempat haram seperti ini.

Dia bisa mengenali wajah-wajah yang berseliweran. Teman-teman sekolahnya. Paham akan kekhawatiran Davira, Kiana menggenggam erat tangan Davira.

"Gue enggak bakal ketemu saudara gue kan?" tanya Davira sekali lagi.

"Enggak Dav, di sini yang boleh masuk cuma yang pegang undangan doang. Yuk masuk,"

Berkat sebuah kartu undangan, mereka bisa masuk dan bebas melakukan apa saja di dalam club ini. Ya, apa saja. Suara musik elektronik yang memekakkan telinga membuat Davira menutup mata. Gue gak diciptakan buat masuk sini.

"Nanti juga lo kebiasa," kata Kiana dengan volume suara agak kencang.

"Semoga aja," lirih Davira.

Mereka berjalan menuju pusat keramaian, yaitu sebuah meja berhias dekorasi tempat kado-kado milik Raka ditumpuk. Kiana menyerahkan kado darinya setelah sebelumnya sempat cepika-cepiki dengan Raka.

Giliran Davira. Tangannya sempat agak bergetar saat menyerahkan benda berbentuk kotak itu kepada Raka. Cowok itu menyambutnya dengan baik.

"Makasih Dav,"

"Sama-sama," Davira tersenyum simpul.

"Makasih banget ya kalian udah dateng. Silahkan nikmatin pestanya!" kata Raka.

"Siap Ka! Kita ke sana dulu ya!" Kiana melambaikan tangan.

Davira melihat sekeliling. Tidak jauh dari tempat Raka berdiri terdapat dance floor, dan sebuah meja berisi suguhan makanan manis dan asin yang tampak menggugah selera.

"Dav... liat Archer! Liat Archer! Dia. Ganteng. Banget."

Davira mengikuti arah pandang Kiana. Archer bersama tiga temannya. Archer tampil paling mencolok. Rambutnya disisir rapi dengan belahan ke samping. Tubuh atletis Archer dibalut kemaja putih dengan tuxedo hitam dan sebuah mawar mungil dibagian saku dada kiri. Lengkap dengan senyum cerah membayang di wajah dinginnya.

Kali ini Davira mengakui, Archer terlihat tampan. Sangat tampan. Namun sayang, setelah itu keberadaan mereka cepat tenggelam oleh ramainya tamu undangan.

"Bentar lagi kita bakal pada joget, mau ikutan?"  Tawar Kiana.

"Makasih banget tapi gue mau menghabiskan waktu di meja yang penuh makanan itu," tolak Davira.

"Oke-oke. Tapi kalau mau kemana-mana kasih tau gue ya, nanti lo nyasar lagi,"

"Iya-iya, gih sana joget,"

Benar saja. Tidak lama kemudian musik bervolume lebih besar lagi menghantam gendang telinga Davira. Tapi dia mencoba untuk tidak terlalu peduli dan memfokuskan diri pada setumpuk cupcake indah di depannya.

"Mau minum?" Tanya seorang bartender sembari mengangsurkan sebotol minuman beralkohol yang Davira tidak tahu namanya.

"Makasih banget tapi aku enggak minum. Kalau boleh, aku mau minta air mineral aja," kata Davira malu-malu. Bartender itu tersenyum paham dan mengangguk.

Hanya butuh hitungan menit untuk bartender itu kembali dengan sebotol air mineral. Dia kemudian pergi setelah Davira mengucapkan terima kasih.

"Coba deh kebabnya, enak,"

Sebuah suara bariton mengagetkan Davira. Archer. Cowok itu hanya berjarak beberapa kursi dari Davira. Archer tersenyum tipis, membuat Davira kebingungan bagaimana cara meladeni cowok itu.

"Oh iya, makasih," sahut Davira tidak nyambung.

"Enggak ikutan joget?" Tanya Archer setelah menyesap minuman beralkohol dalam genggamannya.

Davira menggeleng, "Gue gak bisa joget,"

Archer tertawa kecil dan menyesap sekali lagi minumannya. Davira tersenyum canggung sembari membaui parfum Archer yang bersembunyi di balik bau khas alkohol.

"Baru pertama kali ke tempat begini?" Tebak Archer.

"Ketahuan banget ya?" Davira mengelus tengkuknya.

Archer tidak menjawab, hanya tertawa dan lanjut minum. Davira membuka ponselnya, sudah pukul setengah sebelas malam. Pantas saja semakin dingin.

Tiba-tiba saja Davira merasa ingin buang air kecil. Dia mengirim pesan teks kepada Kiana supaya tidak mengganggu. Tentang di mana toiletnya, dia bisa bertanya kepada pegawai disini.

Tepat setelah berdiri, seorang pegawai wanita berpakaian ketat berjalan melewatinya. Segera saja Davira mengejar wanita tersebut.

"Mm... maaf, toiletnya di mana ya?"

"Dari sini lurus terus belok kanan, nanti ketemu plangnya,"

"Ooh oke. Makasih ya,"

"Iya sama-sama,"

Davira mengikuti perkataan wanita tadi dan berhasil menemukan toilet club ini. Setelah menyelesaikan urusannya, Davira mencuci tangan dan merapihkan rambutnya. Lalu hendak keluar.

Brugh.

Seorang pria menubruk pintu masuk toilet. Betapa terkejutnya Davira saat menyadari jika pria tersebut adalah Archer yang tengah mabuk berat. Archer meraih pergelangan tangan Davira dan menyeret kasar gadis itu.

"Lo ikut gue," racau Archer.

"Cher, kita mau ke mana? Cher!" Davira mencoba meloloskan diri namun nahas, cengkeraman Archer terlalu kuat. 

Lorong-lorong gelap menyapa Davira. Dengan sisa tenaga, dia mencoba menghentak tangan Archer. Bukan kebebasan yang ia dapat, sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya. Pipi Davira kebas seketika.

Archer menendang pintu suatu ruangan dan melemparkan tubuh Davira ke atas sebuah kasur. Archer mengunci pintu tersebut. Hal ini jelas membuat Davira ketakutan. Cewek itu mulai menangis.

"Archer please tolong lepasin gue. Biarin gue keluar,"

"DIAM!" sentak Archer.

"Archer lo mau ngapain?"

Tubuh Davira bergetar seiring dengan Archer yang mengelusi tangan, bahu, dan lehernya. Tangisan cewek itu semakin kuat. Sayang, bibirnya kelu untuk berkata-kata. Davira ingin memberontak dan berlari, tapi tubuhnya lemas dan mati rasa.  Dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Davira lumpuh. Tolong.

"Archer sadar! Archer ini Davira!"

Tidak mempan. Archer semakin gencar menodai tubuh mungilnya. Menciumi bibirnya lalu menuruni leher dan mengecup lama dadanya. Air mata Davira keluar semakin deras. Tolongin Davira, siapapun. Tolong.

"Archer jangan! Archer!"

"ARCHEEER!"

Tuhan, Mama, Papa, maaf.

oOoOo

Hola.

Part 3? Gimana? Greget gak? Atau justru enggak greget samsek?

Jadi bisa dibilang Davira adalah korban pelecehan seksual😥 bakal lapor polisi gak ya dia kira-kira?

-AR

TwitterpatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang