Duapuluh Lima

12 4 0
                                    

Saat alarm berbunyi, Davira sudah bangun. Dari tadi sebenarnya. Sejak semalam, dia di tempatkan satu kamar dengan Archer. Davira menyiapkan semua buku pelajaran karena dia tidak tahu hari ini akan belajar apa.

Setelah itu, barulah Davira membangunkan Archer. Degupan jantungnya tidak bisa diajak berkompromi, melihat wajah Archer tenang saat tertidur menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi Davira. Helaan napas Archer yang teratur begitu kontras dengan poninya yang jatuh menutupi sebelah matanya.

Perlahan, Davira mencoba untuk duduk dan mengelus rambut Archer. Wajah mulus cowok itu terekspos jelas, belum lagi dengan hidung tinggi dan bibir pink yang sedikit terbuka itu membuat Davira mengelus perutnya. Kamu nanti mirip Archer aja ya!

"Archer, bangun," Davira mengguncang lengan kokoh Archer.

"Archer nanti telat! Archer!"

"Iya iya," Archer membuka matanya dan menatap Davira. Saat bangun tidur, wajah Archer belum sesangar biasanya.

"Bangun, ingat ya hari ini aku mulai sekolah juga jadi enggak bisa leyeh-leyeh," kata Davira. Dia sudah mandi dan berpakaian rapi dari tadi.

"Dav,"

"Hmm..."

"Kamu bisa masak nasi goreng?" Tanya Archer.

"Bisa, kenapa?"

"Masakin aku dong, pake kacang polong dan jangan pedas," Archer duduk dan bersandar.

"Kamu ngidam?" Tanya Davira geli.

"Kayaknya," Archer memutar bola mata, salah tingkah.

"Gemes banget sih, yaudah. Tapi langsung mandi jangan tidur lagi!"

"Iya bawel,"

Davira turun dan mulai mencari bahan-bahan untuk nasi goreng di bantu Bi Imas, sebab dia mulai kesulitan saat mencari benda dalam posisi jongkok atau duduk di lantai. Susah untuk kembali berdiri.

"Dav, lagi ngapain?" Tanya Monika.

"Lagi bikin nasi goreng, buat Archer," Davira menoleh sebentar ke arah Monika lalu kembali sibuk merebus kacang polong.

"Tumben,"

"Ngidam dia,"

Monika tertawa, "Bisa gak Dav?"

"Bisa dong Ma,"

Hanya perlu waktu sekitar sepuluh menit untuk Davira menyelesaikan nasi goreng reques Archer tadi. Dia pribadi puas dengan rasanya, menurutnya itu nasi goreng terenak yang pernah dia buat.

Sesaat setelah menyelesaikan nasi gorengnya, Archer, Monika, dan Fadli berdatangan ke meja makan. Davira duduk di sebelah Archer. Monika mengambilkan mereka nasi goreng dan mulai menyantapnya.

"Enak gak?" Tanya Davira.

"Enak," jawab Fadli sekenanya, Davira memajukan bibir melihat minimnya tanggapan yang masuk.

"Cher?"

"Hng,"

"Enak gak?"

Lebih parah, Archer hanya melirik dan mengangguk. Baiklah, mungkin mereka tengah menghayati rasa nasi goreng Davira sampai tidak bisa berkata-kata. Davira mencoba untuk berpositif thinking sampai Fadli dan Monika berdiri.

"Dav, mama sama papa kerja dulu ya! Nanti kalau gurunya udah dateng belajar yang benar," pesan Monika sebelum akhirnya melenggang bersama Fadli.

"Iya ma," lirih Davira.

"Aku berangkat juga," kata Archer.

"Iya hati-hati,"

Archer meraih tasnya dan menyandang sebelah talinya. Beberapa langkah berjalan, Archer berhenti sejenak dan tersenyum tanpa sepengetahuan Davira.

"Enak kok Dav. Enak banget, thanks ya nasi gorengnya," Archer menoleh sebentar lalu kembali berjalan.

Davira tersenyum tipis, Bi Imas datang dan mengatakan jika seseorang bernama Rahmi–guru kimia–datang untuk mengajar Davira. Segeralah Davira ke depan dan memulai kegiatan belajarnya.

oOoOo

"Wuih-wuih, ada yang kukunya shining, shimering, splendid nih," goda Ghiza.

"Berisik lo!" Ketus Archer sembari memakai topi.

"Coba tanya Davira merek kutexnya apa? Bagus Cher gak bohong! Gue mau beliin Linda juga," kata Dovi sembari memegangi kuku Archer. Linda adalah pacar Dovi.

"Tanya aja sendiri,"

"Beneran? Boleh nih gue chat Davira?"

Sadar akan kesalahan jawabannya, Archer membulatkan matanya, "Coba aja kalau berani! Ilang nama lo dari dunia ini!"

"Salah lo bawa-bawa Davira," Ghiza menggelengkan kepalanya.

"Berisik lo berdua! Cepet baris kampret, nanti dimarahin,"

Seperti biasa, setelah upacara selalu ada penggeledahan. Archer yang awalnya hendak kabur mengurungkan niat melihat teman angkatannya ditambah hukuman, jalan jongkok sambil bernyanyi. Tidak tidak, Archer paling anti dengan berbagai macam hal yang akan mempermalukan dirinya atau menurunkan harga dirinya. Harga diri Archer memang sebesar itu.

Walaupun nanti pada akhirnya dia malu juga karena ketahuan pakai kutex, tapi apa boleh buat. Sejujurnya dia hanya menghargai Davira dan perasaan cewek itu. Archer tahu jika wanita hamil lebih sensitif perasaannya.

"Archer, kenapa ini kukunya jadi warna warni?" Tanya Bu Indah.

"Ini sewarna doang bu, enggak warna warni," elak Archer.

"Sama saja! Kamu saya bebaskan tapi kalau pemeriksaan selanjutnya kuku kamu warnanya masih sama, kamu saya hukum! Paham?" Tegas Bu Indah.

"Paham," Archer mengangguk patuh dan segera berlari.

Archer membuka topinya saat berlari, hal ini membuat histeris cewek-cewek di tepi lapangan yang secara sengaja maupun tak sengaja memperhatikannya.

"Mereka gak liat mading apa? Bohong banget kalau mereka gak gosipin gue," kata Archer pada Ghiza dan Dovi.

"Gosipin kok, tapi pas liat lo lagi mereka jadi lupa gosipnya apaan," Dovi melirik cewek-cewek yang memperhatikan Archer.

"Berarti gue tinggal sok ganteng aja ya biar gosipnya ilang,"

"Bodo amat!"

TwitterpatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang